Istri Buruh PT Huadi Berkemah di Depan Pabrik, Minta Gaji dan Uang Lembur Suami

Aksi Buruh di Bantaeng Berlanjut, Tuntutan Masih Belum Dipenuhi
Ratusan buruh PT Huadi Nickel Alloy (HNAI) dan keluarganya masih bertahan di depan pabrik mereka di Desa Papan Loe, Kecamatan Pajjukukang, Kabupaten Bantaeng. Mereka melakukan aksi damai dengan memblokade akses masuk dan keluar pabrik sejak beberapa hari lalu. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap tuntutan hak-hak buruh yang belum dipenuhi oleh perusahaan.
Beberapa istri dari para buruh turut serta dalam aksi tersebut. Mereka membawa anak-anak, termasuk balita, sambil mendirikan tenda dan menggelar terpal di pinggir jalan. Selain itu, mereka juga menyiapkan makanan dan logistik untuk para suami yang sedang berunjuk rasa. Dengan begitu, dukungan moral yang diberikan oleh keluarga sangat penting dalam menjaga semangat para buruh.
Koordinator Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE), Junaid Judda, menjelaskan bahwa tuntutan utama buruh adalah pembayaran uang lembur yang belum dibayarkan sejak Januari hingga Juni 2025. Setiap buruh menerima sebesar Rp1,6 juta per bulan. Selain itu, mereka juga meminta penyelesaian gaji yang belum dibayarkan dan penyesuaian upah sesuai UMP (Upah Minimum Provinsi).
Sebanyak 950 buruh dari tahap 1 dan 2 PT Huadi telah dirumahkan. Namun, hingga hari ke-11 aksi, belum ada kesepakatan antara buruh dan manajemen perusahaan. Para buruh dan keluarganya tetap mempertahankan posisi mereka di depan pabrik, termasuk jalur distribusi nikel olahan yang siap diekspor. Hal ini menyebabkan gangguan operasional perusahaan.
Pihak PT Huadi belum memberikan respons resmi atas aksi buruh. Namun, pengamanan di sekitar lokasi semakin diperketat. Pasukan gabungan TNI-Polri dikerahkan sebanyak 60 personel dan melakukan apel di dalam kawasan industri. Jumlah ini meningkat dibanding hari-hari sebelumnya, sehingga memicu spekulasi di kalangan massa aksi.
Menurut informasi yang beredar, aparat keamanan datang atas permintaan dua pihak sekaligus, yaitu manajemen PT Huadi dan SBIPE KIBA. Perusahaan menyayangkan aksi tersebut karena dinilai merugikan operasional. "Sudah 10 hari kami aksi. Kami menuntut hak-hak kami sebagai buruh," ujar Junaid Judda, Ketua SBIPE KIBA.
Menurut Junaid, hingga hari ke-10 aksi, belum ada kesepakatan antara buruh dan pihak manajemen PT Huadi. Perusahaan dinilai belum memenuhi sejumlah tuntutan buruh, seperti upah tahun 2025 yang tidak sesuai dengan besaran UMP. Pembayaran uang lembur juga belum direalisasikan meskipun ada hasil pengawasan dari Dinas Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa PT Huadi belum membayar sebagian besar lembur.
Selain itu, kebijakan merumahkan buruh tanpa dasar yang jelas serta hak-hak buruh terkena PHK belum dipenuhi. Aksi pemblokiran tersebut mendapat pengawalan ketat dari aparat TNI dan Polri. Bahkan sempat terjadi ketegangan antara massa aksi dan sopir truk perusahaan yang berusaha keluar-masuk membawa material dari dalam pabrik.
Pengaruh Terhadap Ekspor Nikel
Aksi serikat buruh ini juga berdampak pada proses ekspor nikel olahan. Humas PT Huadi, Andi Adrianti Latippa, menemui perwakilan buruh dan berupaya mengadakan pertemuan antara buruh dan manajemen untuk membahas tuntutan yang diajukan. Di sisi lain, para buruh berharap aparat kepolisian tetap menjaga jalannya aksi damai dan humanis.
Direktur Utama PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI), Jos Stefan Hideky, mengungkapkan bahwa aksi pemblokiran telah menggagalkan proses ekspor karena akses ke pelabuhan dan pabrik tertutup. "Padahal kawasan industri ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional," ujarnya.
Jos juga menyebut bahwa saat ini kasus antara buruh dan perusahaan sedang dalam proses mediasi tripartit sesuai prosedur hukum yang berlaku. Ia menilai kehadiran SBIPE justru merusak komunikasi yang selama ini terjalin antara manajemen dan serikat pekerja lain. "Sayangnya dengan kehadiran SBIPE yang baru, nuansa kebersamaan antara manajemen dan pekerja yang selama ini terjaga menjadi rusak," katanya.
Jos berharap pemerintah hadir memberi jaminan kepastian hukum bagi pengusaha dalam menjalankan kegiatan usahanya sesuai aturan perundang-undangan.