Konflik Thailand-Kamboja yang Menewaskan Warga Sipil

Perang Kecil di Perbatasan: Konflik Thailand dan Kamboja yang Menewaskan Warga Sipil
Pada hari Kamis (24/7/2025), ketegangan antara Thailand dan Kamboja meledak menjadi pertempuran mematikan di sepanjang perbatasan. Insiden ini menyebabkan kematian 12 warga negara Thailand, mayoritas dari kalangan sipil. Pihak berwenang Thailand mengungkapkan bahwa konflik terjadi di dekat kuil kuno Prasat Ta Moan Thom, yang terletak di wilayah perbatasan antara Provinsi Surin di Thailand dan Provinsi Oddar Meanchey di Kamboja.
Peristiwa ini dimulai pada pagi hari dan segera menyebar ke lokasi lain seperti Prasat Ta Krabey serta sepanjang perbatasan antara Provinsi Preah Vihear di Kamboja dan Provinsi Ubon Ratchathani di Thailand. Kedua belah pihak saling menuduh sebagai penyebab penyerangan. Militer Thailand mengklaim bahwa pasukan Kamboja mengerahkan pesawat tanpa awak pengintai sebelum meluncurkan serangan. Mereka juga menyatakan bahwa pasukan Kamboja menggunakan senjata berat, termasuk artileri dan roket jarak jauh BM21, sehingga memaksa tentara Thailand untuk membalas.
Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, menuding Thailand telah menargetkan posisi militer Kamboja di berbagai lokasi. Ia menyatakan bahwa Kamboja selalu berupaya menyelesaikan masalah secara damai, tetapi dalam situasi ini, mereka tidak punya pilihan selain merespons dengan kekuatan bersenjata.
Sejarah Sengketa Perbatasan
Sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja telah lama menjadi sumber ketegangan. Kedua negara memiliki perbatasan darat sepanjang lebih dari 800 km. Klaim yang disengketakan berasal dari peta tahun 1907 yang dibuat oleh penguasa kolonial Prancis. Kamboja menggunakan peta tersebut sebagai referensi, sedangkan Thailand berargumen bahwa peta tersebut tidak akurat.
Pada Februari 2025, pasukan Kamboja dan anggota keluarga mereka memasuki kuil kuno Preah Vihear, yang merupakan salah satu wilayah yang disengketakan. Mereka menyanyikan lagu kebangsaan Kamboja, yang memicu perkelahian singkat dengan pasukan Thailand. Pada tahun 1962, Mahkamah Internasional memberikan kedaulatan atas wilayah tersebut kepada Kamboja, yang menjadi sumber ketegangan dalam hubungan bilateral.
Kamboja kembali mengajukan gugatan pada tahun 2011 setelah beberapa bentrokan antara tentara dan pasukan Thailand yang menewaskan sekitar 20 orang dan membuat ribuan orang mengungsi. Pengadilan kemudian memperkuat putusan tersebut pada tahun 2013, yang dianggap sebagai pukulan besar bagi Thailand.
Penyebab Konflik yang Memanas
Konflik meletus kembali pada Mei 2025 ketika pasukan militer Thailand dan Kamboja saling tembak di sebuah "wilayah tak bertuan" yang diklaim oleh kedua negara. Kedua belah pihak menyatakan tindakan mereka sebagai pembela diri. Seorang tentara Kamboja tewas dalam insiden tersebut.
Meskipun kedua negara menyatakan kesepakatan untuk meredakan situasi, pejabat mereka terus melakukan tindakan yang meningkatkan ketegangan. Thailand membatasi waktu penyeberangan dan melarang turis serta pekerja kasino Thailand menyeberang ke Kamboja. Sementara itu, Kamboja melarang film dan acara TV Thailand, menghentikan impor buah-buahan dan sayur-sayuran dari Thailand, serta memboikot hubungan internet dan pasokan listrik negara tetangganya.
Peningkatan ketegangan terjadi setelah seorang tentara Kamboja tewas dalam baku tembak singkat di wilayah perbatasan pada akhir Mei 2025. Situasi memburuk drastis ketika Thailand menuduh Kamboja memasang ranjau darat baru di wilayah yang disengketakan. Seorang tentara Thailand kehilangan anggota tubuhnya akibat ledakan ranjau darat, yang kedua dalam seminggu. Bangkok kemudian menarik duta besarnya dari Phnom Penh dan mengumumkan pengusiran utusan Kamboja.
Pertempuran Berdarah di Wilayah Perbatasan
Pada pagi hari Kamis (24/7/2025), militer Thailand mengerahkan kekuatan udara. Salah satu dari enam jet tempur F-16 yang ditempatkan di dekat perbatasan melancarkan serangan terhadap target militer Kamboja. Wakil juru bicara militer Thailand, Kolonel Richa Suksuwanon, menyatakan bahwa mereka menggunakan kekuatan udara sesuai rencana.
Pemerintah Kamboja mengecam serangan tersebut sebagai "agresi militer yang sembrono dan brutal". Mereka menuduh Thailand melanggar kedaulatan dan perjanjian sebelumnya yang bertujuan meredakan ketegangan. Kamboja juga menyatakan bahwa jet tempur Thailand menjatuhkan dua bom di jalan di wilayah Kamboja.
Setelah insiden tersebut, Thailand memerintahkan penutupan semua perlintasan perbatasan dengan Kamboja karena khawatir akan eskalasi militer yang lebih luas.
Apakah Ini Akan Menjadi Perang Penuh?
Penjabat Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, menyatakan bahwa perselisihan dengan Kamboja masih rumit dan harus ditangani dengan hati-hati serta sejalan dengan hukum internasional. Sementara itu, Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, menegaskan bahwa negaranya ingin menyelesaikan perselisihan secara damai, tetapi tidak punya pilihan selain merespons dengan kekuatan bersenjata jika agresi terus berlangsung.
Meskipun pernah terjadi baku tembak serius di masa lalu, eskalasi biasanya mereda dengan cepat. Namun, saat ini terdapat kekurangan kepemimpinan yang memiliki kekuatan dan keyakinan untuk menarik diri dari konfrontasi ini di kedua negara.