Thailand Siap Gencatan Senjata dengan Kamboja, Ini Perkembangannya

Pernyataan Thailand tentang Gencatan Senjata dengan Kamboja
Pemerintah Thailand mengumumkan kesiapannya untuk menjalin gencatan senjata dan membuka dialog bilateral dengan Kamboja guna menyelesaikan konflik bersenjata yang terjadi di wilayah perbatasan kedua negara. Pernyataan ini disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Thailand pada malam hari, setelah terjadinya bentrokan berkepanjangan antara pasukan kedua negara.
Konflik terbaru antara Thailand dan Kamboja dimulai sejak hari Kamis (24/7/2025) dan telah berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Selama masa tersebut, kedua belah pihak saling menembakkan artileri berat di sepanjang garis perbatasan. Dampak dari konflik ini telah menewaskan sedikitnya 33 orang dan memaksa lebih dari 150.000 warga mengungsi dari daerah mereka.
Dalam pernyataannya, Kemenlu Thailand menyatakan bahwa pihaknya secara prinsip setuju untuk memberlakukan gencatan senjata. Hal ini dilaporkan melalui akun media sosial resmi mereka. Meskipun tidak ada informasi resmi mengenai kesepakatan yang pasti, langkah ini menunjukkan upaya untuk menciptakan suasana damai dan mencegah eskalasi konflik lebih lanjut.
Peran Presiden AS dalam Perdamaian
Beberapa waktu setelah pengumuman dari Thailand, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan bahwa dirinya telah berbicara dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dan Perdana Menteri sementara Thailand Phumtham Wechayachai. Menurut Trump, kedua pemimpin tersebut sepakat untuk segera bertemu dan merumuskan kesepakatan gencatan senjata. Pernyataan ini diperkuat oleh Kemenlu Thailand yang mengonfirmasi adanya komunikasi antara Trump dan Phumtham.
Dalam percakapan tersebut, Phumtham meminta Trump untuk menyampaikan pesan kepada pihak Kamboja bahwa Thailand ingin segera mengadakan dialog bilateral guna membahas langkah-langkah menuju gencatan senjata dan penyelesaian damai atas konflik yang terjadi.
Konflik Meluas ke Wilayah Pesisir
Bentrokan tidak hanya terjadi di daratan, tetapi juga meluas ke wilayah pesisir Teluk Thailand. Ledakan terdengar di wilayah sekitar 250 kilometer dari garis depan utama pada hari Sabtu sore. Seorang warga setempat, Samlee Sornchai (76 tahun), mengungkapkan rasa takutnya saat ia harus meninggalkan rumahnya yang berdekatan dengan zona konflik dan mengungsi ke sebuah wihara di Kota Kanthararom, Thailand.
Konflik perbatasan yang telah berlangsung lama ini memanas sejak awal pekan lalu, dengan partisipasi pesawat tempur, tank, dan pasukan darat. Awalnya, ketegangan dipicu oleh sengketa atas situs candi kuno yang telah lama menjadi rebutan. Situasi kemudian berkembang hingga melibatkan wilayah pedesaan di sepanjang perbukitan yang berbatasan langsung dengan hutan lebat dan lahan pertanian karet serta padi.
Korban Jiwa dan Pengungsi
Kementerian Pertahanan Kamboja melaporkan bahwa 13 warganya tewas sejak Kamis, termasuk delapan warga sipil dan lima tentara. Sebanyak 71 orang lainnya juga terluka. Di sisi lain, otoritas Thailand menyebut 13 warga sipil dan tujuh tentara mereka tewas, sehingga total korban jiwa melebihi angka dalam konflik serupa pada periode 2008–2011.
Pemerintah Kamboja menuduh militer Thailand menembakkan lima peluru artileri berat ke Provinsi Pursat, yang berbatasan dengan Provinsi Trat di Thailand. Sebaliknya, Thailand menuduh Kamboja menargetkan infrastruktur sipil, termasuk rumah sakit yang terkena tembakan. Akibat konflik ini, lebih dari 138.000 warga Thailand dan sekitar 35.000 warga Kamboja mengungsi dari rumah mereka.
Seruan PBB untuk Gencatan Senjata
Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat di New York pada Jumat. Duta Besar Kamboja untuk PBB, Chhea Keo, menyatakan bahwa negaranya menginginkan "gencatan senjata segera" dan solusi damai atas sengketa ini. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap eskalasi kekerasan dan mendesak kedua negara untuk "segera menyepakati gencatan senjata" serta memulai dialog demi solusi jangka panjang.
“Sekjen mengecam jatuhnya korban jiwa yang tragis dan tidak perlu, serta luka-luka pada warga sipil dan kerusakan infrastruktur di kedua belah pihak,” ujar Wakil Juru Bicara PBB, Farhan Haq.
Ketegangan Politik dan Tuduhan Balik
Thailand dan Kamboja saling menuduh pihak lain sebagai pihak yang memulai serangan pertama. Kamboja juga menuduh Thailand menggunakan bom cluster yang dilarang internasional, sementara Thailand menyebut Kamboja menargetkan fasilitas sipil. Konflik ini memuncak setelah seorang tentara Kamboja tewas dalam bentrokan perbatasan pada Mei lalu.
Ketegangan semakin parah ketika mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, merilis rekaman pembicaraan telepon dengan Perdana Menteri Thailand saat itu, Paetongtarn Shinawatra. Dalam rekaman itu, Paetongtarn dianggap tidak cukup membela kepentingan Thailand dan bahkan mengkritik militernya sendiri. Akibatnya, ia diskors dari jabatannya oleh pengadilan konstitusi Thailand.