Lebih Baik dari LQ-45, Ini Kinerja Emiten Kompas100 Semester I-2025

Featured Image

Kinerja Indeks Kompas100 Lebih Baik Dibanding LQ45

Pada awal tahun 2025, indeks Kompas100 mencatat kenaikan sebesar 0,29% secara year to date (YTD), sementara indeks LQ45 mengalami penurunan sebesar 3,68% YTD. Meskipun demikian, indeks Kompas100 masih kalah dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang naik hingga 6,15% YTD. Hal ini menunjukkan bahwa meski kinerja Kompas100 lebih baik dibandingkan LQ45, ia masih tertinggal dari IHSG.

Menurut Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, pencetak laba dan pendapatan terbesar dari Kompas100 pada semester pertama 2025 berasal dari tiga sektor utama, yaitu bahan baku, konsumer siklikal, dan teknologi. Kenaikan laba bersih di ketiga sektor ini sangat signifikan jika dilihat secara tahunan. Perbedaan kinerja antara Kompas100 dan LQ45 disebabkan oleh fakta bahwa indeks Kompas100 tidak terlalu bergantung pada emiten perbankan besar seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), dan Bank Central Asia (BBCA) yang sedang menghadapi tekanan signifikan.

Sebaliknya, indeks LQ45 memiliki bobot yang lebih berat pada sektor perbankan. Selain itu, indeks Kompas100 juga didukung oleh saham-saham non-bank, termasuk bahan baku, konsumer siklikal, dan teknologi yang mencatat pertumbuhan laba yang kuat. Sentimen positif seperti investasi Danantara di proyek hilirisasi dan kenaikan harga tembaga akibat tarif Trump juga turut mendukung kinerja indeks ini.

Perbedaan Komposisi Konstituen

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy, menjelaskan bahwa komposisi konstituen Kompas100 terdiri dari emiten middle cap dan small cap yang memiliki pergerakan saham yang lebih baik dibandingkan emiten LQ45. Menurutnya, meskipun saham-saham good companies dalam LQ45 tidak sebaik yang diharapkan, kinerja Kompas100 tetap stabil karena adanya emiten-emitennya yang tergolong sebagai good stock.

Analis Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, menilai bahwa komposisi indeks Kompas100 lebih resilien di tengah kondisi pasar saat ini, terutama karena diversifikasi yang lebih baik. Sebaliknya, indeks LQ45 didominasi oleh saham-saham bank besar yang sedang mengalami tekanan dari sisi kinerja dan likuiditas. Saat ini, pasar cenderung digerakkan oleh saham-saham mid-small cap.

Prospek Kinerja dan Rekomendasi Saham

Budi mengatakan bahwa emiten yang tergolong good stock kemungkinan akan tetap diminati di semester kedua 2025. Hal ini terutama karena pergerakan saham LQ45 yang masih terus turun, sehingga membuat investor enggan membelinya. Ia juga menyatakan bahwa pertumbuhan indeks akan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi riil.

Liza melihat prospek positif untuk emiten konstituen Kompas100, meskipun ada beberapa catatan. Ada tiga sentimen utama yang dapat mendorong kinerja mereka di semester II. Pertama, pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang bisa berpotensi menurunkan suku bunga acuan sebesar 20–50 basis poin (bps). Kedua, stabilitas makro global dan deeskalasi geopolitik yang dapat meningkatkan risk appetite investor. Terakhir, pemulihan konsumsi domestik dan aktivitas ekonomi yang mendukung kinerja emiten konsumer dan konsumer siklikal.

Namun, ada juga sentimen negatif yang harus diperhatikan, seperti pelemahan harga komoditas yang menekan sektor energi, serta tingginya volatilitas saham big cap jika risiko perekonomian global kembali meningkat. Sektor bahan baku, konsumer siklikal, teknologi, dan perbankan diproyeksikan menjadi pemenang di semester II.

Ekky pun melihat bahwa saham-saham mid-small cap masih akan bergerak kuat dibandingkan big cap. Namun, situasi ini bisa berubah jika ekonomi membaik dan dana asing kembali masuk. Kinerja indeks Kompas100 juga berpeluang membaik jika sentimen positif seperti pemulihan konsumsi domestik, penurunan suku bunga, dan stabilisasi likuiditas perbankan terus berlanjut.

Sektor konsumer dan properti diperkirakan menjadi motor utama penggerak indeks, terutama jika pemerintah mendorong stimulus tambahan di paruh kedua 2025. Selain itu, kekhawatiran tekanan global mulai mereda dan arah kebijakan suku bunga sudah menunjukkan tren pelonggaran. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan daya beli dan aktivitas ekonomi di dalam negeri.

Ekky merekomendasikan beli untuk PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dengan target harga Rp 500 per saham. Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, melihat bahwa pergerakan saham PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) ada di level support Rp 135 per saham dan resistance Rp 150 per saham. Ia pun merekomendasikan beli untuk DMAS dengan target harga Rp 150 per saham.