Sekda Tegur Dinsos Jabar Usai Siswa Disabilitas Diusir dari Asrama

Peninjauan Langsung oleh Sekda Jabar Terkait Pengusiran Siswa Disabilitas
Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman, menegur Kepala UPTD Pusat Layanan Sosial Griya Harapan Difabel (PPSGHD) Dinas Sosial Jabar setelah terjadi insiden pengusiran siswi disabilitas dari asrama. Insiden ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah karena melibatkan kepentingan anak-anak yang membutuhkan perlindungan dan perawatan khusus.
Herman melakukan peninjauan langsung ke lokasi asrama dan juga mengunjungi siswi SLBN A Pajajaran yang terdampak. Asrama tersebut dihuni oleh dua orang siswi disabilitas beserta satu orang pengurus, yaitu di Asrama Caruban. Ia menjelaskan bahwa kapasitas asrama tersebut adalah sembilan orang. Namun, UPTD setempat berencana untuk memaksimalkan penggunaan wisma agar lebih efisien dan efektif dalam memberikan layanan terbaik bagi para difabel.
Rencana Relokasi dan Tantangan Teknis
Menurut Herman, rencana awalnya adalah menggabungkan dua siswi tersebut dengan anak difabel lainnya di wisma sebelahnya. Meskipun rencana ini baik, teknis pelaksanaannya menjadi masalah. Oleh karena itu, ia memberikan teguran keras kepada kepala UPTD tersebut.
Herman menyebutkan bahwa ada dua hal yang menjadi penyebab insiden ini. Pertama, saat proses pergeseran dari wisma, barang milik peserta didik maupun pendampingnya harus diketahui langsung. Hal ini merupakan etika yang seharusnya diterapkan. Menurutnya, Andina, kepala UPTD, sudah memberi pemberitahuan kepada Anggita, pengasuh siswi tersebut, tentang persiapan perpindahan. Namun, mungkin respons dari Anggita kurang cepat, sehingga Andina memutuskan untuk memindahkan barang-barang ke wisma sebelah.
"Jadi tidak disaksikan langsung oleh yang bersangkutan, sehingga kesannya seolah-olah diusir, padahal ada proses sebelumnya," jelas Herman.
Kondisi Asrama dan Keberatan Orang Tua
Saat meninjau langsung lokasi asrama, Herman menyampaikan bahwa kondisinya sudah terisi penuh oleh sembilan orang difabel yang berusia di atas usia sekolah. Namun, dua orang siswi ini membutuhkan pendampingan orang tua, dan mereka keberatan disatukan dengan yang lain di Wisma Kembang Jenar.
Menurut Herman, dua hal utama yang menyebabkan keberatan orang tua adalah: pertama, perpindahan barang tidak disaksikan langsung dan tidak ada izin langsung. Kedua, pembimbing tidak diberikan ruangan sendiri di wisma baru, yang membuat orang tua merasa tidak nyaman dan membawa pulang kedua siswi tersebut.
Solusi yang Diambil oleh Pihak Terkait
Herman telah berbicara dengan kedua belah pihak dan menyiapkan tempat apakah di wisma tersebut atau yang lain. Yang jelas, dua siswi ini harus tetap bersama pengasuhnya saat ini. Ia juga telah bertemu dengan anak-anak tersebut dan memastikan bahwa mereka membutuhkan bimbingan. Anggita, pengasuh siswi, juga telah ditemui dan akan disiapkan tempat yang sesuai.
Selain itu, Herman meminta kepala UPTD untuk menyampaikan permohonan maaf atas insiden ini. Ia juga menegaskan bahwa segala tanggung jawab terkait makanan dan kebutuhan lain akan ditangani oleh pihaknya.
Penjelasan dari Pembimbing dan Kepala UPTD
Anggita Pratiwi, pembimbing asrama putri SLBN A Pajajaran, mengatakan bahwa pemindahan barang dilakukan saat dirinya sedang berada di sekolah. Setelah menerima telepon dari PPSGHD, ia mengetahui bahwa asrama harus dikosongkan. Namun, ketika ia memverifikasi ulang, ternyata asrama tersebut sudah dikosongkan.
Petugas Dinsos telah memindahkan barang-barang dari asrama putri itu sebelum memberi tahu bahwa ruangan tersebut akan digunakan. Bahkan, gembok kamar pembimbing dibongkar secara paksa. Selain itu, barang-barang milik klien atau alumni PPSGHD juga dimasukkan ke dalam ruangan tersebut.
Andina Rahayu, kepala UPTD PPSGHD, menegaskan bahwa tidak ada pengusiran terhadap siswi-siswi tersebut. Ia menekankan bahwa para siswi akan tetap bersekolah dan menjalankan aktivitas mereka. Hanya saja, lokasi mereka akan dipindahkan. Kesepakatan antara UPTD PPSGHD dan SLBN A Pajajaran telah dilakukan pada 15 Juli 2025 mengenai relokasi para siswi yang akan bergabung dengan penyandang disabilitas lainnya.