Kebutuhan KBIHU dan Keberlanjutan Haji

Peran KBIHU dalam Pelayanan Ibadah Haji dan Umrah
Dr. (HC) KH. Shodiq Hamzah, yang kini berusia 72 tahun, mengungkapkan bahwa pada tahun 2025 akan menjadi haji ke-47 beliau. Dengan usia tersebut, ia telah memimpin jemaah haji sejak usia 28 tahun, yaitu ketika ia mendirikan KBIH. Selain itu, beliau menyampaikan rasa syukur atas kesehatannya yang masih terjaga dan dianugerahi ilmu anti capek. Bahkan di masa muda, pernah dalam satu hari ia melakukan umrah sunnah sembilan kali.
Jemaah yang mengikuti bimbingan langsung dari beliau memiliki keuntungan besar. Di Tanah Air, beliau telah membimbing jemaah lebih dari 16 kali, baik secara teori maupun praktik, sementara di Tanah Suci, semua pelayanan juga dilakukan langsung olehnya. Dalam konteks ini, keberadaan KBIHU sangat penting bagi masyarakat, terutama bagi para jemaah yang baru pertama kali melaksanakan ibadah haji. Mereka seringkali memiliki bekal ilmu agama yang kurang memadai, tingkat pendidikan menengah umum, serta tidak memiliki pengalaman bepergian ke luar negeri.
FGD FKBIHU Provinsi Jawa Tengah
Di ruang lain, digelar Forum Diskusi Grup (FGD) FKBIHU Provinsi Jawa Tengah dan FKBIHU Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah. Fokus utama agenda ini adalah memperjuangkan keberadaan KBIHU agar tetap dipertahankan dalam regulasi UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, bahkan diperkuat lagi. Salah satu alasan utama mengapa KBIHU harus dipertahankan adalah karena survei kepuasan jemaah hingga pelaksanaan haji 2025 belum mencakup kepuasan terhadap pelaksanaan ibadah hajinya sendiri. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pembimbing KBIHU yang fokus memberikan bimbingan dan layanan kepada jamaah.
Saya pernah menjadi ketua kloter (TPHI), pembimbing ibadah (TPIHI), dan petugas haji daerah, dan dapat menyaksikan langsung bagaimana jemaah sangat bergantung pada pembimbing KBIHU. Meskipun KBIHU sudah meyakinkan jamaah untuk mandiri, mereka tetap membutuhkan bimbingan. Dengan jumlah petugas kloter yang terbatas, terlebih pada tahun 2025, keberadaan KBIHU menjadi sangat urgen.
KBIHU dan Regulasi yang Mengatur
KBIHU yang saya tugaskan sejak 2006, untuk mendampingi dan membimbing jemaah lebih dari satu kloter, tidak pernah membuat brosur atau menelpon jamaah. KBIHU juga tidak menentukan tarif biaya bimbingan, bahkan jika jamaahnya penuh. Kyai Shodiq menyampaikan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) yang menjelaskan jumlah jemaah yang memberi infaq bimbingan dan pelayanan, serta penggunaan dana yang tersisa diumumkan kepada jamaah.
Pada 2015, saat saya diminta memberi sambutan atas nama ketua rombongan, saya hanya bisa menangis karena banyak jemaah yang tidak memberi uang infak sama sekali setelah pulang dari ibadah haji.
Aturan KBIHU dalam Undang-Undang
Dalam Pasal 1 Ketentuan Umum poin 20, disebutkan bahwa KBIHU adalah kelompok yang menyelenggarakan bimbingan Ibadah Haji dan Umrah yang telah mendapatkan izin dari Menteri. Pasal 33 menyatakan bahwa Menteri dapat melibatkan KBIHU dalam penyelenggaraan bimbingan dan pembinaan manasik haji reguler. Pasal 52 menegaskan bahwa KBIHU wajib memiliki izin penyelenggaraan bimbingan dan pendampingan Ibadah Haji dari Menteri. Izin ini diberikan setelah KBIHU memenuhi persyaratan dan berlaku selama kegiatan penyelenggaraan bimbingan dan pendampingan jemaah.
Pasal 53 menyatakan bahwa KBIHU melakukan bimbingan dan pendampingan sesuai standarisasi. Pasal 54 menyebutkan bahwa Menteri melaksanakan akreditasi KBIHU setiap tiga tahun. Akreditasi ini dilakukan untuk menilai kinerja dan kualitas pelayanan KBIHU. Pasal 55 menjelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan izin, evaluasi, standardisasi, dan akreditasi KBIHU diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 56 menyatakan bahwa KBIHU berhak mendapatkan kuota pembimbing dari Menteri, dengan syarat memiliki pembimbing yang telah lulus seleksi dan memenuhi standar.
Tantangan dan Harapan untuk KBIHU
Masalah utama adalah revisi RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang konon akan disahkan pada Agustus 2025. Apakah Kepala Badan Penyelenggara Haji (BPH) akan dinyatakan setara Menteri, atau bahkan nomenklatur BPH diubah menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Penamaan ini sedikit menurunkan nilai sakralitas ibadah umrah sebagai "haji kecil".
Ada oknum KBIHU yang berorientasi bisnis dan komersial, namun hukum alam akan menyeleksi mereka karena jemaahnya akan efektif menyampaikan pengalaman. Manajemen pengawasan, monitoring, dan evaluasi KBIHU jika SOP-nya dijalankan, seperti membasmi tikus di lumbung padi, bukan membakar lumbungnya. Semoga FKBIHU Jawa Tengah, FKBIHU Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah, dan FKBIHU seluruh Indonesia terus berjuang. Semoga para wakil rakyat Komisi VIII DPR-RI masih memiliki hati nurani yang berpihak kepada calon jemaah haji yang antreannya mencapai 5,5 juta orang.
Sebagaimana kata ulama bijak, “memelihara nilai yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik.” Semoga para calon jemaah yang kebanyakan berusia lanjut tetap mendapat pembimbing dan pelayanan ibadah haji, khususnya dari KBIHU. Agar mereka dapat menjalankan ibadah hajinya dengan benar dan memperoleh haji yang mabrur, yang balasannya hanya surga dari Allah.