Pelatihan dan Pembinaan Kelompok Tani Hutan di Desa Mariah Nagur

Featured Image

Program Pelatihan dan Pembinaan Kelembagaan Kelompok Tani Lestari Hutan

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan perhutanan sosial yang berkelanjutan, Conservation Development Forest (CDF) Sumatera Utara, WALHI Sumatera Utara, dan Balai Perhutanan Sosial Wilayah Medan mengadakan program Pelatihan dan Pembinaan Kelembagaan Kelompok Tani Lestari Hutan di Desa Mariah Nagur, Kabupaten Deli Serdang. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 1-2 Agustus 2025.

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari hasil pembahasan dan evaluasi yang sebelumnya dilakukan oleh CDF Sumatera Utara dan WALHI Sumatera Utara sebagai lembaga pendamping pada tanggal 16-17 Juni 2025. Hasil evaluasi tersebut menunjukkan adanya pelanggaran terhadap aturan dalam perhutanan sosial. Oleh karena itu, pihak-pihak terkait mengundang Balai Perhutanan Sosial Wilayah Medan untuk memberikan sosialisasi dan pembinaan agar kelompok tani memahami konsep perhutanan sosial secara lebih baik.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan kembali aturan dan tata kelola perhutanan sosial kepada kelompok tani yang telah mendapatkan izin pengelolaan secara legal, adil, dan berkelanjutan. Dengan program ini, diharapkan masyarakat tidak lagi melakukan penanaman sawit di area perhutanan sosial. Jika ada pelanggaran, maka mereka harus bersedia memperbaiki situasi dengan menghentikan, membunuh, dan mengganti tanaman sawit dengan jenis tanaman lain yang sesuai dengan ketentuan.

Kegiatan ini diselenggarakan di dusun Bahlandong, Desa Mariah Nagur dan diikuti oleh 135 peserta yang terdiri dari masyarakat, anggota kelompok tani Lestari Hutan, serta dihadiri oleh Kepala Desa Mariah Nagur. Acara dimulai dengan pemaparan oleh Bung Fritz Octo Saragih, Direktur CDF Sumatera Utara, yang menjelaskan hasil kesepakatan dari kegiatan sebelumnya terkait evaluasi adanya tanaman sawit di area perhutanan sosial dan rencana lanjutan.

Selanjutnya, Bapak Hendry Simamora dari Balai Perhutanan Sosial Wilayah Medan menyampaikan materi tentang kebijakan, aturan, dan tata kelola perhutanan sosial. Dalam sesi ini, audiens diberikan penjelasan lengkap tentang manfaat perhutanan sosial jika dikelola sesuai aturan serta sanksi yang akan diberikan jika melanggar.

Pemateri juga menekankan bahwa izin pengelolaan kawasan hutan melalui perhutanan sosial dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama dengan adanya kepastian hukum. Namun, hal ini juga disertai dengan tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan. Masyarakat diharapkan memahami bahwa mereka bukan hanya pengguna, tetapi juga penjaga dan pengelola hutan secara aktif.

Selain itu, peserta juga diberikan informasi tentang larangan penanaman sawit dalam perhutanan sosial dan dampaknya terhadap lingkungan. Dijelaskan bahwa hasil tangkapan satelit menunjukkan sekitar 20-30 Ha dari total 690 Ha area perhutanan sosial telah ditanami sawit. Namun, luas area yang ditanami sawit bisa lebih besar karena adanya tanaman sawit usia muda yang tidak terlihat oleh satelit.

Penjelasan ini memberikan pemahaman bahwa izin perhutanan sosial yang sudah diberikan selama 35 tahun melalui SK MenLHK Nomor 5334/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/8/2018 bisa dicabut kembali jika tidak dipenuhi syarat. Namun, jika kelompok tani memenuhi persyaratan, mereka masih bisa mengelola hutan hingga habis masa kesepakatan.

Beberapa contoh praktik sukses dari desa lain yang telah menerapkan perhutanan sosial dengan berbagai jenis tanaman seperti kopi, aren, durian, alpukat, dan lainnya juga dibagikan. Selain itu, ada contoh desa yang berhasil memanfaatkan kawasan hutan untuk budidaya madu hutan dan ekowisata yang mendorong perekonomian desa.

Tidak hanya itu, pemateri juga menjelaskan beberapa contoh desa yang telah dilakukan penertiban, pembinaan, dan pencabutan izin. Ada desa yang sadar dan langsung melakukan pencabutan pohon sawit, sedangkan ada juga yang tidak mau melakukannya hingga akhirnya izin dicabut dan status mereka kembali menjadi perambah.

Contoh-contoh ini memberikan inspirasi dan harapan bagi kelompok tani lestari hutan bahwa mereka masih memiliki peluang untuk mengelola perhutanan sosial jika komitmen, kemauan, dan kerja sama antar anggota terjalin.

Selain pemaparan materi, kegiatan ini juga dilengkapi dengan diskusi interaktif dan sesi tanya jawab agar peserta memahami secara lebih menyeluruh. Pentingnya kolaborasi antara kelompok tani, pemerintah desa, lembaga pendamping, instansi kehutanan, dan instansi lainnya juga disampaikan.

Hasil dari kegiatan ini diakhiri dengan closing statement dari kelompok tani, masyarakat, dan pemerintah desa untuk menindaklanjuti teguran terhadap pelanggaran penanaman sawit di area perhutanan sosial. Dengan kegiatan ini dan ke depannya, diharapkan masyarakat, khususnya kelompok tani Lestari Hutan, mulai memahami pentingnya skema perhutanan sosial yang benar sebagai langkah untuk mempertahankan hak kelola hutan secara sah, sekaligus termotivasi untuk berkembang bersama dan berperan aktif menjaga kelestarian hutan.