Dinyatakan Bersalah, Kolonel Purn Igit Banding, Korban Berharap Keadilan di Pengadilan Militer Utama

Dinyatakan Bersalah, Kolonel Purn Igit Banding, Korban Berharap Keadilan di Pengadilan Militer Utama

Proses Banding yang Diambil oleh Mantan Ketua Puskopkar A Bukit Barisan

Kolonel (Purn) Igit Donolego, mantan ketua Pusat Koperasi Kartika (Puskopkar) A Bukit Barisan, yang sebelumnya dinyatakan bersalah atas penyalahgunaan kewenangan oleh Pengadilan Militer Tinggi I Medan, kini mengajukan banding ke Pengadilan Militer Utama. Proses ini diketahui setelah pihak pelapor, Santo Sumono, bersama kuasa hukumnya, Leo L Napitupulu, datang ke Pengadilan Militer Tinggi Medan untuk mempertanyakan perkembangan banding yang sedang berlangsung.

Leo Napitupulu, kuasa hukum Santo Sumono, menjelaskan bahwa tujuan dari kedatangan mereka adalah untuk mengetahui sejauh mana proses banding yang diajukan oleh terdakwa di Pengadilan Militer Utama Jakarta. Ia menegaskan bahwa pihaknya sangat khawatir dengan hasil putusan yang telah diberikan dan berharap agar proses hukum dapat berjalan adil.

Dalam kasus ini, Igit Donolego dinyatakan terbukti menyalahgunakan wewenangnya saat menjabat sebagai ketua Puskopkar A Bukit Barisan. Tindakan tersebut melibatkan pengakhiran kerja sama dengan Santo Sumono, yang menurut undang-undang memiliki unsur Pasal 126 KUHPM sesuai Pasal 374 KUHP. Akibatnya, ia dihukum pidana penjara selama tiga bulan dengan masa percobaan empat bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi Medan.

Sejarah Kerja Sama yang Berujung pada Perselisihan

Kerja sama antara Santo Sumono dengan Puskopkar A Bukit Barisan dimulai sejak tahun 1993 dalam pengelolaan perkebunan sawit seluas 714 hektare di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Menurut perjanjian awal, kerja sama ini akan berlangsung hingga tahun 2040, dengan pengelolaan dilakukan oleh PT. Poly Kartika Sejahtera, sebuah perusahaan yang didirikan bersama.

Namun, situasi berubah ketika ada surat dari komando militer yang meminta pembangunan pangkalan militer di lahan tersebut. Dengan kesepakatan bersama, pihak terkait menunjuk akuntan publik untuk menilai aset yang bernilai sekitar Rp 47 miliar. Selanjutnya, terjadi kesepakatan pembayaran kompensasi senilai total Rp 37 miliar, di mana Santo Sumono mendapat bagian sebesar Rp 20,35 miliar.

Penyimpangan yang Dilakukan oleh Igit Donolego

Setelah Kolonel Igit Donolego menjadi ketua Puskopkar, kesepakatan tersebut tidak dilaksanakan. Bahkan, secara sepihak, Igit mengusir pekerja PT. Poly Kartika Sejahtera dari lahan kebun menggunakan kekuatan militer. Hal ini menyebabkan kerja sama dialihkan ke pihak ketiga, yaitu Rudy dan Aspin, yang kemudian mengelola perkebunan tersebut. Hasilnya, Puskopkar A Bukit Barisan dan pihak ketiga saling menikmati keuntungan dari pengelolaan kebun sawit tersebut.

Leo Napitupulu menyebutkan bahwa tindakan tersebut sangat merugikan pihak Santo Sumono. Selain itu, ada dugaan kuat kolusi dalam pengelolaan kebun sawit tersebut. Surat Perintah Kerja (SPK) yang diberikan kepada Rudy ternyata memiliki tembusan ke Kodam, sementara Surat Kuasa Jual tandan kelapa sawit ke Aspin Tanadi tidak memiliki tembusan ke jajaran Kodam I BB. Hal ini menimbulkan kecurigaan dan dugaan kolusi antara Igit dan mantan Kasdam.

Kekhawatiran atas Putusan Pengadilan Militer Tinggi

Selain itu, menurut keterangan saksi di persidangan, Juliani, yang dulunya bekerja di bagian keuangan unit perkebunan Puskopkar, dipindahkan ke perusahaan milik Aspin. Kejadian ini menambah tanda tanya besar bagi pihak Santo Sumono.

Dengan adanya banding yang diajukan oleh Igit ke Pengadilan Militer Utama Jakarta, Leo berharap pihaknya bisa mendapatkan keadilan. Sebagai korban yang dirugikan, ia berharap Pengadilan Militer Utama dapat menguatkan putusan Pengadilan Militer Tinggi Medan atau bahkan menambah hukuman bagi terdakwa. Dengan demikian, harapan keadilan dapat tercapai dan korban bisa mendapatkan perlindungan hukum yang layak.