7 Hal yang Tidak Dilakukan Orang Ber-EQ Tinggi Saat Emosi Muncul

Kunci untuk Mengelola Emosi dengan Bijak
Pernahkah Anda mengirim pesan yang berisi nada marah, lalu segera menghapusnya? Atau terlibat dalam argumen panas, hanya untuk menyadari bahwa reaksi Anda terlalu berlebihan? Mengendalikan emosi memang tidak mudah, tetapi inilah yang membedakan orang dengan kecerdasan emosional (EQ) tinggi: mereka mampu menahan impuls agar tidak menimbulkan penyesalan.
Mereka tidak selalu tenang, tetapi tahu cara mengelola perasaan tersebut dengan bijak. Berikut adalah tujuh perilaku yang selalu dihindari oleh pemilik EQ tinggi, bahkan saat emosi sedang memuncak.
1. Mereka Tidak Meledak dalam Kemarahan
Anda mungkin mengira bahwa meluapkan amarah dengan berteriak atau memukul bantal bisa membuat hati terasa lega. Faktanya, cara itu justru sering memperpanjang rasa frustrasi. Orang dengan EQ tinggi lebih memilih langkah yang berbeda. Mereka tidak langsung meledak, melainkan berhenti sejenak, menarik napas, dan menilai situasi dengan kepala dingin sebelum bereaksi.
Ahli kecerdasan emosional seperti Daniel Goleman menegaskan bahwa jeda singkat untuk mengenali dan memberi label pada emosi, misalnya dengan berkata dalam hati, "Saya sedang marah," dapat membantu meredam lonjakan emosi. Kebiasaan sederhana ini mampu mencegah kata-kata atau tindakan yang berujung penyesalan.
2. Mereka Tidak Menyalahkan Pihak Lain
Menyalahkan orang lain saat terjadi masalah memang refleks yang mudah muncul. Namun, orang dengan EQ tinggi memilih jalan berbeda. Mereka tidak langsung menuding faktor eksternal, melainkan mencari tahu peran mereka sendiri dan apa yang bisa dilakukan dengan lebih baik.
Dengan mengambil tanggung jawab, mereka tetap memegang kendali atas emosi dan tindakan. Psikolog menyebutnya sebagai lokus kendali internal, keyakinan bahwa Anda punya pengaruh terhadap hasil hidup Anda. Mengakui kesalahan bukan tanda kelemahan, melainkan bukti kedewasaan emosional. Alih-alih mengutuk keadaan atau menyalahkan rekan kerja, mereka memikirkan langkah untuk berkembang.
3. Mereka Tidak Melakukan Silent Treatment
Diam berkepanjangan mungkin terlihat seperti cara aman untuk meredakan ketegangan, namun kenyataannya justru bisa menjadi racun bagi hubungan, baik dalam bisnis, persahabatan, maupun asmara. Menghukum seseorang dengan menarik diri jarang menyelesaikan masalah, bahkan sering memperburuk suasana.
Orang dengan EQ tinggi memahami hal ini. Jika mereka butuh waktu untuk menenangkan diri, mereka akan mengatakannya secara terbuka, misalnya, "Aku butuh waktu untuk menenangkan pikiran, lalu kita bisa bicara lagi." Sikap ini mencegah salah paham dan menjaga komunikasi tetap hidup. Riset pun membuktikan, sikap diam yang berlarut dapat memicu konflik, meningkatkan stres, dan merusak kesehatan emosional.
4. Mereka Tidak Meremehkan Orang Lain atau Diri Sendiri
Kata-kata memiliki kekuatan besar, bisa menginspirasi, tapi juga mampu melukai, apalagi jika digunakan untuk menjatuhkan. Hal ini berlaku bukan hanya saat berbicara dengan orang lain, tetapi juga saat berbicara pada diri sendiri.
Memaki atau menyalahkan mungkin terasa melegakan sesaat, namun dampaknya jarang positif dalam jangka panjang. Orang dengan EQ tinggi memahami hal ini. Mereka menghindari ucapan yang merendahkan karena tahu sindiran atau hinaan jarang menyentuh akar masalah.
Fokus mereka adalah pada perilaku atau situasi yang perlu diperbaiki, bukan menyerang karakter orang lain, atau karakter diri sendiri. Seperti yang dikatakan Simon Sinek, "Kata-kata bisa menginspirasi. Dan kata-kata bisa menghancurkan. Pilihlah kata-katamu dengan bijak."
5. Mereka Tidak Membiarkan Satu Moment Buruk Menentukan Gambaran yang Lebih Besar
Orang dengan EQ tinggi memahami satu hal penting: momen buruk hanyalah momen, bukan gambaran keseluruhan hari, apalagi hidup. Mereka tidak membiarkan satu pengalaman negatif merusak seluruh hari atau minggu. Ketahanan ini membuat mereka cepat bangkit, dan itu adalah kebiasaan yang bisa kita latih.
Seperti yang sering ditekankan James Clear dalam Atomic Habits, fokuslah pada kemajuan kecil dan pencapaian konsisten. Saat kita melihat gambaran besar, satu kesalahan atau percakapan yang menyakitkan tidak akan mampu menghapus semua kebaikan yang telah dibangun selama ini.
6. Mereka Tidak Bergulat pada Drama Pasif-Agresif
Kita semua pernah menjumpai bentuk pasif-agresif, mulai dari komentar sarkastis, pujian bernada sinis, hingga desahan kesal. Meski bisa memberi rasa lega sesaat, perilaku ini jelas bukan ciri orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi.
Mereka tahu bahwa pasif-agresif hanya akan merusak kepercayaan dan mengaburkan komunikasi. Alih-alih menyulut api, mereka memilih komunikasi yang langsung, terbuka, namun tetap sopan. Memang tidak selalu mudah, tetapi jauh lebih sehat daripada memendam dendam hingga akhirnya meledak.
7. Mereka Tidak Berkutat pada Dendam
Dendam adalah beban emosional yang berat, memperlambat langkah, dan menguras energi. Orang dengan EQ tinggi paham betul betapa melelahkannya amarah yang tidak terselesaikan, sehingga mereka memilih untuk terus maju.
Bukan berarti mereka berpura-pura masalah tidak ada atau mengabaikan hal serius. Sebaliknya, mereka berusaha menyelesaikan konflik secara langsung, atau setidaknya berdamai dengannya di dalam hati. Baik di hubungan pribadi maupun profesional, memendam kebencian dalam jangka panjang hanya akan melemahkan semangat dan menghambat produktivitas.
Melepaskan amarah membebaskan kita dari masa lalu, memberi ruang untuk memfokuskan energi pada hal-hal yang benar-benar penting saat ini. Memaafkan, baik kepada orang lain maupun diri sendiri, bisa menjadi langkah yang mengubah hidup. Anda tidak harus membenarkan perilaku buruk, namun dengan melepaskan kemarahan, Anda membuka jalan menuju keputusan yang lebih bijak dan hubungan yang lebih sehat.