Kisah perempuan korban kekerasan seksual di Jesus Army Inggris – 'Mereka bilang perempuan adalah pendosa'

Featured Image

Sejarah dan Kehidupan di Dalam Jesus Army

Jesus Army adalah sebuah komunitas Kristen yang awalnya memiliki visi untuk menciptakan surga di Bumi. Namun, seiring berjalannya waktu, kelompok ini berubah menjadi sekte yang terkenal dengan tindakan pelecehan seksual dan kekerasan fisik yang dilakukan secara berulang.

Komunitas ini merekrut ribuan orang untuk tinggal di berbagai komunitas puritan tertutup di beberapa daerah di Inggris seperti Northamptonshire, London, dan Midlands. Mereka dikenal sebagai salah satu aliran paling kejam di Inggris. Awalnya, komunitas ini muncul dengan nuansa hippie, dikenal sebagai Jesus Fellowship. Pada akhir 1980-an, mereka berganti nama menjadi Jesus Army, namun pada era 2000-an, kelompok ini runtuh secara mengejutkan.

Pada masa akhir eksistensi mereka, kehidupan di dalam Jesus Army mulai terungkap. Dua penyintas memberikan pengalaman mereka kepada BBC, menggambarkan pengalaman yang sangat mengerikan.

Awal Mula dan Perkembangan Jesus Army

Jesus Army lahir dari sebuah kapel kecil di Northamptonshire pada tahun 1969. Secara perlahan, kelompok ini berkembang pesat baik dalam jumlah anggota maupun kekuatan ekonomi. Puncaknya, mereka memiliki lebih dari 2.000 anggota, dengan ratusan di antaranya tinggal bersama di rumah-rumah komunal di seluruh Inggris bagian tengah.

Kelompok ini menawarkan "ciptaan baru" kepada para tunawisma dan kelompok rentan, tetapi dengan syarat bahwa anggotanya harus menjalani gaya hidup saleh sepenuhnya didedikasikan untuk tujuan tersebut. Orang-orang di dalam komunitas ini menjalani rutinitas kerja dan ibadah yang intens. Semua pendapatan dialokasikan untuk dana bersama dan dibagi merata, termasuk pakaian dalam hingga pengasuhan anak.

Di komunitas ini, anak-anak dapat didisiplinkan oleh siapa saja, sementara kaum muda dan pendatang baru diberi seorang "gembala" laki-laki untuk mengawasi perkembangan rohani mereka. Pada usia 12 atau 13 tahun, anak-anak sering dipisahkan dari orang tua mereka.

Pengalaman John Everett

John Everett, salah satu mantan anggota Jesus Army, bercerita tentang impian tentang kehidupan berkomunitas. Ia merasa bahwa mengejar kekayaan tidak menghasilkan kebahagiaan. Pada tahun 1976, ia diberi tahu tentang sebuah komunitas di desa Bugbrooke, dekat Northampton, yang menarik banyak anak muda.

Setelah menabung, John pergi dari rumahnya di Kent untuk merasakan sendiri kehidupan di sana. Ia mengingat betapa bahagianya semua orang saat melihat seorang anak bernyanyi sambil menyiangi rumput. Namun, untuk menjalani kehidupan itu, ia harus meninggalkan hiburan apa pun, termasuk film, televisi, dan musik.

Namun, setelah beberapa waktu, John mulai ragu karena melihat bagaimana anak-anak diperlakukan di komunitas itu. Ia menyaksikan anak-anak dihukum dengan cambuk, yang disebut sebagai "bentuk koreksi yang penuh kasih sayang". Ia juga mendengar jeritan anak tersebut, yang membuatnya merasa mengerikan dan memalukan.

Pengalaman Philippa

Philippa, mantan anggota lainnya, mengaku melihat kehidupan di Jesus Army saat masih anak-anak. Ia dan keluarganya pindah ke desa itu pada tahun 1986. Di sana, ia menyadari bahwa temannya mengalami pelecehan seksual. Ia mengatakan bahwa mereka terus-menerus mengatakan bahwa wanita berdosa karena mengalihkan perhatian pria dari Tuhan.

Ia juga mengatakan bahwa Noel Stanton, pemimpin gerakan, meremehkan wanita setiap kali kesempatan muncul. Akhirnya, saat masih remaja, Philippa bersaksi di pengadilan melawan seorang laki-laki lanjut usia yang melakukan pelecehan seksual terhadap seorang remaja. Laki-laki itu akhirnya dihukum.

Kekerasan Seksual dan Penutupan Komunitas

Setelah kematian Noel Stanton pada tahun 2009, tuduhan kekerasan seksual terhadap anak-anak muncul. Jesus Fellowship akhirnya bubar pada tahun 2019 setelah serangkaian kasus pelecehan seksual yang menjadi sorotan publik.

Laporan dari Jesus Fellowship Community Trust (JFCT) menyebutkan bahwa setidaknya satu dari enam anak di Jesus Army telah mengalami pelecehan seksual. Beberapa orang yang menjadi terdakwa, termasuk 162 mantan pemimpin gereja, diyakini berperan dalam sejumlah kasus.

Kepolisian Northamptonshire kini sedang menghubungi otoritas setempat untuk menentukan pengamanan bagi para penyintas. JFCT menyatakan penyesalan atas dampak buruk yang serius selama 50 tahun terhadap bekas pengikut sekte ini. Mereka juga membuat program pendampingan yang memungkinkan penyintas "menatap masa depan".

Hingga saat ini, sekitar 12 mantan anggota Gereja Jesus Fellowship telah dihukum karena kekerasan seksual dan kejahatan lainnya.