Marah Tanpa Berteriak, Tips Orangtua Kendalikan Emosi untuk Anak

Kekerasan pada Anak di Indonesia dan Upaya Mencegahnya
Kehidupan anak-anak di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, salah satunya adalah maraknya kasus kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menunjukkan bahwa pada bulan Januari hingga Juni 2025 terdapat sekitar 12.500 kasus kekerasan anak. Dari jumlah tersebut, sekitar 10.000 kasus adalah kekerasan seksual terhadap anak perempuan.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan para pendidik, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) bersama KemenPPPA mengadakan seminar untuk para guru PAUD dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli mendatang.
Pentingnya Kontrol Emosi Orang Dewasa
Asisten Departemen Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Pemenuhan Hak Anak Wilayah III KemenPPPA, Endah Sri Rejeki menjelaskan bahwa banyak kasus kekerasan pada anak tidak disengaja, melainkan karena kurangnya kemampuan orang dewasa dalam mengontrol emosi. Ia menekankan pentingnya pemahaman diri dan pengaturan emosi.
Endah menjelaskan bahwa setiap orang memiliki sifat yang berbeda. Ada yang mudah marah dan cenderung meledak-ledak saat sedang tidak nyaman. Dalam situasi seperti ini, ia menyarankan agar orang dewasa mencoba menghindari kontak langsung dengan anak-anak.
Anak sebagai Peniru yang Hebat
Ketua III PP Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI), Reni Kusumowardhani menekankan bahwa orang dewasa perlu memahami kebutuhan perlindungan, keamanan, dan keselamatan anak. Selain itu, mereka juga harus mampu mengenali emosi diri sendiri ketika sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.
Reni memberikan contoh bagaimana emosi yang diekspresikan oleh orang dewasa bisa sangat ekstrem, bahkan sampai membuat benda-benda seperti piring terbang. Hal ini berisiko membuat anak-anak belajar dan meniru tindakan negatif tersebut.
“Anak-anak itu peniru yang sangat ulung,” ujar Reni. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa orang dewasa boleh saja memiliki emosi yang tidak baik, tetapi perlu memberi ruang bagi anak-anak untuk juga merasakan hal yang sama tanpa batasan yang terlalu ketat.
Strategi Komunikasi yang Efektif
Reni menyarankan agar orang tua dan guru di sekolah PAUD meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Ia menekankan bahwa komunikasi yang efektif tidak hanya tentang isi pesan, tetapi juga cara penyampaian.
“Cobalah merendahkan posisi Anda sehingga tinggi Anda sejajar dengan anak. Ini akan membuat anak merasa nyaman dan lebih mudah memahami apa yang ingin Anda sampaikan,” jelas Reni.
Pola Asuh Tanpa Teriakan: Screamfree Parenting
Wakil Kepala Rumah Main Cikal, Ainul Yaqin menjelaskan bahwa pola asuh tanpa teriakan atau bentakan dikenal dengan istilah Screamfree Parenting. Pola ini semakin populer di kalangan orang tua muda masa kini.
Ainul menyarankan beberapa refleksi yang bisa dilakukan orangtua dalam menerapkan pola asuh ini:
-
Pahami bahwa anak sedang belajar
Anak-anak membutuhkan proses untuk belajar mengenai diri mereka sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitarnya. Refleksi ini memberi kesempatan bagi anak untuk belajar dari kesalahan mereka. -
Lakukan refleksi berkala mengenai respon emosi
Emosi merupakan bagian penting dari diri kita. Saat kita merasa ingin berteriak atau marah, penting untuk melakukan refleksi apakah ini cara yang tepat.
Dengan melakukan refleksi dan evaluasi, orangtua dapat memastikan bahwa cara mereka mendidik anak sudah benar. Ainul menekankan bahwa kunci utama adalah refleksi diri dan memberi waktu untuk berdamai dengan diri sendiri sebelum bereaksi. Dengan begitu, orangtua akan lebih tenang dan mampu menunjukkan reaksi yang sesuai.