Kasus Gibran, Mantan CEO eFishery dan Pelajaran bagi Investor Saham

Perjalanan Gibran Huzaifah dari Pemimpin Muda ke Tahanan Polisi
Gibran Huzaifah, mantan CEO eFishery, akhir Juli 2025 resmi ditahan oleh pihak kepolisian. Ia terlibat dalam kasus manipulasi data finansial yang terjadi selama proses akuisisi perusahaan teknologi oleh eFishery pada tahun 2024. Peristiwa ini menjadi langkah penting dalam penegakan hukum terhadap praktik tidak etis di dunia bisnis.
Perjalanan hidup Gibran memang menarik untuk diperhatikan. Sebagai lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), ia menunjukkan bakat dan kemampuan yang luar biasa. Karier Gibran berkembang pesat setelah mendirikan eFishery pada tahun 2013. Nama Gibran mulai dikenal publik setelah masuk dalam daftar Forbes 30 Under 30 Asia pada tahun 2017. Pada tahun 2023, eFishery menerima pendanaan Seri D senilai USD 200 juta, yang membuat perusahaan tersebut resmi menjadi unicorn.
Namun, kisah sukses Gibran berubah drastis ketika dugaan manipulasi laporan keuangan muncul. Investor menemukan adanya pemalsuan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan realita. Aparat penegak hukum segera bertindak setelah hasil investigasi mengungkap fakta-fakta yang membenarkan tudingan investor. Beberapa data penting perusahaan diduga telah dimanipulasi agar kinerja perusahaan terlihat lebih menarik di mata investor.
Menurut laporan, eFishery melaporkan laba sebesar USD 16 juta (sekitar Rp 230 miliar) pada September 2024, tetapi hasil investigasi menyatakan bahwa perusahaan justru mengalami kerugian sebesar USD 35,4 juta (sekitar Rp 575 miliar). Selain itu, eFishery mengklaim memiliki 400.000 smart feeder, padahal penyelidikan hanya menemukan 24.000 unit.
Kini, reputasi Gibran yang dulu sangat dihargai publik kini berada di titik terendah. Ia tidak hanya kehilangan karier dan reputasi, tetapi juga harus mempertanggungjawabkan kesalahannya melalui prosedur hukum. Sebelumnya, Gibran dianggap sebagai salah satu tokoh muda yang membawa nama bangsa harum dan menjadi inspirasi bagi generasi muda.
Namun, kini ia dicemooh sebagai perusak citra investasi dalam negeri. Ia dituding telah mencoreng bisnis startup yang sempat dianggap sebagai sektor yang paling menjanjikan. Kasus ini juga mengingatkan kita akan pentingnya transparansi dan kejujuran dalam pelaporan keuangan perusahaan.
Dunia Investasi Saham dan Praktik Manipulasi Laporan Keuangan
Dalam dunia investasi saham, praktik manipulasi laporan keuangan seperti yang terjadi pada eFishery sering terjadi. Ada istilah "financial engineering" yang merujuk pada upaya mengutak-atik laporan keuangan agar terlihat bagus di mata publik. Ini membutuhkan keahlian khusus karena harus bisa mengelabui tim auditor publik.
Tujuan utama dari manipulasi laporan keuangan adalah untuk menarik investor potensial. Jika eFishery benar-benar melaporkan kerugian besar, coba bayangkan berapa banyak investor yang bersedia menanamkan modalnya. Di pasar saham, ada sekitar 900 perusahaan publik yang tercatat, sehingga investor publik bisa membeli sahamnya.
Investor membeli saham karena prospek kinerja perusahaan yang baik. Kebanyakan investor mempercayai laporan keuangan perusahaan sebagai acuan. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua laporan keuangan benar-benar mencerminkan kondisi nyata perusahaan. Banyak perusahaan melaporkan keuntungan, namun ternyata hanya catatan di atas kertas tanpa arus kas nyata.
Ada juga contoh lain, meskipun bukan termasuk manipulasi, yaitu perusahaan yang sebelumnya merugi, tiba-tiba melaporkan keuntungan besar. Investor mungkin tergiur untuk membeli saham, tetapi setelah diteliti lebih dalam, ternyata keuntungan tersebut berasal dari penjualan aset. Hal ini bisa menjadi sinyal buruk untuk masa depan perusahaan.
Jadi, sebagai investor, kita perlu kritis dan tidak langsung percaya pada laporan keuangan semata. Kita harus menduga bahwa laporan tersebut mungkin sudah dipoles agar kelihatan bagus. Keuntungan yang diklaim perusahaan harus jelas dan transparan serta bisa ditelusuri penggunaannya. Jika tidak, maka itu bisa menjadi tanda bahaya.