Kesulitan Beratensi di Dunia yang Penuh Notifikasi

Featured Image

Masalah Fokus di Era Digital

Makin lama, kemampuan untuk fokus terasa semakin sulit. Seperti mantan yang ngambek, makin kita coba menahan, makin kabur. Kita membuka laptop ingin mengerjakan tugas, eh malah nyasar ke YouTube menonton video masak mi instan pakai Nutella. Niatnya cuma lima menit, tapi akhirnya habis dua jam. Fokus? Sudah jadi barang mewah.

Menurut laporan dari organisasi kesehatan dunia pada tahun 2021, gangguan konsentrasi dan burnout menjadi salah satu masalah psikososial yang paling banyak dilaporkan oleh pekerja usia produktif di negara-negara berkembang. Di Indonesia sendiri, survei dari Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (Riskesdas 2022) menunjukkan bahwa sekitar 42% pekerja kantoran mengalami gejala kelelahan kognitif. Penyebab utamanya mencakup tekanan kerja berlebih, kurang tidur, serta paparan berlebihan terhadap perangkat digital seperti ponsel dan komputer. Fenomena ini menandakan bahwa krisis perhatian dan menurunnya kemampuan fokus bukan sekadar isu individu, melainkan tantangan kesehatan masyarakat yang makin relevan di era digital.

Gangguan yang Mengganggu Perhatian

Di dunia sekarang, suara paling keras itu bukan suara hati, tapi notifikasi. "TING!" katanya. Muncul dari grup WA keluarga yang isinya cuma stiker dan video receh. Atau dari Instagram, yang kasih tahu ada orang asing nge-like story kamu, padahal kamu juga nggak tahu siapa dia. Gangguan-gangguan beginilah yang bikin otak kita penuh tab yang nggak pernah ditutup. Kita buka satu tugas, lalu buka tab lain, lalu pindah ke Reels, dan tiba-tiba kita lupa kenapa tadi buka laptop. Bukan karena pikun, tapi karena otak kita overheat kayak HP kentang dipaksa main PubG.

Multitasking adalah mitos yang harus kita akhiri. Kita dibesarkan dengan dongeng bahwa multitasking itu tanda orang cerdas. Bisa nyuci sambil rapat Zoom, bisa rebahan sambil kerja, bisa nonton drakor sambil belajar. Padahal kenyataannya: multitasking bikin kita gagal fokus ke semuanya. Ibarat ngapel ke dua rumah sekaligus, yang ada malah dimaki dua-duanya.

Solusi untuk Fokus yang Lebih Baik

Otak itu cuma bisa benar-benar fokus ke satu hal dalam satu waktu. Kalau dipaksa bagi perhatian terus, yang terjadi adalah kita capek, tapi nggak tahu capek kenapa. Hasil kerja nggak maksimal, tapi waktu habis. Mirip banget kayak hubungan yang cuma nguras tenaga tapi nggak ke pelaminan.

Kalau hidupmu akhir-akhir ini kayak sinetron yang banyak konflik tapi sedikit solusi, mungkin penyebabnya bukan nasib, tapi tidurmu yang nggak berkualitas. Kurang tidur bikin fokus rontok, kayak rambut kena bleaching lima kali. Belum lagi stres. Kamu mikirin utang, cicilan, mantan, politik, dan drama keluarga, semuanya datang kayak tamu kondangan yang nggak diundang. Otak jadi kebanjiran kecemasan. Fokus? Kelelep, Bro.

Solusinya? Kadang kita ngira bisa fokus dengan "niat kuat" doang. Bangun pagi, pasang to-do list, niat kerja. Tapi begitu buka HP, lihat satu video kucing joget, semua niat itu menguap kayak kuah bakso di siang bolong.

Solusinya? Ya bukan sihir, tapi disiplin kecil yang realistis:

  • Matikan notifikasi. Iya, beneran. Cuma chat dari mantan yang perlu kamu harapin.
  • Atur jadwal tidur. Jangan nonton 10 episode anime sekaligus jam 2 pagi.
  • Minum air putih, bukan kopi terus. Fokus butuh hidrasi, bukan deg-degan.
  • Gerak dikit. Jalan kaki keliling rumah juga nggak apa-apa, asal nggak ke dapur terus.
  • Satu tugas, satu waktu. Jangan sok-sokan ngerjain tugas sambil debat politik di Twitter.

Fokus sebagai Revolusi Mental

Di zaman informasi gratis tapi perhatian mahal, bisa fokus itu bentuk perlawanan paling elegan. Kita udah terlalu sering dikontrol algoritma, dikuras energi sama notifikasi, dan ditipu rasa bersalah karena nggak produktif. Padahal mungkin kita bukan malas. Kita cuma kelelahan jadi manusia.

Jadi kalau kamu susah fokus, jangan buru-buru nyalahin diri sendiri. Bisa jadi, dunia memang terlalu bising, terlalu sibuk, dan terlalu banyak minta atensi. Karena sekarang, untuk bisa benar-benar fokus 30 menit aja, kamu harus lebih kuat dari algoritma, lebih tangguh dari TikTok, dan lebih tega dari yang ghosting kamu minggu lalu.

Fokus adalah cinta sejati yang nggak datang kalau kamu terus buka pintu buat yang lain. Dan kayak cinta sejati, ia butuh ruang, waktu, dan usaha.

Kamu baca sampai sini tanpa buka aplikasi lain? Selamat. Kamu termasuk minoritas elit. Fokusmu langka. Lebih langka dari WiFi gratis yang nggak lemot. Tapi tenang, manteman. Kamu nggak sendirian. Kalau kamu baca tulisan ini sambil nyambi buka WhatsApp, lalu pindah ke Shopee, terus balik lagi ke sini, ya itulah hidup kita sekarang. Fokus memang bukan lagi bawaan lahir, tapi perjuangan harian. Dan perjuangan itu sah kok, apalagi kalau kamu sadar dan mulai pelan-pelan menata ulang hidup yang sudah kebanyakan "tab terbuka" ini. Nggak harus sempurna, yang penting kita pelan-pelan waras. Satu sesi fokus tanpa notifikasi, satu napas penuh kesadaran, satu hari tanpa overthinking.

Karena di dunia yang sibuk minta perhatian, kadang yang paling berani itu bukan yang paling cepat, tapi yang paling bisa diam.