120 Ribu Rekening Nasabah Dijual di Facebook dan E-Commerce, Meta Diminta Bertindak

120 Ribu Rekening Nasabah Dijual di Facebook dan E-Commerce, Meta Diminta Bertindak

Penjualan 120 Ribu Rekening Nasabah Bank di Media Sosial dan E-Commerce

Temuan yang mengkhawatirkan telah muncul terkait penjualan 120 ribu rekening nasabah bank melalui media sosial seperti Facebook dan platform e-commerce. Temuan ini diungkap oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang menyoroti risiko besar dari penggunaan rekening tersebut untuk tindakan ilegal seperti pencucian uang dan perjudian online.

Okta Kumala Dewi, anggota Komisi I DPR RI Fraksi PAN, menegaskan bahwa rekening bank merupakan bagian penting dari data pribadi yang harus dilindungi. "Tidak boleh disebarluaskan atau diperjualbelikan karena hal ini melanggar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi," ujarnya. Ia juga meminta agar temuan PPATK segera ditindaklanjuti secara serius.

Selain itu, Okta meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk mengambil langkah nyata dalam menjaga keamanan ruang digital nasional. Ia menekankan perlunya kerja sama antar sektor, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), untuk memperkuat proteksi terhadap nomor rekening dan mencegah penyalahgunaan media sosial untuk transaksi ilegal.

Tantangan Pengawasan Ruang Digital

Menurut Ivan Yustiavandana, Kepala PPATK, pengawasan ruang digital masih memiliki celah yang perlu diperbaiki. "Dirjen Pengawasan Ruang Digital Komdigi harus memastikan ruang digital kita diawasi dengan optimal, dan pihak Facebook wajib memperketat kontrol terhadap setiap aktivitas yang berpotensi melanggar hukum," jelasnya.

Ivan menjelaskan bahwa hasil analisis PPATK terhadap sejumlah rekening dormant per Februari 2025 menunjukkan adanya 1,5 juta rekening yang digunakan untuk tindak pidana antara tahun 2020–2024. Dari total 122 juta rekening dormant yang dianalisis, ditemukan:

  • 1,5 juta rekening digunakan untuk tindak pidana.
  • 150 ribu rekening dijadikan sebagai rekening nominee.
  • 120 ribu rekening telah diperjualbelikan.
  • 20 ribu rekening mengalami peretasan.

Modus operandi pelaku kejahatan adalah menjual rekening secara terbuka di media sosial dan e-commerce, sehingga mudah diperoleh dalam hitungan menit. Rekening ini kemudian digunakan oleh koruptor, bandar narkoba, dan pelaku judi online untuk menyamarkan transaksi mereka.

Penurunan Deposito Judi Online Pasca Pemblokiran Rekening Dormant

PPATK mencatat bahwa jumlah deposit judi online mengalami penurunan setelah pemblokiran rekening tidak aktif atau dormant. Data menunjukkan bahwa pada Maret 2025, jumlah deposit judi online sebesar Rp 2,59 triliun. Angka ini meningkat menjadi Rp 5,08 triliun pada April 2025, diduga karena momen Lebaran yang membuat masyarakat menerima dana tambahan seperti Tunjangan Hari Raya (THR).

Pada 16 Mei 2025, PPATK melakukan intervensi dengan memblokir rekening dormant secara bertahap. Setelah pemblokiran tersebut, jumlah deposit judi online turun menjadi Rp 2,29 triliun pada Mei 2025 dan kembali turun menjadi Rp 1,50 triliun pada Juni 2025.

Proses Pemblokiran dan Pemulihan Rekening Dormant

Proses pemblokiran rekening dormant dilakukan bertahap melalui berbagai batch, mulai dari batch 1 hingga batch 17. Setelah pemeriksaan pada setiap batch selesai, rekening dormant langsung dibuka kembali. Saat ini, PPATK telah menyelesaikan seluruh proses tersebut hingga batch ke-17 yang mencakup 122 juta rekening. Semua data dan rekening tersebut sudah dikembalikan ke pihak bank.

PPATK merekomendasikan upaya memperketat pengelolaan rekening dormant ke seluruh sektor perbankan, termasuk perbaikan kebijakan Know Your Customer (KYC) dan penerapan Customer Due Diligence (CDD) secara menyeluruh. Jika Anda menerima notifikasi rekening dormant, segera hubungi bank untuk proses verifikasi. Ini demi keamanan data dan keuangan Anda. Rekening yang tidak terpakai bisa jadi celah kejahatan, mari jaga rekening kita, jaga Indonesia dari kejahatan keuangan.