UNICEF: 1 dari 3 Warga Palestina di Gaza Kelaparan Selama Berhari-hari

UNICEF: 1 dari 3 Warga Palestina di Gaza Kelaparan Selama Berhari-hari

Krisis Kelaparan di Gaza Memuncak, Anak-Anak Terancam Kehilangan Nyawa

Situasi kemanusiaan di wilayah Gaza terus memburuk, dengan ancaman kelaparan yang mengancam kehidupan ratusan ribu penduduk, terutama anak-anak. Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) menyatakan bahwa satu dari tiga orang di sana tidak makan selama berhari-hari, menunjukkan tingkat keparahan yang sangat tinggi. Wakil Direktur Eksekutif UNICEF untuk aksi kemanusiaan dan operasi pasokan, Ted Chaiban, menyampaikan peringatan keras tentang risiko yang dihadapi masyarakat Gaza.

“Saat ini, lebih dari 320 ribu anak kecil berisiko mengalami kekurangan gizi akut,” ujar Chaiban dalam sebuah pernyataan. Ia menekankan bahwa indikator malnutrisi di Gaza telah melewati ambang batas kelaparan parah. “Di sanalah penderitaan paling parah terjadi dan anak-anak meninggal dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kita berada di persimpangan jalan, dan pilihan yang diambil saat ini akan menentukan apakah puluhan ribu anak akan hidup atau mati.”

Angka Kematian Akibat Kelaparan Meningkat Pesat

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa tujuh warga Palestina, termasuk seorang anak, meninggal dunia akibat kelaparan dan kekurangan gizi pada Sabtu (2/8/2025). Dengan demikian, jumlah kematian akibat kelaparan di Jalur Gaza telah mencapai 169 orang sejak Oktober 2023, termasuk 93 anak-anak. Situasi ini menunjukkan peningkatan drastis dalam jumlah korban yang disebabkan oleh kurangnya akses terhadap makanan.

Sejak Maret 2025, Israel mulai memblokir masuknya bantuan makanan ke Gaza. Meski blokade tersebut dilonggarkan pada akhir Mei, distribusi bantuan diambil alih oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), lembaga yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat (AS). Namun, data PBB menunjukkan bahwa lebih dari 1.300 warga Palestina telah terbunuh saat berusaha mendapatkan makanan dari pusat-pusat bantuan milik GHF. Beberapa pengungkap fakta (whistleblower) mengungkapkan bahwa sebagian besar korban sengaja ditembak oleh tentara Israel atau kontraktor keamanan AS yang disewa oleh GHF.

Bantuan Kemanusiaan Masuk dengan Jumlah yang Sangat Terbatas

Pada Jumat (1/8/2025), hanya 73 truk bantuan kemanusiaan yang berhasil memasuki Jalur Gaza. Sebagian besar dari mereka bahkan dijarah karena kekosongan keamanan. Pihak berwenang sebelumnya menyatakan bahwa minimal 600 truk bantuan dan bahan bakar harus memasuki wilayah tersebut setiap hari demi memenuhi kebutuhan mendesak lebih dari 2 juta penduduk Gaza.

Beberapa negara Barat dan Arab mulai melakukan pengiriman bantuan melalui udara awal pekan ini. Namun, lembaga-lembaga bantuan tidak yakin bahwa metode ini dapat menyediakan cukup makanan secara aman demi mengatasi krisis yang semakin parah. “Lihatlah, pada tahap ini, semua metode harus digunakan — setiap pintu masuk, setiap rute, setiap cara pengiriman — tetapi bantuan udara tidak bisa menggantikan volume dan skala yang dapat dicapai oleh konvoi melalui darat,” kata pejabat UNICEF, Chaiban.

Ketidakamanan Menambah Kesulitan Warga Gaza

Ahmed al-Najjar, seorang jurnalis Gaza yang mengungsi di Khan Younis, mengungkapkan bahwa warga Palestina di wilayah tersebut menghadapi tragedi dan siksaan di tengah gempuran bom, kelaparan, dan perasaan tidak aman. “Kami tidak hanya berbicara tentang ketakutan terus-menerus akan bom Israel yang dijatuhkan di atas kepala kami, tetapi juga tentang kekosongan total dalam hal keamanan dan kekuasaan, yang membuat kami di sini merasa tidak yakin dan tidak aman atas keselamatan kami sendiri,” katanya.

Ia menambahkan bahwa berjalan di luar dan pergi membeli sekantong tepung atau kebutuhan pokok lainnya sudah membuat orang merasa tidak yakin apakah mereka bisa pulang dengan selamat. “Tidak ada kehadiran polisi atau pasukan keamanan di jalanan; kami justru menyaksikan penargetan terus-menerus dan sistematis terhadap aparat kepolisian di dalam ‘zona aman’ ini,” tambahnya.