Pasar Otomotif Semakin Padat, Toyota dan Suzuki Pilih Hindari Persaingan Harga

Perang Harga di Pasar Otomotif Indonesia
Pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025 menjadi ajang penting bagi para produsen mobil asal Tiongkok untuk menunjukkan kekuatan mereka di pasar Indonesia. Perusahaan seperti BYD, Chery, Wuling, dan Jaecoo menghadirkan berbagai model baru dengan harga yang terjangkau. Hal ini langsung memengaruhi dinamika pasar kendaraan roda empat nasional.
Salah satu contohnya adalah BYD Atto 1 yang dibanderol mulai dari Rp 195 juta. Harga tersebut dianggap sebagai pemantik perang harga yang berdampak pada segmen mobil murah dan kendaraan listrik. Kehadiran produk-produk baru ini memberikan tekanan terhadap merek-merek lokal maupun internasional yang sudah lama beroperasi di Indonesia.
Menanggapi situasi ini, beberapa produsen ternama seperti Toyota-Astra Motor (TAM) mengambil sikap yang berbeda. Mereka tidak ingin ikut serta dalam strategi banting harga. Menurut Resha Kusuma Atmaja, Marketing Planning General Manager TAM, Toyota tetap fokus pada inovasi dan pengalaman pelanggan secara menyeluruh.
“Toyota tidak pernah menurunkan harga. Karena bagi kami, konsumen membeli mobil untuk jangka panjang. Kami melihat konsumen masih menganggap mobil sebagai barang mewah, sehingga mereka sangat memperhitungkan kualitas dan daya tahan,” ujarnya dalam sebuah dialog industri otomotif nasional.
TAM juga memilih strategi yang lebih menyasar kebutuhan konsumen di berbagai segmen wilayah. Mulai dari kota besar hingga pedesaan, perusahaan berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa hanya sekadar bersaing harga. Resha menekankan bahwa kepercayaan dan nilai jangka panjang kepada pelanggan menjadi prioritas utama.
Selain Toyota, Daihatsu juga merespons dengan hati-hati. PT Astra International Daihatsu Sales Operation mengamati dampak dari BYD Atto 1 terhadap segmen low cost green car (LCGC), yang selama ini menjadi tulang punggung penjualan Daihatsu. Tri Mulyono, Marketing & Customer Relation Division Head Astra Daihatsu, menyatakan bahwa pihaknya masih melihat adopsi mobil listrik di bawah Rp 200 juta.
“Kami masih melihat adopsi EV di bawah Rp 200 juta ini. Selama ini, pasar EV bermainnya di segmen menengah ke atas. Kami pelajari dulu penerimaan pasar seperti apa,” kata Tri.
Sementara itu, Suzuki Indomobil Motor (SIM) juga memberikan tanggapan serupa. Managing Director SIM, Shodiq Wicaksono, menegaskan bahwa kompetisi harga sebaiknya tidak mengorbankan kualitas produk. Bagi Suzuki, menjaga kepercayaan konsumen adalah prioritas utama.
“Kalau kepercayaan hilang, selesai. Kita harus jaga kualitas dulu. Soal harga, bisa saja ditekan lewat efisiensi produksi seperti yang dilakukan Suzuki di India. Tapi tetap yang utama adalah kualitas,” ujar Shodiq.
Ia juga menganggap dinamika harga saat ini sebagai bagian dari strategi pasar masing-masing. Namun, ia menilai jika pasar otomotif nasional kembali ke angka penjualan 1,2 juta–1,3 juta unit per tahun, isu perang harga akan mereda sendiri.
“Kalau pasarnya tumbuh besar lagi, saya rasa kita semua bisa tumbuh bersama. Karena tiap brand punya kekuatan di segmennya masing-masing,” tambahnya.
BYD Atto 1 hadir di GIIAS 2025 dengan harga Rp 195 juta (varian Dynamic) dan Rp 235 juta (varian Premium), jauh di bawah rata-rata harga EV saat ini. Hal ini disebut memicu reaksi cepat dari Wuling yang dilaporkan menurunkan harga Air EV hingga Rp 170 jutaan. Tak hanya BYD, Chery juga merilis Tiggo Cross Sport dan CSH dengan harga mulai dari Rp 299,9 juta. Jaecoo, pemain baru dari Tiongkok, juga meluncurkan crossover listrik Jaecoo J5 EV dengan harga pre-booking mulai Rp 350 juta.