Cerita Lucu: Latihan Silat untuk Pacar

Featured Image

Cerita Kocak Pesilat Muda di Bawah Kaki Gunung Ciremai

Di bawah langit yang cerah dan suasana tenang kaki Gunung Ciremai, para pesilat muda terlihat sibuk dengan latihan mereka. Tapi kali ini, tidak ada jurus-jurus yang menarik perhatian, melainkan kisah-kisah lucu yang terjadi setelah sesi latihan sore hari. Berikut adalah obrolan santai antara Odet, Gugun, Risti, Rin Rin, dan Apik yang penuh tawa dan cerita kocak.

Latihan Sore yang Penuh Tawa

Setelah sesi latihan berakhir, kelima pesilat itu duduk di teras padepokan sambil menikmati bakwan hangat dan kopi panas. Suasana semakin riuh dengan canda tawa dan cerita-cerita lucu yang muncul dari mereka.

Risti menghela napas lega sambil berkata, "Akhirnya selesai juga latihan hari ini. Jujur ya, tadi aku udah ngerasa mau pingsan pas disuruh lari keliling padepokan lima kali."

Gugun menyetujui pendapat Risti, "Sama, Ris! Aku juga udah mau nyerah tadi. Tapi pas liat ada si 'dia' lagi semangat-semangatnya, jadi ikut semangat lagi deh!"

Apik langsung menyenggol Gugun, "Ciyeee, si 'dia' siapa nih? Jangan-jangan si Mayang ya? Tumben banget kamu semangat latihan, Gun. Biasanya paling ogah-ogahan."

Gugun merasa malu dan mencoba mengelak, "Hehehe, tahu aja kamu, Pik. Udah ah, jangan digosipin!"

Odet yang sedang menyeruput kopinya memberikan komentar, "Halah, Gun, udah nggak usah ngeles! Dari awal latihan tadi juga aku merhatiin, kamu itu lari keliling lapangan lima kali, tapi matanya 70% ngeliatin si Mayang, 30% ke depan."

Rin Rin tertawa kecil, "Pantesan tadi pas disuruh tendang angin, tendangan Bang Gugun malah melenceng ke arah si Mayang. Bilangnya nggak sengaja."

Gugun langsung sewot, "Itu refleks, Rin! Refleks pesilat kalo liat yang bening! Lagian, kalian enak, nggak ada drama sama orang tua. Aku nih, drama banget tadi pagi!"

Drama Keluarga dan Alasan Kocak

Apik bertanya, "Drama apa lagi, Bang? Biasanya paling drama soal nggak ada uang jajan."

Gugun mendesah, "Bukan itu. Tadi pagi, ibuku udah mewanti-wanti banget, 'Gugun, kamu itu ujian tinggal seminggu lagi! Jangan dulu latihan silat! Fokus belajar!' Tapi gimana dong, hati ini udah manggil-manggil padepokan!"

Risti memperingatkan, "Terus, kamu nekat dateng? Berani banget! Nanti diomelin Mama Gugun lho."

Gugun mengangguk yakin, "Nekat dong! Kan demi… eh, maksudnya demi masa depan persilatan! Aku bilang ke ibu, 'Bu, ini latihan wajib, kalo nggak dateng, nanti jurus saya lupa!' Padahal mah, ya…" (melirik Odet dan Apik sambil cengengesan)

Odet langsung mencibir, "Padahal mah, kalo nggak dateng, gebetan nggak bisa diliat ya, Gun? Ngaku aja deh!"

Apik menepuk tangan, "Nah, itu baru jujur! Kamu ngorbanin nilai ujian demi… gebetan di padepokan. Definisi cinta sejati nih!"

Gugun merah muka, "Ya gimana dong! Kalo nggak latihan, nanti si Mayang nyariin aku, 'Gugun mana ya? Kok nggak latihan?' Kan aku jadi nggak enak."

Perjuangan untuk Cinta

Rin Rin mengakui, "Aduh, Bang Gugun ini ada-ada saja. Tapi aku ngerti kok. Aku juga pernah sih, pas mau latihan, tapi tugas sekolah numpuk. Akhirnya aku nyelesaiin tugasnya sambil mikirin gerakan silat. Biar cepet selesai."

Risti menambahkan, "Itu mah kamu yang emang kebiasaan nunda tugas, Rin! Jangan disamain sama drama Bang Gugun ini!"

Odet menyampaikan pengalamannya, "Kalo aku sih, nggak ada drama orang tua. Malah orang tuaku yang nyuruh rajin latihan. Tapi kadang, aku juga suka males-malesan. Kecuali, kalo ada turnamen terus aku bisa pamer jurus ke… penonton-penonton di sana."

Apik menyenggol Odet, "Termasuk penonton yang pake kemeja kotak-kotak itu ya, Od? Yang suka duduk di paling depan?"

Odet langsung salah tingkah, "Eh, itu… itu temen lama! Jangan fitnah ya!"

Gugun tertawa, "Hahaha! Jadi semua punya alasan tersembunyi ya kalo semangat latihan! Kalo aku sih, jujur aja, demi masa depan percintaan!"

Risti menggeleng-geleng kepala sambil tertawa, "Ya ampun, kalian ini! Untung cuma di padepokan ya drama-dramanya. Jangan sampai di rumah juga kayak gini. Bisa-bisa nanti guru silat kita disamperin orang tua kalian semua!"

(Semua tertawa. Suasana sore di padepokan di bawah kaki Gunung Ciremai itu pun kembali riuh dengan canda tawa, membahas perjuangan konyol demi gebetan dan alasan-alasan kocak lainnya)