130 Ribu Warga Thailand Mengungsi Akibat Perang dengan Kamboja

130 Ribu Warga Thailand Mengungsi Akibat Perang dengan Kamboja

Ratusan Ribu Warga Thailand Mengungsi Akibat Konflik dengan Kamboja

Pertempuran antara pasukan Thailand dan Kamboja telah memicu eskalasi terbesar dalam lebih dari satu dekade terakhir. Sebanyak lebih dari 130 ribu warga Thailand terpaksa meninggalkan rumah mereka di sepanjang perbatasan akibat konflik ini. Dalam insiden tersebut, setidaknya 32 orang tewas, dengan mayoritas korban adalah warga sipil. Pertempuran telah menyebar ke 12 lokasi berbeda di sepanjang garis perbatasan.

Evakuasi Massal di Empat Provinsi Thailand

Pemerintah Thailand melakukan evakuasi massal di empat provinsi yaitu Ubon Ratchathani, Si Sa Ket, Surin, dan Buri Ram. Para pengungsi kini ditempatkan di 295 lokasi penampungan sementara yang disiapkan oleh pihak berwenang. Beberapa warga bahkan harus melarikan diri di tengah malam hanya membawa barang bawaan seadanya.

Pemerintah telah mengerahkan tim medis darurat serta layanan kesehatan mental untuk membantu para korban. Salah satu insiden paling parah terjadi ketika sebuah roket menghantam pom bensin PTT di distrik Kantharalak. Serangan ini menewaskan tujuh warga sipil yang sedang berada di dalam toko serba ada di lokasi tersebut.

Seorang pengungsi bernama Ngerntra Pranoram mengungkapkan rasa prihatinnya terhadap kondisi para lansia dan penyandang disabilitas yang kesulitan mencapai tempat penampungan. Menurut data resmi, 19 warga Thailand tewas dalam konflik ini, termasuk 13 warga sipil, salah satunya seorang anak berusia delapan tahun. Sementara itu, Kamboja melaporkan 13 warganya tewas dan sekitar 23 ribu orang dievakuasi.

Potensi Perang Antara Thailand dan Kamboja

Ketegangan antara kedua negara telah memuncak setelah lima tentara Thailand terluka akibat ledakan ranjau darat pada Rabu (23/7/2025). Thailand menuduh bahwa ranjau tersebut baru saja dipasang oleh Kamboja. Keesokan harinya, pertempuran meletus, dengan pasukan Kamboja dituduh memulai bombardir menggunakan artileri dan sistem roket BM-21 yang menargetkan wilayah sipil di Thailand.

Militer Thailand merespons dengan tembakan balasan artileri untuk melindungi kedaulatannya. Angkatan Udara Thailand juga mengerahkan jet tempur F-16 dan melancarkan serangan udara ke sasaran militer di dalam wilayah Kamboja. Kedua belah pihak saling menyalahkan atas pelanggaran norma internasional.

Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, menyatakan bahwa konflik ini bisa berkembang menjadi perang. Ia menilai agresi semakin meningkat dan potensi perang masih terbuka meski saat ini masih dalam tahap pertikaian dengan senjata berat.

Kamboja Meminta Gencatan Senjata

Kamboja telah meminta pertemuan darurat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membahas krisis ini. Utusan Kamboja juga menyerukan gencatan senjata segera dan tanpa syarat. Malaysia, sebagai ketua ASEAN tahun ini, mengajukan proposal gencatan senjata. Thailand menyetujui tawaran tersebut, tetapi menyoroti bahwa serangan dari Kamboja masih berlangsung sepanjang hari.

Amerika Serikat dan China menyatakan keprihatinan atas situasi ini dan mendesak Thailand serta Kamboja untuk menahan diri serta mencari solusi damai. Ketegangan antara kedua negara dipicu oleh sengketa perbatasan yang berlarut-larut.

Menteri Pembangunan Sosial dan Keamanan Manusia Thailand, Varawut Silpa-archa, menyampaikan bahwa serangan-serangan ini tidak hanya melanggar perbatasan, tetapi juga melanggar prinsip kemanusiaan. Ia mengungkapkan bahwa serangan tersebut telah menghancurkan rasa aman bagi masyarakat biasa dan menimbulkan ketakutan di tengah komunitas yang damai.