Kronologi Kematian Ragil yang Bawa Yuyun ke Pengadilan

Kronologi Kematian Ragil yang Bawa Yuyun ke Pengadilan

Sidang Putusan Terdakwa dalam Kasus Kematian Ragil Alfarisi

Sidang putusan terhadap dua anggota Polsek Kumpeh Ilir, Bripka Yuyun Sanjaya dan Brigadir Faskal Wildanu Putra, digelar pada hari ini, Kamis (24/7/2025), di Pengadilan Negeri Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi. Keduanya menjadi terdakwa dalam kasus kematian tragis Ragil Alfarisi, seorang pemuda berusia 20 tahun yang ditemukan tewas di dalam sel tahanan pada September 2024 lalu.

Peristiwa tersebut menimbulkan perhatian luas karena menyangkut tindakan aparat kepolisian yang seharusnya menjaga keamanan dan perlindungan terhadap warga. Peristiwa bermula pada Rabu malam, 4 September 2024, saat Ragil diketahui sedang berkumpul dengan teman-temannya di sekitar rumah. Dua anggota polisi dari Polsek Kumpeh, yakni Bripka Yuyun dan Brigadir Faskal, datang dan langsung membawa Ragil dengan alasan sedang dicari pihak kepolisian.

Menurut pengakuan ayah Ragil, Ibnu Kasir, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah dan tanpa laporan polisi resmi. “Dia malam itu lagi main sama kawan-kawannya. Terus katanya dicari polisi, kemudian dibawa naik motor,” ujar Ibnu Kasir. Ia juga menyebutkan bahwa dugaan pencurian yang dituduhkan kepada anaknya tidak pernah dilaporkan ke polisi.

Beberapa jam setelah Ragil dibawa, keluarga mendapat kabar dari warga bahwa Ragil berada di puskesmas. Di sanalah, keluarga mendapati Ragil telah meninggal dunia. Kabar mengejutkan itu datang tanpa penjelasan resmi dari pihak berwenang. Ibnu Kasir mengatakan bahwa malam itu mereka sempat datang ke kantor Polsek Kumpeh untuk mencari informasi, namun mendapati kantor dalam keadaan kosong.

Pihak kepolisian saat itu menyatakan bahwa Ragil ditemukan tewas karena gantung diri menggunakan ikat pinggang di dalam sel tahanan. Namun keluarga menolak menerima pernyataan tersebut begitu saja. Jenazah Ragil kemudian dibawa ke Kota Jambi untuk dilakukan autopsi. Hasil autopsi justru membongkar fakta berbeda. Ragil diketahui meninggal bukan karena gantung diri, melainkan akibat luka di bagian belakang kepala yang menyebabkan pendarahan hebat.

Fakta ini menjadi dasar kuat bahwa Ragil diduga mengalami kekerasan sebelum meninggal dunia. Penyelidikan mendalam dilakukan oleh Polda Jambi, yang akhirnya menetapkan dua oknum polisi, Bripka Yuyun Sanjaya dan Brigadir Faskal Wildanu Putra, sebagai tersangka. Keduanya sempat menjalani rekonstruksi di lokasi kejadian dan kini menjalani proses peradilan sebagai terdakwa.

Dalam sidang tuntutan yang digelar pada Jumat (18/7/2025), Jaksa Penuntut Umum Kejari Muaro Jambi menuntut hukuman berat terhadap keduanya. “Sesuai fakta persidangan, menuntut hukuman 15 tahun penjara untuk keduanya,” ujar Angger Pratomo, Kasi Intelijen Kejari Muaro Jambi. JPU juga meminta agar masa tahanan yang telah dijalani dikurangkan dari pidana pokok dan meminta majelis hakim agar kedua terdakwa tetap ditahan selama proses hukum berlangsung.

Ibnu Kasir, ayah almarhum Ragil, hingga kini masih memendam kesedihan mendalam. Dalam kesempatan menjelang sidang putusan, ia berharap agar hakim dapat memberikan keadilan setimpal atas kematian anak laki-laki satu-satunya itu. “Harapan kami hukumlah setimpal, meskipun hukuman yang dijatuhkan masuk pasal 338. Saya minta hakim bijaksana melihat kasus ini,” ujarnya dengan suara berat.

Ibnu Kasir juga mengatakan bahwa tuntutan 15 tahun penjara terhadap kedua terdakwa dirasa masih kurang. Menurutnya, kehilangan Ragil adalah luka seumur hidup yang tak tergantikan. “Almarhum Ragil ini satu-satunya anak laki-laki kami, harapan kami,” katanya sambil menunjukkan foto mendiang putranya.

Ragil adalah anak bungsu dari empat bersaudara dan dikenal dekat dengan orangtuanya. Ibnu Kasir menambahkan, jika memang anaknya bersalah, ia bersedia menerima jika Ragil harus dihukum. Namun, ia tidak pernah menyangka bahwa anaknya justru meninggal dunia tanpa kesempatan untuk dibela atau dibuktikan kesalahannya. “Kalau dia salah, kami tidak apa-apa dia dihukum. Minimal kami bisa lihat dia. Tapi ini, anak kami sampai meninggal,” ucapnya lirih.

Kematian Ragil Alfarisi bukan hanya menyisakan duka bagi keluarga, tetapi juga menjadi alarm keras terhadap praktik kekerasan dalam institusi penegak hukum. Sidang putusan siang ini menjadi momen penentu, apakah keadilan benar-benar bisa ditegakkan untuk seorang pemuda yang meregang nyawa dalam tahanan, dan apakah aparat yang semestinya melindungi rakyat bisa benar-benar dimintai pertanggungjawaban.