Kerugian Rp 61 Triliun di Kraft Heinz Mengguncang Warren Buffett

Kerugian Besar Berkshire Hathaway dari Investasi di Kraft Heinz
Perusahaan investasi milik Warren Buffett, Berkshire Hathaway, mengalami kerugian besar dalam investasinya di Kraft Heinz pada kuartal II 2025. Perusahaan mencatat penurunan nilai (write-down) sebesar 3,76 miliar dolar AS atau sekitar Rp 61,5 triliun (kurs Rp 16.350). Penurunan ini terjadi karena kinerja laba yang melemah dan menjadi pengakuan bahwa investasi yang dimulai satu dekade lalu tidak berjalan sesuai harapan.
Buffett pernah menyebut investasi ini sebagai kesalahan terbesar dalam kariernya. Penurunan nilai ini setara dengan 5 miliar dolar AS sebelum pajak, dan merupakan yang kedua kalinya setelah 2019. Pada waktu itu, Berkshire juga mencatat kerugian sebesar 3 miliar dolar AS atas investasi di produsen makanan tersebut.
Laba dan Pendapatan yang Menurun
Bersamaan dengan kerugian besar di Kraft Heinz, Berkshire Hathaway juga melaporkan penurunan kinerja keuangan. Laba operasi kuartal II turun 4 persen menjadi 11,16 miliar dolar AS, atau sekitar 7.760 dollar AS per saham Kelas A. Laba bersih anjlok 59 persen menjadi 12,37 miliar dolar AS dari 30,35 miliar dolar AS pada periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan juga turun 1 persen menjadi 92,52 miliar dolar AS. Penurunan ini dipengaruhi oleh pelemahan premi asuransi, kerugian kurs sebesar 877 juta dolar AS akibat melemahnya dolar AS, serta rendahnya keuntungan dari portofolio saham seperti Apple dan American Express.
Perubahan Selera Konsumen
Kraft Heinz, yang mengelola sekitar 200 merek terkenal seperti Oscar Mayer, Kool-Aid, Velveeta, dan Jell-O, tengah tertekan oleh pergeseran selera konsumen menuju produk yang lebih sehat dan merek label pribadi. Berkish memperkirakan bahwa nilai buku kepemilikannya di Kraft Heinz lebih tinggi daripada harga pasar. Namun, ketidakpastian ekonomi dan rencana jangka panjang untuk tetap menjadi investor membuat selisih tersebut dianggap permanen.
Penjualan di sebagian besar bisnis konsumen Berkshire juga melemah akibat keterlambatan pesanan dan pengiriman. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian kebijakan perdagangan dan tarif. Contohnya, produsen mainan Jazwares mencatat penurunan pendapatan hingga 38,5 persen pada paruh pertama tahun ini.
Saham yang Tertinggal Pasar
Sejak Buffett mengumumkan rencana pensiun sebagai CEO pada Mei 2025, saham Berkshire turun lebih dari 12 persen dan tertinggal sekitar 22 poin persentase dibanding indeks S&P 500. Buffett, yang berusia 94 tahun, akan digantikan Wakil Ketua Greg Abel pada akhir tahun, meski ia tetap akan menjabat sebagai ketua dewan.
Analis CFRA Research, Cathy Seifert, menyatakan bahwa pasar tidak akan menyukai kombinasi hasil yang biasa-biasa saja, ketiadaan pembelian kembali saham, dan kinerja saham yang tertinggal.
Kinerja Unit Usaha
Unit asuransi Berkshire mencatat penurunan laba underwriting sebesar 12 persen, terutama dari bisnis reasuransi. Namun, Geico—perusahaan asuransi mobil yang dimilikinya—justru membukukan kenaikan laba prapajak 2 persen, didorong oleh kenaikan premi 5 persen.
Di sektor transportasi, BNSF memperoleh kenaikan laba kuartalan 19 persen berkat biaya bahan bakar yang lebih rendah, meskipun pendapatan dan volume kargo nyaris stagnan. Berkshire Hathaway Energy juga membukukan kenaikan laba 7 persen.
Perusahaan kini sedang menilai dampak Undang-Undang One Big Beautiful Bill yang baru disahkan Presiden AS Donald Trump terhadap proyek energi terbarukan, penyimpanan, dan teknologi netral miliknya.
Selama hampir 60 tahun memimpin, Buffett telah mengubah Berkshire dari perusahaan tekstil yang merugi menjadi konglomerasi senilai 1,02 triliun dolar AS, dengan portofolio yang mencakup asuransi, utilitas listrik, energi terbarukan, industri kimia, hingga merek konsumen populer seperti Dairy Queen dan See’s Candies.