Eva Noor: Anak-Anak Jadi Penjaga Keamanan Dunia Maya

Pentingnya Kesadaran Digital pada Generasi Muda
YOGYAKARTA – Ketua Indonesia Women in Cyber Security (IWCS), Eva Noor, menekankan bahwa memberikan kesadaran digital kepada generasi muda sejak dini sangat penting. Menurutnya, anak-anak bukan hanya pengguna internet, tetapi juga bisa menjadi agen perubahan dalam menjaga keamanan dunia maya.
“Anak-anak sangat pintar, tapi mereka juga butuh dibimbing. Mereka harus tahu bahwa internet bisa jadi tempat yang menyenangkan tapi juga berisiko,” ujar Eva Noor dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Minggu (4/8/2025).
Pernyataan ini disampaikan setelah suksesnya pelaksanaan program literasi digital Cyber Safe Kids yang diadakan di Museum Sandi, Yogyakarta, pada 28 Juli 2025. Program ini merupakan kolaborasi antara IWCS dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melalui inisiatif Gerakan Literasi Keamanan Siber (GELITIKS).
Program ini melibatkan siswa-siswi dari 40 SMP di Yogyakarta dengan tujuan membentuk kesadaran keamanan digital sejak dini melalui pendekatan edukatif yang menyenangkan dan aplikatif.
“Menjadi warga digital yang cerdas bukan hanya tugas orang dewasa. Anak-anak juga bisa, dan layak dipercaya menjadi pahlawan digital sejak sekarang,” tegas Eva Noor.
Belajar Literasi Digital Lewat Teater dan Kuis Interaktif
Berbeda dari seminar konvensional, Cyber Safe Kids dikemas dalam bentuk teater mini, visual edukatif, dan kuis-kuis ringan yang disesuaikan dengan dunia anak-anak. Selama satu jam, para siswa diajak menyelami beragam persoalan nyata di dunia digital—dari cyberbullying, akun palsu, konten hoaks berbasis AI, hingga pentingnya menjaga privasi dan jejak digital.
“Acara ini beda dari biasanya. Kita diajak mikir, main, dan bisa tanya bebas soal internet,” ujar seorang siswa kelas 7 dari SMP di Kota Yogyakarta.
Kegiatan ini juga menjadi ruang diskusi terbuka. Banyak siswa mengajukan pertanyaan kritis, seperti bagaimana mengenali akun palsu, apa itu deepfake, hingga kenapa hoaks mudah menyebar di media sosial. Eva Noor mengapresiasi antusiasme peserta yang luar biasa.
“Ini membuktikan bahwa anak-anak tidak hanya pengguna internet, tapi juga peduli dan ingin paham. Kita tinggal beri ruang dan metode yang sesuai,” katanya.
Salah satu fasilitator IWCS menambahkan, beberapa siswa bahkan mempertanyakan mengapa kampanye anti-cyberbullying masih belum cukup menghentikan praktik perundungan siber—menandakan tumbuhnya kesadaran digital yang reflektif di kalangan pelajar.
Penyebaran Pengetahuan Melalui Materi Edukatif Cetak
Eva menekankan, misi Cyber Safe Kids tak berhenti di ruang kelas. IWCS membekali para peserta dengan materi edukatif cetak agar mereka dapat menyebarkan kembali pengetahuan yang didapat kepada adik, tetangga, hingga orangtua mereka sendiri.
“Anak-anak bisa cerita ulang soal bahaya klik sembarangan atau pentingnya jaga privasi ke orang tua mereka. Mereka bisa jadi agen perubahan di lingkungannya,” ujar Eva.
Sebagai bagian dari program Perempuan Pelita Digital, inisiatif IWCS ini menargetkan menjangkau sedikitnya 70 sekolah di seluruh Indonesia hingga akhir 2025. IWCS optimistis, kolaborasi dengan BSSN serta keterlibatan aktif dari siswa dan guru akan memperkuat upaya literasi keamanan digital di kalangan remaja.
Dengan pendekatan kontekstual, menyenangkan, dan sarat makna menjadikan literasi digital sebagai pengalaman yang tidak hanya mendidik, tetapi juga membekas.
“Karena menjadi warga digital yang cerdas bukan hanya tugas orang dewasa — anak-anak pun bisa menjadi bagian penting dari masa depan yang aman di dunia maya,” kata Eva Noor.