Sekolah Pascasarjana di Singapura Rilis Peta Jalan 5G-AI ASEAN

Mesothelioma Survival, Jakarta - Lee Kuan Yew School of Public Policy (LKYSPP), sekolah pascasarjana kebijakan publik di bawah National University of Singapore (NUS), merilis laporan tentang strategi percepatan transformasi digital di kawasan Asia Tenggara melalui integrasi 5G dan akal imitasi (AI). Selain mengangkat potensi teknologi, ada juga catatan soal timpangnya adopsi 5G.
Laporan berjudul “Leveraging 5G to Accelerate AI-Driven Transformation in ASEAN: Imperatives, Policy Insights, and Recommendations” mengungkap potensi ekonomi senilai US$130 miliar atau sekitar Rp 2,1 triliun yang dapat diraih ASEAN—negara di kawasan Asia Tenggara— jika mampu mengadopsi 5G secara merata dan terkoordinasi hingga 2030. Namun, pengembangan konektivitas ini masih timpang, tampak dari tingkat penetrasinya yang sudah menembus 48,3 persen di Singapura, namun masih kurang dari 1 persen di beberapa negara ASEAN lainnya.
Profesor Vu Minh Khuong dari LKYSPP mengatakan konvergensi 5G dan AI menjadi fondasi perkembangan smart manufacturing, pertanian yang presisi, serta mobilitas otonom. “Maka dari itu, ASEAN tidak dapat menunda lebih lama lagi. Jendela peluang untuk membangun kepemimpinan dalam konektivitas cerdas semakin sempit,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Selasa, 22 Juli 2025.
Menurut Khuong, riset terbaru ini menawarkan cetak biru yang dapat dipakai oleh para pembuat kebijakan di ASEAN. Strategi yang terkoordinasi, kata dia, harus segera dirumuskan untuk mewujudkan kepemimpinan ASEAN dalam hal konektivitas cerdas.
“Sehingga kawasan ini dapat tumbuh pesat menuju kepemimpinan digital yang transformatif,” tutur dia.
10 Langkah Transformasi Digital Berbasis 5G-AI
Berdasarkan survei terhadap lebih dari 400 profesional di delapan negara ASEAN, diperkuat dengan wawancara dengan sejumlah pemangku kepentingan, studi ini mengidentifikasi sepuluh langkah kunci transformasi digital berbasis 5G-AI. Salah satu langkahnya adalah membentuk kepemimpinan digital yang terkoordinasi guna mengatasi fragmentasi kebijakan di masing-masing negara.
Laporan yang disusun para akademisi LKYSPP juga menekankan pentingnya memandang 5G sebagai pendorong AI, alih-alih sekadar teknologi komunikasi. Pemerintah juga didorong segera menambal kesenjangan keterampilan tenaga kerja yang saat ini menjadi penghambat adopsi teknologi baru di sektor industri.
Untuk memperkuat arah kebijakan, LKYSPP merekomendasikan lima prioritas strategis, yakni merumuskan strategi pengembangan 5G-AI nasional dengan peta jalan rinci periode 2025–2030, membentuk lembaga koordinasi yang kuat di negara-negara anggota ASEAN, serta menerapkan kebijakan spektrum yang visioner. Ada juga dorongan untuk membangun ekosistem AI melalui kolaborasi publik dan swasta, menyusun kerangka kerja pemantauan, serta mekanisme penyesuaian arah kebijakan.
Sejumlah studi kasus juga diangkat dalam laporan ini. Singapura, sebagai contoh, berhasil memangkas latensi hingga 50 persen berkat pelabuhan digital berbasis 5G. Thailand telah menerapkan sistem manajemen bencana berbasis AI, sementara model jaringan wholesale di Malaysia mencatat cakupan populasi 82 persen.
Penelitian juga menyebut bahwa jaringan 5G privat penting untuk mendukung transformasi Industri 4.0, dan Fixed Wireless Access bisa menjadi solusi konektivitas di daerah terpencil. Selain itu, implementasi 5G saat ini dianggap sebagai pijakan penting menuju jaringan 6G yang diperkirakan hadir pada 2030.
Laporan yang sama menegaskan bahwa ASEAN berpeluang menjadi pemimpin global dalam integrasi 5G dan AI jika mampu bertindak cepat dan terkoordinasi. Teknologi ini berpotensi mendorong transformasi sektor manufaktur, pertanian, hingga pendidikan—termasuk memberikan akses pembelajaran imersif kepada siswa di wilayah tertinggal.
Laporan lengkap dan ringkasan eksekutifnya dapat diakses melalui tautan resmi yang disediakan oleh LKYSPP. Temuan tersebut diharapkan dapat menjadi panduan kebijakan dan seruan bagi seluruh institusi di ASEAN untuk memanfaatkan momentum digital dan membangun masa depan yang inklusif bagi 700 juta penduduk kawasan.