Kamboja Minta Gencatan Senjata dengan Thailand, 28 Tewas Dalam Bentrokan

Featured Image

Perang Batas yang Mengancam Kedamaian di Asia Tenggara

Pertikaian antara Kamboja dan Thailand terus memanas, dengan kedua negara saling menyalahkan atas serangan yang terjadi. Pihak Kamboja menginginkan gencatan senjata segera tanpa syarat, sementara Thailand menunjukkan tanda-tanda terbuka untuk berunding. Peristiwa ini terjadi setelah konflik yang telah berlangsung lama kembali meletus dalam bentuk pertempuran intensif.

Pada Jumat malam, utusan Kamboja untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan permintaan gencatan senjata kepada Dewan Keamanan PBB. Hal ini dilakukan setelah perkelahian yang berlangsung selama dua hari antara pasukan dari kedua negara. Pertemuan darurat diadakan oleh Dewan Keamanan PBB untuk membahas situasi krisis yang semakin memburuk.

Korban jiwa terus bertambah. Menurut laporan Kementerian Pertahanan Kamboja, jumlah korban tewas mencapai 13 orang, termasuk lima tentara dan delapan warga sipil. Lebih dari 35.000 orang harus meninggalkan rumah mereka akibat kekerasan. Sementara itu, Kementerian Kesehatan Thailand melaporkan lebih dari 138.000 orang dievakuasi dari wilayah perbatasan. Dalam laporan tersebut juga disebutkan 15 korban tewas—14 warga sipil dan satu tentara—dengan 46 lainnya luka-luka, termasuk 15 tentara.

Pertempuran kembali terjadi pada pagi hari Jumat di tiga wilayah perbatasan. Pasukan Kamboja menggunakan senjata berat dan sistem roket BM-21, sedangkan pasukan Thailand merespons dengan tembakan pendukung. Meski demikian, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Nikorndej Balankura, menyatakan bahwa pertempuran mulai mereda pada sore hari. Ia juga menegaskan bahwa Bangkok siap untuk berunding, mungkin dengan bantuan Malaysia.

Malaysia, yang saat ini menjabat sebagai ketua ASEAN, memiliki peran penting dalam upaya diplomasi antara kedua negara. Namun hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kamboja terkait penawaran tersebut. Penjabat Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, mengingatkan bahwa jika situasi memburuk, konflik bisa berkembang menjadi perang. Saat ini, ia menyatakan bahwa situasi masih terbatas pada bentrokan.

Perselisihan yang Berlangsung Lama

Perselisihan antara Kamboja dan Thailand terkait perbatasan yang panjangnya sekitar 800 kilometer. Wilayah-wilayah tertentu di beberapa titik masih diperebutkan, dan konflik sebelumnya pernah pecah antara 2008 dan 2011. Pada masa itu, sedikitnya 28 orang tewas dan puluhan ribu orang terpaksa mengungsi.

Putusan pengadilan PBB pada 2013 sempat menyelesaikan masalah tersebut, tetapi krisis saat ini kembali meletus pada Mei ketika seorang tentara Kamboja tewas dalam bentrokan. Pada Kamis, pertempuran difokuskan di enam lokasi, termasuk di sekitar dua kuil kuno. Pasukan darat yang didukung oleh tank dan senjata berat saling menyerang, sementara jet F-16 Thailand melakukan serangan udara ke wilayah Kamboja.

Di Kota Samraong, Kamboja, warga terlihat panik saat tembakan terdengar. Pro Bak, seorang warga setempat, mengungkapkan rasa takutnya karena tinggal sangat dekat dengan perbatasan. Ia membawa keluarganya ke sebuah kuil Buddha untuk mencari perlindungan.

Peristiwa ini menunjukkan betapa rentannya keamanan di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara, yang merupakan tujuan wisata populer, kini menghadapi tantangan besar dalam menjaga perdamaian dan stabilitas regional. Upaya diplomatik dan intervensi internasional diperlukan untuk mencegah eskalasi konflik yang bisa berdampak lebih luas.