Eks Bos Investree Jadi CEO di Qatar; Efisiensi di NASA

Adrian Gunadi, Buronan Investree yang Masih Menjabat CEO di Qatar
Adrian Gunadi, mantan CEO PT Investree Radhika Jaya (Investree), yang saat ini berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) dan telah dikenai red notice oleh Interpol, ternyata masih hidup bebas di Qatar. Ia kini menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) di sebuah perusahaan di sana. Kabar ini menjadi salah satu berita yang ramai dibicarakan pada akhir pekan lalu.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa pihaknya masih berupaya keras untuk memulangkan Adrian Gunadi ke Indonesia. Koordinasi dilakukan dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri, guna memastikan ia dapat mempertanggungjawabkan tindakannya.
“OJK menyesalkan pemberian izin oleh instansi terkait di Qatar kepada Sdr. Adrian untuk menjabat sebagai Chief Executive Officer di JTA Investree Doha Consultancy mengingat status hukum yang telah diberikan kepada yang bersangkutan di Indonesia,” ujar OJK dalam keterangan resmi.
Sejak Oktober 2024, izin usaha Investree telah dicabut oleh OJK karena perusahaan tersebut tidak memenuhi persyaratan modal minimum dan melakukan sejumlah pelanggaran. Adrian pun dikenai sanksi larangan untuk menjadi pihak utama dalam sektor jasa keuangan, termasuk pemblokiran rekening dan pelacakan aset miliknya.
Adrian ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan praktik penghimpunan dana ilegal, sesuai dengan Pasal 46 Undang-Undang Perbankan. OJK menegaskan bahwa koordinasi dengan aparat penegak hukum akan terus dilakukan untuk memastikan Adrian bisa dibawa kembali ke Indonesia dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"OJK akan memastikan setiap bentuk pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku akan ditindak tegas sebagai wujud konsistensi dalam menegakkan hukum dan menjaga kepercayaan publik," tegas OJK.
NASA Kehilangan Ribuan Pegawai Imbas Efisiensi
Sekitar 3.870 staf NASA memilih mundur secara sukarela sebagai bagian dari program efisiensi pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang menargetkan pemangkasan pegawai di lembaga-lembaga federal. Angka ini masih bisa berubah, tergantung hasil evaluasi akhir. Termasuk apabila ada pegawai yang membatalkan pengajuan atau jika permohonan mereka tidak disetujui.
“Keamanan tetap menjadi prioritas utama kami. Namun di saat yang sama, kami juga harus menjadi organisasi yang lebih ramping dan efisien untuk bisa terus menjajaki era keemasan eksplorasi luar angkasa, termasuk misi ke Bulan dan Mars,” tulis NASA dalam pernyataan resmi.
Selama 2025, NASA telah meluncurkan dua fase dari program pengunduran diri bertahap (Deferred Resignation Program). Bila digabung dengan pengunduran diri biasa sebanyak 500 orang, maka jumlah pegawai tetap NASA diperkirakan akan tersisa sekitar 14.000 orang.
Gelombang pertama program ini dimulai pada awal pemerintahan Trump, ketika para pegawai federal menerima tawaran kompensasi pengunduran diri melalui email sebagai bagian dari upaya efisiensi yang dipimpin oleh Departemen Efisiensi Pemerintahan di bawah Elon Musk.
Sebanyak 870 pegawai, setara dengan 4,8 persen dari total staf, mengikuti gelombang pertama. Adapun gelombang kedua, yang dibuka pada Juni dan ditutup 25 Juli, diikuti sekitar 3.000 pegawai atau 16,4 persen dari total.
Mantan administrator sementara NASA, Janet Petro, menyatakan bahwa tujuan utama dari program ini adalah untuk menghindari pemutusan hubungan kerja secara paksa di masa depan. Namun demikian, dalam sebuah surat terbuka berjudul The Voyager Declaration, ratusan pegawai aktif dan pensiunan menyampaikan kekhawatiran mereka dengan memberi peringatan kepada Administrator baru NASA, Sean Duffy.
“Ribuan pegawai NASA sudah diberhentikan, mengundurkan diri, atau pensiun dini. Bersamaan dengan itu, hilang pula pengetahuan spesifik yang sangat penting untuk misi NASA,” tulis mereka dalam surat tersebut.