Masyarakat Sipil Usulkan Solusi Penggunaan Ulang di Pertemuan WEF

Solusi Guna Ulang sebagai Strategi untuk Mengurangi Polusi Plastik
Koalisi masyarakat sipil di Indonesia menawarkan solusi guna ulang sebagai langkah proaktif dalam menghadapi isu polusi plastik. Inisiatif ini disampaikan dalam acara World Economic Forum (WEF) yang berlangsung di Jenewa, Swiss, pada hari Minggu (3/8). Tiza Mafira dari Dietplastik Indonesia menjelaskan bahwa sistem guna ulang telah menjadi solusi yang diterapkan oleh masyarakat sejak lebih dari sepuluh tahun lalu.
“Masyarakat tidak menunggu. Kami sudah membangun sistem pengganti plastik sekali pakai,” ujar Tiza saat berbicara dalam sesi Solutions Day WEF di Jenewa. Ia juga menyebutkan bahwa ada dua perspektif berbeda dalam negosiasi perjanjian pengurangan polusi plastik. Sebagian pihak ingin melarang penggunaan plastik dan bahan kimia berbahaya sejak awal, sementara sebagian lainnya hanya fokus pada pengelolaan sampah di akhir rantai.
Peran Sistem Guna Ulang dalam Perekonomian
Sistem guna ulang tidak hanya membantu lingkungan, tetapi juga memberikan peluang ekonomi baru. Dalam beberapa tahun terakhir, potensi ekonomi dari sistem ini mencapai hingga Rp82 miliar. Selain itu, organisasi seperti OECD menyatakan bahwa kebocoran sampah plastik di kawasan ASEAN+3 bisa turun hingga 95% pada tahun 2050 jika sistem pengelolaan sampah diperbaiki.
Menjelang pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC) 5.2 tentang Perjanjian Plastik, Tiza mengusulkan beberapa langkah penting. Pertama, guna ulang wajib harus menjadi target nasional. Kedua, pelarangan penggunaan plastik sekali pakai yang bisa dihindari. Ketiga, menghapus subsidi untuk produk plastik serta meningkatkan tanggung jawab produsen (Extended Producer Responsibility atau EPR) untuk plastik berisiko.
UNEP juga menekankan pentingnya adanya target guna ulang, EPR, dan pedoman global agar industri lebih proaktif dalam inovasi. Dari sudut pandang perusahaan, SC Johnson menyarankan penggunaan mekanisme permintaan untuk mengurangi produksi plastik baru. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan target post-consumer recycled (PCR), larangan penggunaan bahan berbahaya, serta insentif guna ulang.
Dukungan Kebijakan dan Ekonomi untuk Sistem Guna Ulang
Di tingkat lokal, Asosiasi Guna Ulang Indonesia (AGUNI) telah diluncurkan dengan sepuluh anggota usaha. Di tingkat regional, Asia Reuse Consortium juga dibentuk dengan lima negara anggota, yaitu Indonesia, Vietnam, Filipina, Thailand, dan India. Di skala global, Global Reuse Alliance sedang dirintis dan akan menghubungkan enam jaringan regional.
Meski kesiapan dari masyarakat sipil sudah muncul, dukungan kebijakan dan ekonomi dari pemerintah masih diperlukan. Sampai saat ini, dukungan finansial tergolong minim, meskipun sistem guna ulang berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja hijau. World Plastics Council menyoroti pentingnya kejelasan regulasi dan investasi yang adil untuk infrastruktur sampah di negara berkembang. Namun, hal ini belum tercapai meskipun industri menyatakan kesiapan untuk investasi sirkular.
Pentingnya Peran Kebijakan dan Investasi
Oleh karena itu, INC 5.2 harus dimanfaatkan untuk menghasilkan perjanjian yang mendukung sistem guna ulang. Dukungan tersebut dapat berupa penyesuaian skema pembiayaan berdasarkan hierarki pengelolaan sampah, mulai dari reduce, reuse, recycle, baru disposal. Selain itu, dukungan terhadap inovator akar rumput, UMKM, serta infrastruktur guna ulang juga perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan solusi lingkungan dan ekonomi sirkular.
Sampai saat ini, sebagian besar dana justru dikucurkan untuk solusi-solusi di akhir, seperti pembakaran sampah. Data dari OECD dan Circulate Initiative menunjukkan bahwa dana pembangunan di ranah isu plastik masih kurang dari 0,5% Official Development Assistance (ODA) global. Sebanyak 83% investasi swasta justru menyasar ke solusi hulu, yaitu daur ulang. Asia hanya menerima bantuan sebesar 5%, sementara Afrika bahkan hanya 0,5%.
Situasi ini menunjukkan perlunya peran kebijakan dan ekosistem investasi yang kuat, termasuk blended finance untuk mengurangi risiko investasi di solusi hulu, serta mengarahkan kembali dana pengembangan untuk reuse dan redesign. Dengan pendekatan yang lebih komprehensif, sistem guna ulang bisa menjadi solusi utama dalam mengurangi polusi plastik secara berkelanjutan.