Ulasan Telat Jurassic World Rebirth: 'Rebirth' yang Tidak Menyenangkan

Featured Image

Alur Cerita yang Mengalir

Jurassic World: Rebirth hadir pada 2 Juli 2025. Meski sudah hampir sebulan berlalu sejak tayang di layar lebar, saya masih ingin memberikan ulasan mengenai film ini. Film yang tidak sepenuhnya memuaskan, terutama dari apa yang ditawarkan oleh judulnya, Rebirth!

Jika Anda ingin menonton film ini, tidak perlu repot-repot pergi ke bioskop. Namun, mungkin ulasan ini bisa berguna bagi Anda yang tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk menonton film yang awalnya diharapkan bisa memenuhi ekspektasi tinggi! Mari simak reviewnya.

Film ini berlatar tahun 2025, ketika dinosaurus kini telah menyebar ke seluruh dunia, seperti yang digambarkan dalam film sebelumnya, Jurassic World: Dominion (2022). Ceritanya dimulai dari laboratorium InGen yang berada di Ile Saint-Hubert, Samudra Atlantik, tempat para ilmuwan melakukan riset dan rekayasa genetika pada dinosaurus.

17 tahun setelah tragedi lepasnya dinosaurus mutan bernama 'Distortus Rex', lokasi laboratorium InGen kini ditutup untuk umum. Area sekitarnya juga menjadi daerah terlarang. Namun, ParkerGenix, sebuah perusahaan farmasi yang dipimpin oleh Martin Krebs (Rupert Friend), tetap ingin mengeksplorasi wilayah tersebut untuk mengumpulkan sampel biometrik dari spesies dinosaurus.

Tim ekspedisi yang dikirim terdiri dari Zora Bennett (Scarlett Johansson), Duncan Kinkaid (Mahershala Ali), serta seorang panteologis bernama Dr. Henry Loomis (Jonathan Bailey). Mereka ditemani LeClerc (Bechir Sylvain), Nina (Philippine Velge), dan Bobby Atwater (Ed Skrein).

Tim Zora kemudian bertemu dengan keluarga Delgado, yang terdiri dari Ruben Delgado (Manuel Garcia-Rulfo), Isabella Delgado (Audrina Miranda), Teresa Delgado (Luna Blaise), dan Xavier Dobbs (David Iacono), pacar Teresa. Kapal mereka karam akibat serangan Mosasaurus saat sedang berlayar di laut.

Akhirnya, keluarga Delgado harus ikut menyusuri pulau terlarang untuk menunggu bantuan. Meski sempat terpisah, mereka akhirnya bersatu kembali. Zora dan tim yang sudah menemukan semua sampel biometrik kini bersama keluarga Delgado mencari jalan keluar dari pulau yang dihuni 'Distortus Rex' atau 'D-Rex'.

Visual yang Menarik Perhatian

Saya tidak tahu bagaimana pengalaman Anda menonton film ini di bioskop 4DX atau jenis lainnya. Tapi, berdasarkan pengalaman saya di layar 2D, film ini masih memiliki visual yang menarik.

Sejumlah adegan disajikan dengan sengaja untuk mengundang rasa nostalgia bagi para penggemar Jurassic Park lama. Pencahayaan dan efek sinematik cukup membuat penonton puas menikmati setiap adegan yang tersaji.

Ile Saint-Hubert digambarkan sebagai pulau eksotis terpencil di Samudra Atlantik. Ternyata, tempat ini adalah Krabi, sebuah provinsi di Thailand yang terkenal karena wisata pantainya yang indah.

Sebagian besar pengambilan gambar film ini dilakukan di Thailand. Lokasinya meliputi Taman Nasional Khao Phanom Bencha, Taman Nasional Hat Chao Mai, Taman Nasional Ao Phang Nga, serta Klong Root di Desa Nong Thale.

Selain syuting di Thailand, beberapa adegan juga difilmkan di lokasi lain seperti Studio Film Kalkara, Malta, Sky Studios Elstree, Old Royal Naval College, dan Lee Valley White Water, Inggris, serta New York, Amerika Serikat.

Cerita yang Kurang Segar

Meskipun secara visual, Jurassic World: Rebirth sangat menarik, dari segi cerita, film ini kurang memuaskan. Naskahnya terlalu template. Nyaris tidak ada inovasi baru untuk film yang katanya akan menjadi remake dari saga Jurassic.

Ekspektasi orang-orang yang menantikan film ini jelas berharap adanya pembaruan. Sayangnya, "Rebirth" yang ditawarkan film ini tidak benar-benar memberikan "Rebirth". Film ini memang menghadirkan tokoh-tokoh baru yang belum pernah muncul dalam saga Jurassic sebelumnya. Namun, formula plotnya terasa tidak ada pembaruan.

Apa yang diharapkan dari sebuah film Jurassic Park atau Jurassic World? Dinosaurus, tentu saja. Tapi yang paling penting dari itu, sebuah film juga harus bisa memberikan formula baru. Apalagi untuk sebuah film yang jelas-jelas menulis "Rebirth" pada judulnya.

Konsepnya masih sama seperti film-film sebelumnya. Ada dinosaurus, eksperimen dan rekayasa genetik, eksperimen gagal, dinosaurus lepas, dan para tokoh dipaksa menyelamatkan diri dari dinosaurus tersebut.

"Jurassic Park kan memang begitu konsepnya!" Memang benar, ini adalah konsep template dari saga Jurassic. Tapi sebagai penonton, saya berharap ada formula baru. Sayangnya, film ini gagal memberikan formula tersebut.

Satu-satunya hal baru yang ditawarkan dalam film ini adalah konsep percabangan konflik antara tim Zora dan keluarga Delgado. Sayangnya, konflik ini justru membuat konsentrasi penonton pecah di beberapa bagian film. Ketegangannya terasa, tapi sekali lagi, hampir tidak ada yang benar-benar baru di film ini.

Tokoh dan Villain yang Kurang Berkesan

Masih satu garis lurus dari pembahasan sebelumnya, yakni soal cerita, film ini juga gagal menghadirkan tokoh-tokoh yang berkesan. Selain karakter Zora Bennett yang diperankan Scarlett Johansson dan Duncan Kinkaid yang diperankan Mahershala Ali, hampir tidak ada tokoh yang memorable ketika saya meninggalkan teater.

Keluarga Delgado bisa diberi spotlight dan apresiasi, karena kehadiran mereka sebagai "orang biasa", tanpa keahlian militer maupun keahlian soal dinosaurus, mampu menciptakan dinamika menyegarkan. Tapi sekali lagi, selain Zora dan Duncan, hampir tidak ada karakter lain yang menonjol.

Ketika penonton diperkenalkan dengan para karakter, lalu dibawa menyelami sifat dan karakter tokoh demi tokoh, penonton juga bisa langsung menebak, karakter mana yang akan berperan penting, dan karakter mana yang sekadar "numpang lewat" alias mati duluan. Dialognya terlalu padat, sehingga penonton kurang bisa memahami motivasi karakter demi karakter.

Minus terbesarnya, tentu saja kehadiran Sang "Distortus Rex" AKA "D-Rex". Sejauh menonton saga dari Jurassic Park dan Jurassic World, saya pikir ini adalah villain paling tidak berguna di saga ini. Aura mencekam yang muncul di awal kemunculannya, sirna begitu saja ketika kita menyaksikan wujud asli, sekaligus peran yang ia bawa ke dalam film menjelang ending.

Spinosaurus, Indominus-Rex, Indoraptor. Beberapa villain ini agaknya memorable dalam ingatan kita. Tapi tidak dengan D-Rex. Sisi negatif yang ditonjolkan dari D-Rex sendiri, tidak hanya ada pada bentuk fisiknya, tetapi juga pada karakterisasi, dan bagaimana tokoh ini dinarasikan kepada penonton.

Kurangnya screen time membuat D-Rex sama sekali tidak punya aura di mata penonton. Malahan, kesan menakutkannya sebagai villain utama masih kalah pamor dari T-Rex, Spinosaurus, bahkan Mutadon, yang sejatinya cuma berstatus sebagai pelengkap dan bukan villain utama.

Aksi yang Padat dan Dinosaurus yang Memuaskan

Meski secara plot terkesan biasa, bahkan template, Jurassic World: Rebirth sebenarnya menawarkan satu keuntungan kuat. Ya, eksistensi dari para dinosaurusnya. Apa yang orang harapkan dari sebuah film saga Jurassic? Sudah tentu dinosaurus.

Sejak bagian pembuka film ini, kita sebagai penonton sudah langsung disuguhkan adegan mencekam tentang kehadiran dinosaurus. Masuk ke 20 menit awal, kehadiran makhluk-makhluk pra-sejarah ini makin terasa. Aksi yang dihadirkan padat. Dinosaurus yang muncul juga memuaskan.

Seperti yang sudah saya sebutkan, ada beberapa adegan di film Jurassic World: Rebirth yang memang dirancang untuk menggugah semangat nostalgia fans lama. Adegan-adegan nostalgia itu, terutama yang berbau "aksi", sangat sukses menghidupkan suasana film. Ketengangan pas, ikut memicu adrenalin penonton.

Hal lain yang juga menarik adalah, Jurassic World: Rebirth ikut menyorot perspektif yang lebih variatif dari para dinosaurus. Hewan-hewan purba ini digambarkan selayaknya hewan-hewan yang ada di era sekarang. Mereka berkoloni, punya habitat masing-masing, dan yang paling penting, dinosaurus sebetulnya juga tidak nyaman dengan kehadiran manusia, yang dalam kasus ini mereka anggap sebagai predator, walau manusia punya ukuran tubuh yang lebih kecil.

David Koepp, atau siapapun yang merancang tiap adegan dinosaurus di film ini, tentu layak diapresiasi. Jurassic World: Rebirth tidak menggambarkan para dinosaurus, terutama mereka yang karnivora, hanya sebagai mesin pembunuh, atau seekor predator yang lapar. Film ini juga menyuntikkan elemen natural, sehingga para dinosaurus juga tampil selayaknya sebuah makhluk, bisa takut, marah, merasakan cinta, serta bahagia.

Kesimpulan

Akhirnya, semua panjang lebar tadi, mengarah pada satu pertanyaan terakhir, "Apakah Jurassic World: Rebirth adalah sebuah film yang layak tonton?"

Kesimpulan terakhir sebagai orang yang menonton semua saga Jurassic dari awal sampai akhir, menurut saya, Jurassic World: Rebirth masih layak tonton. Ini adalah sebuah seri penyegar akan kerinduan kita terhadap dinosaurus di layar lebar, meski secara plot, masih perlu banyak peningkatan.

Buat Anda pecinta film dengan narasi dan cerita yang kuat, Jurassic World: Rebirth mungkin bukan film yang cocok untuk Anda. Tapi, buat Anda yang mau nonton film ini cuma untuk sekadar melepas penat, menikmati aksi-aksi dinosaurus sembari makan cemilan bersama keluarga, terutama anak-anak, maka, film ini sangat direkomendasikan.

Saat tulisan ini dibuat, filmnya sudah tidak lagi tayang di bioskop. Anda yang ingin menyaksikan Jurassic World: Rebirth, bisa mengakses film ini melalui platform streaming Apple TV+, dengan biaya langganan berkisar Rp 99.000/bulan. Bagaimana? Tertarik menyaksikan Jurassic World: Rebirth setelah membaca ulasan ini?