Tarif Notaris dan PPAT Berbeda, Ini Penjelasannya

Perbedaan Tugas dan Wewenang Notaris serta PPAT
Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah dua profesi yang berbeda dalam bidang hukum dan pertanahan di Indonesia. Meskipun keduanya memiliki kesamaan dalam membuat akta-akta otentik, tugas dan wewenangnya sangat berbeda.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan atau yang diinginkan oleh pihak yang terkait. Mereka bertanggung jawab atas berbagai jenis akta, seperti akta kelahiran, akta kematian, akta pernikahan, dan akta waris. Tanggung jawab Notaris tidak terbatas hanya pada bidang pertanahan, tetapi mencakup berbagai aspek hukum perdata.
Sementara itu, PPAT merupakan pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik terkait perbuatan hukum tertentu yang berkaitan dengan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. PPAT berwenang untuk membuat akta-akta yang berkaitan dengan hak atas tanah, seperti akta jual beli, akta hibah, akta tukar menukar, dan akta pemberian hak tanggungan. Tanggung jawab PPAT lebih spesifik dan terbatas pada bidang pertanahan.
Besaran Honorium Notaris dan PPAT
Honorium Notaris ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Notaris termasuk dalam kriteria tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas. Penghasilan sehubungan dengan jasa Notaris antara lain honorarium yang besarnya didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.
Nilai ekonomis ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut: - Sampai dengan Rp 100 juta atau ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5 persen. - Di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 1 miliar, honorarium yang diterima paling besar 1,5 persen. - Di atas Rp 1 miliar, honorarium yang diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1 persen dari objek yang dibuatkan aktanya.
Sementara itu, nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp 5 juta per akta.
Honorium PPAT juga memiliki aturan tersendiri. Uang jasa PPAT dan PPAT Sementara atas biaya pembuatan akta tidak boleh melebihi 1 persen dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta. Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2021 tentang Uang Jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Uang jasa PPAT sudah termasuk honorarium saksi dalam pembuatan akta dan didasari oleh nilai ekonomis. Nilai ekonomis tersebut ditentukan dari harga transaksi setiap akta dengan rincian sebagai berikut: - Kurang dari atau sampai dengan Rp 500 juta, paling banyak sebesar 1 persen. - Lebih dari Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar, paling banyak sebesar 0,75 persen. - Lebih dari Rp 1 miliar hingga Rp 2,5 miliar, paling banyak sebesar 0,5 persen. - Lebih dari Rp 2,5 miliar, paling banyak sebesar 0,25 persen.
Dengan demikian, baik Notaris maupun PPAT memiliki aturan yang jelas terkait honorium mereka, yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hal ini memastikan bahwa pengguna layanan mendapatkan informasi yang jelas dan transparan mengenai biaya yang diperlukan.