Negosiasi Dagang AS-China Berlanjut di Stockholm, Tanda Kesepakatan Tarif Belum Jelas

Perundingan Dagang AS-China di Stockholm
Pada Senin (28/7/2025) waktu setempat, Amerika Serikat dan Tiongkok akan kembali menggelar perundingan dagang di Stockholm, Swedia. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas perpanjangan gencatan tarif menjelang tenggat waktu kesepakatan pada 12 Agustus. Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng akan memimpin pertemuan tersebut.
Pertemuan ini terjadi hanya sehari setelah Donald Trump menandatangani kesepakatan dagang besar dengan Uni Eropa. Kesepakatan tersebut mencakup tarif 15% atas ekspor dari UE ke AS serta komitmen pembelian energi dan peralatan militer dalam jumlah besar. Selain itu, ada rencana investasi senilai US$600 miliar di AS.
Namun, tidak ada harapan besar terhadap terobosan serupa dari perundingan AS-China kali ini. Para analis memperkirakan bahwa gencatan senjata tarif dan kontrol ekspor yang dicapai pada pertengahan Mei akan diperpanjang selama 90 hari. Perpanjangan ini dinilai dapat mencegah eskalasi lanjutan dan membuka ruang bagi pertemuan potensial antara Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada akhir Oktober atau awal November.
Isu-isu yang Dibahas
Putaran perundingan sebelumnya antara AS dan Tiongkok di Jenewa dan London pada Mei dan Juni berfokus pada penurunan tarif balasan dari level tiga digit dan upaya memulihkan arus perdagangan mineral tanah jarang dari Tiongkok serta chip AI Nvidia H20 dan barang-barang lain yang diblokir AS. Namun hingga kini, pembahasan belum menyentuh isu-isu struktural yang lebih dalam.
Salah satu masalah utama adalah keluhan AS atas model ekonomi Tiongkok yang dipimpin negara dan berorientasi ekspor, yang dinilai membanjiri pasar global dengan produk murah. Sementara itu, Tiongkok menilai kontrol ekspor AS atas teknologi sebagai upaya membendung pertumbuhan ekonominya.
Spekulasi Pertemuan Trump-Xi
Di balik negosiasi ini, mencuat pula spekulasi mengenai potensi pertemuan antara Trump dan Xi Jinping pada akhir Oktober. Trump menyatakan akan segera memutuskan apakah akan mengunjungi Tiongkok dalam kunjungan bersejarah yang bertujuan meredakan ketegangan dagang dan keamanan. Namun, jika terjadi eskalasi baru terkait tarif dan kontrol ekspor, maka peluang pertemuan tersebut bisa kandas.
Wendy Cutler, Wakil Presiden Asia Society Policy Institute, mengatakan bahwa pertemuan di Stockholm menjadi peluang awal untuk membangun fondasi kunjungan Trump ke Tiongkok. Bessent sebelumnya menyatakan ingin memperpanjang tenggat 12 Agustus guna mencegah pemberlakuan ulang tarif tinggi—145% dari sisi AS dan 125% dari sisi Tiongkok.
Persyaratan Tiongkok
Analis memperkirakan bahwa Tiongkok akan meminta penurunan total tarif AS yang kini mencapai 55% terhadap sebagian besar barang, serta pelonggaran lebih lanjut atas kontrol ekspor teknologi tinggi dari AS. Beijing menilai pembelian produk AS akan membantu menurunkan defisit dagang AS dengan Tiongkok, yang mencapai US$295,5 miliar pada 2024.
Saat ini, Tiongkok dikenai tarif 20% terkait krisis fentanyl di AS, 10% tarif balasan, dan bea masuk 25% untuk sebagian besar produk industri yang diberlakukan sejak masa jabatan pertama Trump.
Rekomendasi Ekonomi
Bessent juga menyampaikan bahwa dirinya akan mendiskusikan perlunya Tiongkok melakukan rebalancing ekonomi dari orientasi ekspor menuju permintaan domestik. Pergeseran ini akan mengharuskan Beijing mengatasi krisis properti yang berkepanjangan serta memperkuat jaminan sosial guna mendorong belanja rumah tangga.
Michael Froman, mantan perwakilan dagang AS di era Barack Obama, mengatakan bahwa dorongan perubahan ini sudah menjadi agenda pembuat kebijakan AS selama dua dekade. “Apakah tarif bisa benar-benar digunakan untuk mengubah strategi ekonomi Tiongkok secara fundamental? Itu masih menjadi tanda tanya,” ujar Froman, yang kini menjabat sebagai Presiden lembaga think tank Council on Foreign Relations.