Konflik Perbatasan Meningkat, Serangan Udara Thailand ke Kamboja Tewaskan 9 Warga Sipil

Featured Image

Ketegangan di Perbatasan Thailand dan Kamboja Memunculkan Konflik Bersenjata

Perbatasan antara Thailand dan Kamboja kembali memanas setelah konflik bersenjata terjadi pada hari Kamis (24/7/2025). Militer Thailand melancarkan serangan udara ke wilayah Kamboja, yang disebut sebagai respons atas serangan yang dilakukan oleh pasukan Kamboja. Dalam insiden ini, sembilan warga sipil tewas, termasuk seorang anak berusia 9 tahun.

Serangan udara tersebut dilakukan oleh salah satu dari enam jet tempur F-16 yang ditempatkan di wilayah konflik. Wakil Juru Bicara Angkatan Darat Thailand, Richa Suksuwanon, menyatakan bahwa pihaknya menggunakan kekuatan udara terhadap sasaran militer sesuai rencana. Insiden ini terjadi di sekitar kawasan kuil Ta Moan Thom di Provinsi Oddar Meanchey, yang menjadi wilayah persengketaan antara kedua negara.

Kedua pihak saling menyalahkan atas eskalasi terbaru. Militer Thailand mengklaim bahwa pasukan Kamboja lebih dulu menerbangkan drone pengintai sebelum melakukan penembakan artileri dan roket BM21. Sementara itu, militer Kamboja menyatakan bahwa mereka hanya melakukan balasan setelah diserang oleh pasukan Thailand.

Bentrokan terjadi di enam titik berbeda, sehingga seluruh pos lintas batas ditutup sementara waktu. Di Provinsi Surin, dua warga tewas akibat peluru artileri yang menghantam rumah mereka. Pihak berwenang telah mengevakuasi sekitar 40.000 penduduk dari 86 desa yang berada di dekat perbatasan.

Pemerintah Thailand juga menuding Kamboja menargetkan fasilitas sipil, termasuk sebuah rumah sakit. Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Thailand menyatakan siap memperkuat langkah-langkah pertahanan diri jika Kamboja terus melakukan serangan. Di sisi lain, Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja mengecam serangan udara Thailand sebagai "agresi militer brutal dan sembrono".

Mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, juga turut berkomentar. Ia menyatakan bahwa militer Thailand menembaki dua provinsi Kamboja, yaitu Oddar Meanchey dan Preah Vihear. Menurutnya, tentara Kamboja tidak punya pilihan selain melawan dan melakukan serangan balasan.

Situasi ini memicu penurunan drastis hubungan diplomatik antara kedua negara. Thailand memanggil pulang duta besarnya dari Phnom Penh dan mengusir duta besar Kamboja dari Bangkok. Partai penguasa Pheu Thai menyatakan bahwa hubungan diplomatik dengan Kamboja telah diturunkan.

Sebagai respons, pemerintah Kamboja menarik seluruh diplomatnya dari Thailand dan memerintahkan seluruh diplomat Thailand meninggalkan negaranya. Hubungan diplomatik kini diturunkan ke tingkat paling rendah, hanya menyisakan staf diplomatik berstatus “sekretaris kedua”.

Insiden ledakan ranjau juga memperburuk ketegangan. Satu tentara Thailand tewas dan tiga lainnya luka-luka dalam patroli di perbatasan. Thailand menyalahkan Kamboja atas kejadian ini, sementara Phnom Penh membantah dengan menyatakan bahwa tentara Thailand menyimpang dari jalur yang telah disepakati.

Sengketa perbatasan sepanjang 817 km antara Thailand dan Kamboja telah berlangsung selama lebih dari satu abad. Meski beberapa perjanjian telah dibuat untuk meredakan ketegangan, insiden militer dan tindakan saling balas terus terjadi. Kini, dengan korban sipil yang terus bertambah dan militer kedua negara dalam posisi siaga penuh, kawasan Asia Tenggara menghadapi salah satu krisis terburuk dalam hubungan bilateral antartetangga dalam beberapa tahun terakhir.