Sejarah Kasus Adrian Gunadi, Mantan Bos Investree

Perjalanan Adrian Asharyanto Gunadi dari Mantan Direktur Investree hingga Jadi CEO di Qatar
Adrian Asharyanto Gunadi, mantan Direktur Utama PT Investree Radhika Jaya (Investree), kembali menjadi sorotan setelah menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) di JTA Investree Doha Consultancy. Ia dikenal sebagai bekas pemimpin perusahaan fintech yang sempat menghadapi berbagai masalah hukum dan keuangan.
Setelah lama menjadi buron internasional, Adrian kini kembali muncul dalam lingkungan bisnis di luar negeri. Ia tercantum dalam laman resmi jtaivestree.qa sebagai CEO perusahaan konsultan di Doha, Qatar. Selain Adrian, Amir Ali Salemi juga tercatat sebagai Chairman JTA Investree Doha. Penetapan ini memicu reaksi dari otoritas keuangan Indonesia.
Status Hukum Adrian di Indonesia
Adrian menjadi tersangka atas dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan, termasuk pengumpulan dana tanpa izin. Ia kemudian masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) serta memiliki status red notice. Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi menyatakan bahwa institusinya akan terus memburu Adrian untuk dipulangkan ke Indonesia melalui kerja sama dengan otoritas lokal maupun internasional.
OJK menyesalkan pemberian izin oleh instansi terkait di Qatar kepada Adrian untuk menjabat sebagai CEO di JTA Investree Doha Consultancy. Hal ini dilakukan meskipun ia masih memiliki status hukum yang belum selesai di Indonesia. OJK juga akan meminta pertanggungjawaban Adrian baik secara pidana maupun perdata.
Penghapusan Izin Usaha Investree
Sebelumnya, OJK mencabut izin usaha Investree berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 tanggal 21 Oktober 2024. Pencabutan izin ini terjadi setelah Adrian dipecat pada 2 Februari 2024 karena tingkat kredit macet yang tinggi. Saat itu, tingkat keberhasilan bayar atau TKB90 Investree adalah 83,56 persen, sementara TWP90-nya mencapai 16,44 persen—jauh di atas batas ketentuan OJK sebesar 5 persen.
Pada November 2024, OJK mencatat ada 561 aduan dari masyarakat terkait kasus Investree. Angka ini setara dengan 3 persen dari total aduan fintech yang masuk ke OJK. Aduan terbanyak berkaitan dengan kegagalan atau keterlambatan transaksi, imbal hasil, dan margin keuntungan.
Penyebab Kredit Macet dan Penetapan DPO
Pada 5 Januari, Adrian dalam pernyataan tertulis menyampaikan bahwa operasional perusahaan masih berjalan lancar. Ia menjelaskan bahwa penyebab kredit macet adalah dampak pandemi Covid-19 terhadap beberapa debitur. Namun, akhirnya Adrian ditetapkan sebagai DPO pada awal Desember 2024.
Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK Tongam L. Tobing menyatakan bahwa Adrian diduga masih berada di Qatar. OJK bersama Polri terus memburu Adrian dan telah mencekal serta memberikan red notice ke Interpol.
Pembubaran dan Likuidasi Investree
Investree resmi dibubarkan dan masuk proses likuidasi setelah pencabutan izin usaha oleh OJK. Keputusan ini diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 14 Maret 2025. RUPS juga menunjuk Tim Likuidator yang disetujui oleh OJK sesuai ketentuan POJK 40/2024.
Tim Likuidator mengimbau para pemberi pinjaman atau lender yang memiliki tagihan terhadap Investree untuk segera mengajukan klaim secara tertulis, dilengkapi dengan bukti yang sah. Mereka memberi waktu selambat-lambatnya 60 hari kalender sejak pengumuman ini.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Adrian mengenai sengkarut yang menjeratnya. Kehadirannya di Qatar sebagai CEO JTA Investree Doha Consultancy semakin memperkuat spekulasi tentang masa depannya.