Thailand Umumkan Darurat Militer di 8 Provinsi Perbatasan Kamboja

Featured Image

Eskalasi Ketegangan Militer di Perbatasan Thailand dan Kamboja

Pemerintah Thailand mengumumkan status darurat militer di delapan provinsi yang berada di perbatasan dengan Kamboja, sebagai respons terhadap meningkatnya ketegangan antara kedua negara. Pengumuman ini disampaikan oleh Komando Pertahanan Perbatasan Thailand di Provinsi Chanthaburi dan Trat, yang menyatakan bahwa keadaan darurat akan segera berlaku setelah Kamboja menggunakan kekuatan untuk menginvasi wilayah perbatasan.

Peristiwa ini terjadi setelah bentrokan antara pasukan Thailand dan Kamboja terjadi pada dini hari hari Kamis. Awalnya, terjadi baku tembak antara pasukan darat, yang kemudian semakin memanas. Deru serangan artileri dari sisi Kamboja terdengar terus-menerus pada Jumat.

Menurut laporan Kementerian Pertahanan Kamboja, jumlah korban tewas telah meningkat menjadi 13 orang—terdiri dari lima tentara dan delapan warga sipil—dengan lebih dari 35.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Sementara itu, Kementerian Kesehatan Thailand melaporkan bahwa lebih dari 138.000 orang telah dievakuasi dari wilayah perbatasannya. Korban tewas mencapai 15 orang—14 warga sipil dan satu tentara—dengan 46 lainnya luka-luka, termasuk 15 tentara.

Pertempuran kembali terjadi di tiga wilayah sekitar pukul 4 pagi pada Jumat. Pasukan Kamboja menembakkan senjata berat, artileri lapangan, dan sistem roket BM-21, sementara pasukan Thailand merespons dengan tembakan pendukung yang sesuai. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Nikorndej Balankura, menyatakan bahwa pertempuran mulai mereda pada sore hari Jumat. Ia juga menyampaikan bahwa Bangkok terbuka untuk perundingan, mungkin dengan bantuan Malaysia.

"Kami siap. Jika Kamboja ingin menyelesaikan masalah ini melalui jalur diplomatik, bilateral, atau bahkan melalui Malaysia, kami siap melakukannya. Namun sejauh ini kami belum menerima tanggapan apa pun," ujar Nikorndej sebelum pertemuan PBB digelar. Malaysia saat ini menjabat sebagai ketua blok regional ASEAN, yang terdiri dari Thailand dan Kamboja.

Sebelumnya, Penjabat Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, memberi peringatan bahwa jika situasi memburuk, "hal itu bisa berkembang menjadi perang". "Untuk saat ini, masih terbatas pada bentrokan," katanya kepada wartawan di Bangkok.

Kedua belah pihak saling menyalahkan karena melepaskan tembakan terlebih dahulu. Thailand menuduh Kamboja menargetkan infrastruktur sipil, termasuk sebuah rumah sakit yang terkena tembakan dan pom bensin yang terkena setidaknya satu roket. Di PBB, utusan Kamboja mempertanyakan pernyataan Thailand bahwa negaranya, yang lebih kecil dan kurang berkembang secara militer dibandingkan tetangganya, telah memulai konflik.

"(Dewan Keamanan) meminta kedua belah pihak untuk (menunjukkan) pengendalian diri semaksimal mungkin dan menggunakan solusi diplomatik. Itulah yang kami serukan juga," kata Chhea Keo. Tidak ada peserta lain dalam pertemuan DK PBB yang berbicara kepada wartawan.

Pertempuran ini menandai eskalasi dramatis dalam perselisihan yang telah berlangsung lama antara kedua negara tetangga tersebut. Keduanya merupakan tujuan populer bagi jutaan wisatawan asing. Perbatasan bersama sepanjang 800 kilometer menjadi sumber perselisihan. Puluhan kilometer di beberapa wilayah diperebutkan, dan pertempuran pecah antara 2008 dan 2011, menewaskan sedikitnya 28 orang dan menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi.

Putusan pengadilan PBB pada 2013 menyelesaikan masalah tersebut selama lebih dari satu dekade, tetapi krisis saat ini meletus pada Mei ketika seorang tentara Kamboja tewas dalam bentrokan baru.