Kekerasan Seksual Anak di Banten Meningkat, Pelaku Umumnya Orang Dekat

Tingkat Kekerasan Seksual Terhadap Anak dan Perempuan di Banten Meningkat
Angka kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Provinsi Banten menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Data yang dikeluarkan oleh Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten hingga Juli 2025 mencatat sebanyak 712 kasus kekerasan, dengan rincian 523 kasus kekerasan terhadap anak dan 189 kasus terhadap perempuan.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten, Hendry Gunawan, menjelaskan bahwa bentuk kekerasan yang paling dominan adalah kekerasan seksual, diikuti oleh kekerasan fisik, penelantaran, eksploitasi, serta kekerasan psikologis. Ia menyebutkan bahwa yang paling memprihatinkan adalah pelaku mayoritas berasal dari lingkungan terdekat korban, seperti orang tua, guru, tetangga, bahkan keluarga.
Dari total kasus, kekerasan seksual paling banyak menimpa anak usia 13–17 tahun, yaitu sebanyak 257 kasus, disusul anak usia 6–12 tahun sebanyak 213 kasus, dan anak usia 0–5 tahun sebanyak 53 kasus. Menurut Hendry, penyebab utama kekerasan seksual antara lain relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban, minimnya literasi anak dan keluarga tentang hak perlindungan diri, lingkungan yang permisif dan cenderung abai, serta penggunaan teknologi digital yang tidak terkontrol.
“Perbuatan cabul bukan hanya berupa kontak fisik, tapi juga termasuk pelecehan verbal, paparan materi pornografi, hingga eksploitasi seksual secara daring,” katanya.
Dampak Psikologis: Trauma Hingga Putus Sekolah
Kekerasan seksual memiliki dampak luas pada pendidikan dan masa depan anak. Banyak korban mengalami trauma berat, takut kembali ke sekolah, hingga berhenti belajar. Tak sedikit yang menderita depresi, PTSD, dan menarik diri dari lingkungan sosialnya. “Korban sering kehilangan rasa percaya diri dan hak untuk bermimpi. Maka dari itu, pendampingan penuh kasih dan keterlibatan sekolah serta keluarga sangat penting dalam proses pemulihan,” ujar Hendry.
Komnas PA mendorong pendekatan preventif berbasis keluarga, sekolah, dan komunitas serta membekali anak dengan pemahaman tentang hak tubuh dan keberanian untuk melapor.
Peningkatan Kasus Kekerasan Seksual di Wilayah Banten
Kota Serang
Kepala Dinas DP3AKB Kota Serang, Anthon Gunawan, mencatat 40 kasus kekerasan seksual, 80 persen di antaranya berupa pemerkosaan. Kasus paling banyak terjadi di Kecamatan Serang dan Kasemen. Pemerintah menyediakan layanan seperti Puspaga, konseling keliling, dan bantuan hukum gratis untuk korban.
Wali Kota Serang, Budi Rustandi, menegaskan akan memberikan sanksi pemecatan kepada pelaku dari kalangan guru. Wakil Wali Kota Serang, Nur Agis Aulia, menambahkan, kasus kekerasan bahkan terjadi di tingkat SD.
Kota Cilegon
Dinas DP3AP2KB Kota Cilegon mencatat 70 kasus pelecehan seksual terhadap anak selama Januari–Juli 2025, mayoritas dialami remaja usia 15–18 tahun. Kepala DP3AP2KB, Lia Nurlia Mahatma, mengingatkan pentingnya keterlibatan orang tua dalam kehidupan anak serta memperkuat komunikasi emosional keluarga.
Polres Cilegon turut mencatat kasus kekerasan anak sepanjang 2024–2025 dengan 11 kasus pada 2024 dan 4 kasus hingga pertengahan 2025.
Kabupaten Serang
Data DKBPPPA mencatat 75 kasus kekerasan, 58 di antaranya terhadap anak dan 90 persen berbentuk kekerasan seksual. Sebagian besar pelaku adalah orang terdekat, dan lokasi kejadian didominasi rumah tinggal.
Plt Kepala DKBPPPA, Encup Suplikha, menyebut Kragilan, Kibin, dan Kramatwatu sebagai wilayah dengan angka tertinggi. “Sudah ada intervensi khusus melalui tim percepatan penanganan yang melibatkan tokoh masyarakat,” ujarnya.
Kabupaten Pandeglang
DP2KBP3A mencatat 43 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan sepanjang Januari–Juni 2025, meningkat dari 33 kasus pada 2024. Kasus mencuat terjadi di sebuah pesantren di Pulosari, di mana delapan santri perempuan menjadi korban sekaligus.
Kanit PPA Polres Pandeglang, Ipda Robert Sangkala, mengatakan, pelaku umumnya adalah orang dekat seperti teman, guru, atau tetangga. Kasus pada 2025 hingga Juli tercatat 9 kasus yang sedang dalam penyidikan.
Perlindungan Anak Tanggung Jawab Bersama
Komnas Perlindungan Anak dan dinas terkait di Banten menyerukan aksi kolektif untuk menghentikan kekerasan seksual terhadap anak. Mereka menekankan bahwa perlindungan anak adalah tanggung jawab semua pihak, bukan hanya institusi hukum.
“Anak-anak harus dilindungi, dan lingkungan sekitar harus jadi ruang aman. Tidak boleh ada kompromi terhadap pelaku, apalagi jika berasal dari institusi pendidikan atau keluarga,” ujar Hendry.