Cara Pembagian Royalti untuk Pencipta, Produser, dan Pemilik Hak

Penjelasan tentang Pembagian Royalti Musik di Indonesia
Ketua Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (Selmi), Jusak Irwan Setiono, memberikan penjelasan terkait mekanisme pembagian royalti kepada para pencipta lagu, produser, dan pemilik hak lainnya. Menurutnya, proses pembagian tersebut selama ini hanya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dengan pihak-pihak yang memiliki hak terkait.
“Detail penghitungan ini merupakan kesepakatan antara LMKN dengan pihak-pihak terkait karena tidak ada peraturan rincinya dalam undang-undang,” ujar Jusak saat dihubungi pada Ahad, 27 Juli 2025.
Dalam kesepakatan yang telah dibuat, LMKN dan LMK hanya diperbolehkan mengambil biaya operasional maksimal sebesar 20 persen dari total jumlah royalti per tahun. Misalnya, jika sebuah restoran membayar royalti sebesar Rp 100 juta dalam setahun, maka maksimal 20 persen dari jumlah tersebut dapat dialokasikan untuk biaya operasional LMKN dan LMK. Aturan ini diatur dalam Undang-Undang tentang Hak Cipta.
Setelah itu, terdapat alokasi sebesar 7 persen yang disimpan. Simpanan ini ditujukan bagi para pencipta, produser, dan pemegang hak lainnya yang belum bergabung dengan LMK. Namun, uang tersebut hanya bisa diambil ketika pemegang hak atas royalti tersebut sudah bergabung dengan LMK atau LMKN.
Sisa 73 persen royalti akan dibagikan kepada para pemilik hak. Dengan contoh sebelumnya, sisa Rp 73 juta akan dibagikan ke pencipta, penyanyi, atau pemain band, serta perusahaan rekaman. Secara rinci, Jusak menjelaskan bahwa 50 persen dari jumlah tersebut akan dibagikan ke pencipta lagu. Sementara sisanya, yaitu 50 persen, akan dibagi dua bagian, masing-masing 25 persen untuk artis atau penyanyi dan 25 persen untuk perusahaan rekaman.
Jusak menyatakan bahwa selama ini, pencipta lagu maupun penyanyi belum mendapatkan uang royalti yang besar karena dana yang berhasil dikumpulkan oleh LMK belum mencapai maksimal. Pada tahun 2024, LMKN berhasil mengumpulkan dana royalti sekitar Rp 77 miliar, dengan Rp 38 miliar di antaranya berasal dari Selmi.
Perhitungan penarikan royalti didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: HKI.2.0T.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan Produk Terkait Musik dan Lagu. Pasal 1 angka 4 aturan ini menjelaskan bahwa penghitungan royalti di jasa kuliner seperti restoran dan kafe dihitung berdasarkan jumlah kursi per tahun. Besarannya adalah royalti pencipta sebesar Rp 60 ribu per kursi per tahun dan royalti hak terkait sebesar Rp 60 ribu pertahun, sehingga total per kursi sebesar Rp 120 ribu per tahun.
Masalah royalti kembali menjadi perhatian setelah Kepolisian Daerah (Polda) Bali menetapkan Direktur PT Mitra Bali Sukses (MBS) I Gusti Ira Sasih Ayu sebagai tersangka kasus pelanggaran hak cipta. Penyidik menilai Ira bertanggung jawab atas pemutaran lagu tanpa izin dan pembayaran royalti di gerai Mie Gacoan cabang Teuku Umar, Denpasar, Bali. PT Mitra Bali Sukses merupakan pemilik gerai tersebut.
Pelapor kasus ini adalah Manajer Lisensi LMK Selmi, Vanny Irawan. Dalam konferensi pers pekan lalu, Vanny menyatakan bahwa pelanggaran hak cipta itu sudah berlangsung sejak 2022. Dia menyatakan bahwa pihaknya telah berkali-kali mengingatkan PT MBS soal pelanggaran tersebut, namun tidak ada tanggapan yang memuaskan. Pemidanaan terhadap Direktur Mie Gacoan, menurut Vanny, merupakan langkah terakhir setelah semua upaya somasi hingga mediasi tidak menemukan jalan keluar.