6 Catatan Akademisi Unhas untuk RUU Komisi Yudisial

Evaluasi Rancangan Undang-Undang Komisi Yudisial oleh Akademisi Unsultra
Seorang akademisi dari Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra), La Ode Muhram, memberikan sejumlah catatan terkait Rancangan Undang-Undang Komisi Yudisial. Penjelasan tersebut disampaikan dalam acara edukasi publik yang diadakan oleh Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Sulawesi Tenggara di Gedung WTC Unsultra, Kota Kendari.
La Ode Muhram menilai bahwa rancangan undang-undang ini memberikan penguatan terhadap Komisi Yudisial (KY) baik dari segi struktur kelembagaan, kewenangan, maupun kompetensi sumber daya manusia. Hal ini menjadi bagian dari upaya optimalisasi peran KY dalam reformasi peradilan di Indonesia. Menurutnya, rancangan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan.
Adapun beberapa catatan penting yang diberikan oleh La Ode Muhram antara lain:
-
Pendefinisian Kode Etik Aparatur Pengadilan
Pasal 1 perlu dilengkapi dengan pendefinisian kode etik aparatur pengadilan. Hal ini penting karena aparatur pengadilan menjadi objek pengawasan KY dan memiliki standar kode etik seperti yang tercantum dalam Pasal 13 ayat 1 huruf e. -
Pembatasan Frasa "Akademisi"
Pada Pasal 6 angka 3 huruf b, frasa "akademisi" seyogyanya direstriktifkan menjadi "akademisi hukum atau yang relevan". Hal ini dimaksudkan agar sesuai dengan Pasal 26 huruf e yang mensyaratkan anggota KY harus berijazah magister hukum atau magister lain yang relevan. Penggunaan frasa yang sama akan memberi kepastian hukum dan kejelasan norma. -
Rekonstruksi Hak Imunitas
Pasal 6 ayat 5 perlu direkonstruksi ulang mengenai hak imunitas, yaitu: - Frasa "Komisi Yudisial" sebaiknya diganti dengan "Pimpinan Komisi Yudisial", karena Komisi Yudisial adalah lembaga negara sedangkan Pimpinan Komisi Yudisial adalah pejabat negara.
- Frasa "di muka pengadilan" bisa memberi celah bagi aparat penegak hukum lain untuk melakukan tindakan terhadap anggota KY, seperti interogasi atau proses hukum lainnya.
-
Redaksi tentang hak imunitas sebaiknya dikomparasikan dengan hak imunitas advokat atau anggota DPR, misalnya dengan menyatakan bahwa "dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya anggota Komisi Yudisial tidak dapat dituntut atau diproses secara hukum".
-
Penambahan Frasa Kode Etik Aparat Pengadilan
Pada Pasal 13 ayat 1 angka 2 dan 3 perlu ditambahkan frasa "Kode Etik dan Pedoman Perilaku Aparat Pengadilan" sebagai konsekuensi dari kewenangan KY dalam mengawasi aparatur pengadilan. -
Standarisasi Penyadapan
Pasal 20B perihal kewenangan penyadapan perlu ditambahkan pasal yang menjelaskan bahwa standar operasional prosedur penyadapan diatur dalam peraturan Komisi Yudisial. Hal ini bertujuan untuk memberikan dasar hukum yang jelas dan mencegah penyalahgunaan kewenangan yang bisa mengancam hak asasi manusia. -
Perwakilan Komisi Yudisial
Perlu ditambahkan rubrika khusus terkait Perwakilan Komisi Yudisial. Saat ini, perwakilan hanya sedikit termuat dalam rancangan undang-undang ini. Sebagai hubungan hirarkis, perwakilan seharusnya memiliki kedudukan yang kuat dan struktur kewenangan yang jelas, bukan sekadar perubahan nama dari "Penghubung" ke "Perwakilan".