Wartawan Gaza Terisolasi, Dunia Minta Perlindungan dan Akses

Featured Image

Kondisi Jurnalis Gaza yang Menghadapi Krisis Pangan dan Ancaman

Beberapa media internasional terkemuka seperti Agence France-Presse (AFP), Associated Press (AP), Reuters, dan British Broadcasting Corporation (BBC) telah mengeluarkan pernyataan bersama untuk menyerukan kepada pemerintah Israel agar memberikan akses yang lebih baik bagi jurnalis di Jalur Gaza. Mereka menyampaikan kekhawatiran mereka atas kondisi para jurnalis lokal yang kini mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan makanan akibat blokade ketat yang diberlakukan oleh otoritas Israel.

Dalam pernyataan tersebut, mereka menyebutkan bahwa jurnalis di wilayah konflik ini selama beberapa bulan terakhir menghadapi berbagai tantangan. Mereka tidak hanya menghadapi ancaman fisik tetapi juga terancam kelaparan karena kurangnya pasokan makanan. Mereka meminta otoritas Israel untuk segera mengizinkan jurnalis masuk dan keluar dari Gaza, serta memastikan bahwa pasokan makanan yang cukup dapat mencapai penduduk setempat.

Sejak konflik meletus pada 7 Oktober 2023, akses ke Gaza hampir tertutup total. Hanya sedikit jurnalis asing yang bisa masuk, dan itu pun dibatasi dengan pengawasan ketat serta sensor militer. Hal ini membuat liputan berita tentang perang di Gaza bergantung sepenuhnya pada wartawan lokal Palestina yang bekerja untuk media internasional.

Ancaman Kelaparan dan Evakuasi Terbatas

Organisasi Reporters Without Borders (RSF) melaporkan bahwa lebih dari 200 jurnalis tewas di Gaza sejak konflik dimulai. Sementara itu, AFP melaporkan bahwa banyak jurnalis yang masih bertahan di wilayah tersebut mengalami kesulitan ekstrem dalam memperoleh makanan.

Omar al-Qattaa, fotografer AFP berusia 35 tahun yang pernah mendapat nominasi Pulitzer, mengatakan bahwa ia dan rekan-rekannya tidak memiliki energi lagi karena kelaparan. Ia menjelaskan bahwa mendapatkan makanan di Gaza sangat sulit, bahkan ketika tersedia, harganya bisa meningkat tajam.

Youssef Hassouna, jurnalis video AFP, juga menyampaikan hal serupa. AFP berhasil mengevakuasi delapan orang staf beserta keluarganya dari Gaza antara Januari hingga April 2024, setelah melalui proses panjang dan rumit.

Tuduhan dan Kekerasan terhadap Penerima Bantuan

PBB melaporkan bahwa lebih dari 1.000 warga Palestina tewas saat mencoba mengakses bantuan pangan sejak akhir Mei. Saksi mata dan lembaga pertahanan sipil Gaza menuduh pasukan Israel menembaki warga yang sedang berada di antrean bantuan. Namun, pemerintah Israel membela diri dengan mengatakan bahwa mereka telah memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah tersebut.

Israel juga menuding Hamas mengeksploitasi penderitaan warga dengan mencuri bantuan atau menyerang mereka yang mengantre makanan. Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa pengiriman pangan ke Gaza jauh di bawah apa yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup penduduk.

Jurnalis Gaza dalam Tekanan

Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) yang berbasis di New York menyatakan bahwa Israel secara sistematis membungkam jurnalis Gaza dengan membiarkan mereka kelaparan. Sara Qudah, Direktur Regional CPJ, mengatakan bahwa jurnalis bukan sekadar reporter, tetapi saksi garis depan yang ditelantarkan ketika media internasional ditarik keluar dan ditolak masuk.

Banyak jurnalis Palestina dilaporkan mengalami kelelahan parah. Salah satunya adalah Sally Thabet, koresponden Al-Kofiya, yang dilaporkan pingsan usai siaran langsung pekan ini. Media Al Jazeera yang berbasis di Doha juga menyerukan aksi global untuk melindungi jurnalis Gaza. Sejak konflik meletus, saluran ini telah kehilangan lima wartawannya.

Al Jazeera mengeklaim para wartawannya menjadi sasaran dalam kampanye penargetan oleh militer Israel. Israel menolak tuduhan itu, dan dalam beberapa kasus menyebut jurnalis sebagai "operator teroris". Salah satunya terjadi pada 2024 ketika seorang jurnalis lepas dan staf tewas dalam serangan udara Israel.

Menurut juru bicara pemerintah Israel, David Mercer, dalam konferensi pers pada Desember 2024, "Kami tahu bahwa kemungkinan besar sebagian besar jurnalis di Gaza beroperasi di bawah naungan Hamas, dan hingga Hamas dihancurkan, mereka tidak akan diizinkan untuk melaporkan berita secara bebas."