7 Kebiasaan Unik Mengirim Pesan Teks Generasi Boomer

Perbedaan Gaya Komunikasi Generasi Baby Boomer dalam Berkirim Teks
Di era komunikasi digital yang semakin cepat, setiap generasi memiliki cara sendiri dalam menyampaikan pesan. Pola penulisan dan gaya bahasa sering kali menjadi indikator usia seseorang. Meskipun kebiasaan ini tidak selalu salah, mereka mencerminkan latar belakang dan pengalaman komunikasi yang mereka alami sebelumnya.
Berikut beberapa kebiasaan khusus yang sering ditemukan pada generasi Baby Boomer dalam berkirim teks:
Penggunaan Tanda Baca yang Berlebihan
Salah satu ciri paling jelas dari pesan teks generasi Baby Boomer adalah penggunaan tanda baca yang berlebihan, terutama tanda seru. Mereka terbiasa menggunakan banyak tanda seru untuk memberi penekanan pada maksud mereka. Hal ini mirip dengan gaya penulisan surat formal di masa lalu.
Tindakan ini bukanlah tanda darurat atau emosi yang memuncak, melainkan upaya untuk menekankan makna pesan dalam dunia digital. Mereka percaya bahwa tanda baca membantu menjelaskan nada dan maksud pesan secara lebih jelas.
Misteri Tiga Titik Elipsis
Pesan teks dari generasi Baby Boomer sering diakhiri dengan tiga titik elipsis (...). Contohnya, pesan seperti "Sampai ketemu saat makan malam..." bisa terlihat membingungkan bagi generasi muda. Mereka menggunakannya untuk menunjukkan jeda atau pikiran yang belum sepenuhnya terucap.
Bagi generasi ini, elipsis merupakan cara sopan untuk mengakhiri kalimat. Namun, seringkali diartikan sebagai pesan pasif-agresif oleh generasi muda, yang kurang memahami maknanya.
Kebiasaan Menulis Paragraf Panjang
Alih-alih mengirim pesan singkat, Baby Boomer cenderung menulis paragraf panjang. Mereka lebih suka mengetik kalimat lengkap dan menjelaskan segala sesuatu secara detail. Ini merupakan hasil dari pengalaman mereka yang terbiasa dengan bahasa yang terstruktur rapi.
Mereka menghargai kejelasan daripada ringkasan. Menulis panjang adalah cara mereka memastikan tidak ada kesalahpahaman dalam pesan yang dikirimkan.
Selalu Menggunakan Tanda Tangan
Seperti dalam menulis surat elektronik atau surat fisik, Baby Boomer sering kali mengakhiri pesan teks dengan tanda tangan. Contohnya, pesan diakhiri dengan "-Ayah" atau "Salam, Susan", meskipun lawan bicaranya sudah tahu siapa pengirimnya.
Tanda tangan ini adalah bagian dari etiket komunikasi mereka. Kebiasaan ini mencerminkan rasa hormat dan kesopanan yang masih dipertahankan.
Huruf Kapital untuk Penekanan
Baby Boomer menggunakan huruf kapital (ALL CAPS) untuk menekankan suatu hal, bukan untuk berteriak. Hal ini merupakan kebiasaan dari era mesin tik. Mereka menggunakan huruf kapital untuk menyoroti poin penting dalam pesan.
Meskipun bagi generasi muda dianggap berteriak, bagi Baby Boomer ini adalah cara untuk membuat pesan terlihat lebih menonjol dan jelas.
Penggunaan Emoji yang Terbatas
Emoji sering kali dianggap sebagai bahasa asing oleh generasi Baby Boomer. Mereka jarang menggunakan emoji atau menggunakannya dengan cara yang tidak biasa. Mereka lebih nyaman mengekspresikan diri melalui kata-kata tertulis.
Alhasil, pesan mereka terasa lebih serius dan formal dibandingkan pesan-pesan yang menggunakan emoji.
Menghindari Singkatan dan Bahasa Gaul
Dibandingkan menggunakan singkatan seperti "lol" atau "omg," Baby Boomer lebih memilih menuliskan kata dan kalimat secara lengkap. Mereka menjunjung tinggi kejelasan bahasa dan menghindari bahasa gaul yang umum digunakan generasi muda.
Mereka lebih mementingkan makna yang tepat daripada kecepatan. Singkatan yang biasa digunakan generasi muda sering dianggap tidak jelas oleh mereka.
Memahami kebiasaan berkirim teks generasi Baby Boomer menunjukkan adanya perbedaan cara komunikasi antar generasi. Kebiasaan ini bukanlah kekurangan, melainkan jejak digital yang menjembatani generasi. Ini adalah pengingat bahwa komunikasi tidak selalu sama untuk setiap orang.
Di balik setiap elipsis, huruf kapital, dan tanda tangan formal, ada keinginan untuk berkomunikasi dengan caranya sendiri. Ini adalah ekspresi unik yang mengingatkan kita pada beragamnya ekspresi manusia. Alih-alih mengkritik, kita bisa menghargai perbedaan ini.