Dokter Anak RSUD Pangkalpinang Bantah Lakukan Malpraktik

Penetapan Tersangka Dokter Spesialis Anak di Pangkalpinang
Dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Depati Hamzah Kota Pangkalpinang, dr Ratna Setia Asih, membantah tudingan bahwa dirinya melakukan tindakan malpraktik yang menyebabkan kematian seorang pasien anak bernama Aldo Ramdani. Aldo, yang berusia 10 tahun dan merupakan warga Kabupaten Bangka Tengah, meninggal setelah mendapatkan penanganan medis di rumah sakit tersebut.
Penetapan status tersangka terhadap dokter Ratna dilakukan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Bangka Belitung. Surat penetapan tersangka dikeluarkan dengan nomor S.Tap/35/VI/RES.5/2025/Ditreskrimsus dan ditandatangani pada 18 Juni 2025. Namun, Ratna mengaku tidak mengetahui alasan pasti dari tindakan hukum tersebut dan menegaskan bahwa semua tindakan medis yang dilakukannya sesuai dengan prosedur dan standar keilmuan.
“Kami tim dokter telah menjalankan pengobatan sesuai dengan keahlian dan kompetensi masing-masing, mulai dari dokter umum, perawat, hingga dokter spesialis anak dan jantung. Kami memanfaatkan semua fasilitas dan sumber daya yang ada di rumah sakit,” ujar Ratna dalam konferensi pers dengan wartawan, Kamis, 24 Juli 2025.
Menurut Ratna, Aldo sebelumnya sudah beberapa kali mendapatkan penanganan medis dari klinik kesehatan dan dokter praktek sebelum akhirnya dibawa ke RSUD Depati Hamzah. Saat tiba di rumah sakit, kondisi Aldo dalam keadaan muntah-muntah dan lemas. Oleh dokter umum di Instalasi Gawat Darurat (IGD), Aldo direkomendasikan untuk ditangani oleh dokter spesialis anak seperti dirinya.
Proses penanganan dimulai dengan pemberian obat-obatan dan cairan infus. Namun, karena tidak ada perbaikan, tim medis mencurigai adanya penyakit lain. Ratna menuturkan bahwa dokter jaga melihat tanda kebiru-biruan pada tubuh Aldo, sehingga kemungkinan besar Aldo mengidap penyakit jantung.
“Kami merekomendasikan Aldo agar ditangani oleh dokter spesialis jantung karena bukan bidang kami. Sayangnya, pasien meninggal dunia selama proses penanganan,” ujarnya.
Ratna mengatakan bahwa sebagai dokter, ia dan timnya hanya bisa melakukan yang terbaik. Ia menekankan bahwa hidup dan mati adalah urusan Tuhan, bukan kekuasaan manusia. “Kami tidak memiliki niat untuk menyakiti pasien. Namun, karena kasus ini sudah masuk ranah hukum, kami akan mengikuti prosesnya dan berharap hasilnya baik.”
Kuasa hukum Ratna, Hangga Okta Fandani, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan kepada Polda Bangka Belitung untuk melakukan pemeriksaan ulang dan otopsi terhadap korban. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah ada jejak luka atau tanda-tanda pelanggaran yang disangkakan terhadap kliennya.
“Autopsi dilakukan untuk memastikan apakah ada indikasi pelanggaran Pasal 440 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan,” kata Hangga.
Menurut Hangga, tudingan terhadap Ratna tidak benar karena semua proses penanganan medis telah dilakukan sesuai aturan dan kompetensinya sebagai dokter spesialis anak. “Sampai hari ini, klien kami bahkan belum tahu di mana kesalahannya. Penyidik tidak memberi tahu secara jelas, dan tidak pernah menggelar konferensi pers untuk menjelaskan kasus ini. Tiba-tiba saja ditetapkan sebagai tersangka tanpa penjelasan lebih lanjut.”
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Bangka Belitung, Komisaris Besar Fauzan Sukmawansyah, mengonfirmasi bahwa dokter Ratna telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan malpraktik. Berkas perkara telah dikirim ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 26 Juni 2025. Namun, saat ini masih ada permintaan P19 dari kejaksaan untuk melengkapi berkas. Penyidik akan segera memenuhi kekurangan tersebut dalam waktu dekat.