Dinsos Jabar Negasi Tuduhan Usir Siswa Disabilitas SLBN A Pajajaran

Featured Image

Penjelasan Dinas Sosial Jawa Barat Mengenai Perpindahan Siswa Disabilitas

Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat memberikan penjelasan terkait isu yang beredar mengenai dugaan pengusiran siswa disabilitas dari Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran, Kota Bandung. Pihak Dinas menegaskan bahwa tidak ada tindakan pengusiran atau pemutusan sekolah terhadap para siswi tersebut.

Kepala UPTD PPSGHD, Andina Rahayu, menyampaikan bahwa pemberitaan di media sosial yang menyebutkan bahwa siswi SLBN A Pajajaran merasa diusir dan terancam putus sekolah adalah tidak benar. Ia memastikan bahwa para siswi tetap akan melanjutkan pendidikannya, meskipun lokasi tempat mereka belajar akan dipindahkan.

“Kami pastikan tidak ada pengusiran. Para siswi akan tetap sekolah dan menjalankan aktivitas, hanya lokasinya yang akan dipindahkan,” ujar Andina dalam keterangan resmi yang dirilis pada Kamis (24/7/2025).

Kesepakatan Relokasi Siswa Disabilitas

Andina menjelaskan bahwa kesepakatan antara UPTD PPSGHD dan SLBN A Pajajaran telah dilakukan pada 15 Juli 2025 terkait relokasi para siswi. Mereka akan bergabung dengan penyandang disabilitas lainnya, sementara penempatan akan diatur oleh Griya Harapan Difabel.

“Kesepakatan antara kedua belah pihak bahwa tidak ada kebijakan untuk pengusiran dan aktivitas belajar kedua siswi dipastikan akan tetap berlanjut,” jelasnya.

Selama tahun 2024, aset bangunan Wisma Singosari yang digunakan oleh SLB A Pajajaran tidak digunakan secara optimal bahkan kosong selama delapan bulan. Pada tahun 2025, Pusat Pelayanan Sosial Griya Harapan Difabel mengalami peningkatan jumlah klien sehingga membutuhkan lebih banyak fasilitas wisma untuk menampung para klien.

“Sehingga pengoptimalan bangunan dan kebutuhan para klien, maka wisma akan digunakan secara bersama-sama,” ucap Andina.

Ketersediaan Logistik dan Kebutuhan Dasar

Mengenai logistik dan kebutuhan dasar seperti makanan, Dinas Sosial menyatakan bahwa alokasi yang ada saat ini memang terbatas. Namun, pihak Dinas sedang mengkaji solusi jangka panjang demi menjamin kenyamanan dan hak seluruh penghuni.

“Dinas Sosial sedang mengkaji solusi jangka panjang demi menjamin kenyamanan dan hak seluruh penghuni,” tegas Andina.

Tujuan Relokasi dan Lingkungan Inklusif

Andina menjelaskan bahwa relokasi ini dilakukan agar Wisma Singosari dapat digunakan sebagai panti rehabilitasi sosial bagi para disabilitas terlantar di panti. Hal ini bertujuan meningkatkan kualitas layanan dan lingkungan yang lebih inklusif. Namun, relokasi tidak akan mengganggu aktivitas pembelajaran maupun kegiatan para siswi.

“Dengan tersampaikannya klarifikasi ini, masyarakat diimbau untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang beredar. Semua pihak diharapkan dapat mendukung terciptanya lingkungan pendidikan inklusif yang harmonis, saling menghargai, dan bisa berjalan berdampingan,” tuturnya.

Pengalaman Siswa dan Pembimbing Asrama

Sebelumnya, Pembimbing Asrama Putri SLBN A Pajajaran, Anggita Pratiwi, mengatakan bahwa saat itu dirinya tengah berada di sekolah, namun tiba-tiba ada telepon masuk dari Pusat Layanan Sosial Griya Harapan Difabel (PPSGHD) Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat.

“Karena memang kami kan tinggal di sana. Mereka sampaikan bahwa memang asrama itu harus dikosongkan dan terakhir itu besok, ya hari ini. Tapi ternyata setelah saya konfirmasi ulang, itu sudah dikosongkan asrama itu,” ujar Anggita, Rabu (23/7).

Petugas telah terlebih dahulu memindahkan barang-barang dari asrama putri itu sesaat setelahnya menyampaikan bahwa ruangan tersebut akan digunakan. Saat itu, kunci gembok kamar pembimbing juga sudah dibongkar secara paksa.

“Barang-barang anak-anak sudah dikeluarkan dan kunci gembok yang ada di kamar pembimbing itu dibongkar dibobol secara paksa gitu. Terus mereka juga langsung masukin barang-barang milik dari klien atau alumni PPSGHD itu sendiri,” jelasnya.

Perbuatan dari PPSGHD, Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat ini membuat para siswi disabilitas kaget karena barang-barang dikeluarkan secara paksa tanpa ada pemberitahuan sebelumnya.

“Itu pas sudah sampai ke sana ya memang keadaan anak-anak itu syok, kaget gitulah. Mereka juga mengatakan bahwa kayak, 'Bu, kirain teh pulang cepat mau jalan-jalan tapi kok ternyata malah diusir, malah dibongkar, malah kayak gini.' gitu,” ujarnya.