Anggota TNI Kalsel Gugur di Papua, Ini Sosok Pratu Yahya

Featured Image

Pengabdian Seorang Prajurit TNI yang Gugur di Papua

Yahya, seorang prajurit TNI AD asal Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalimantan Selatan, tidak lagi berpangkat Prada. Pangkatnya telah dinaikkan menjadi Prajurit Satu (Pratu) setelah ia gugur dalam menjalankan tugasnya di wilayah Papua. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan masyarakat sekitar.

Yahya lahir pada 19 Januari 2000, merupakan putra dari Dariansyah dan Safiyah. Ia tinggal di Jalan Handil Jaya Baya RT 01, Desa Patih Muhur Baru, Kecamatan Anjir Muara, Batola. Sebelum bergabung dengan TNI AD, Yahya sempat menempuh pendidikan di MIS Irsyadussalam, Sungaipunggu Baru, Kecamatan Anjir Muara, Batola. Pada usia 21 tahun, ia memutuskan untuk masuk ke militer dan menyelesaikan tugas negaranya di usia 25 tahun.

Prajurit asal Desa Patih Muhur Baru ini bertugas di Yonif Raider 500/Sikatan, salah satu kesatuan elite infanteri Kodam V/Brawijaya. Ia mengikuti Sekolah Calon Tamtama (Secata) di Rindam VI/Mulawarman pada 2021 dan mulai bertugas di Papua pada Maret 2025. Pada Jumat (8/8) sekitar pukul 10.05 WIT, Yahya gugur dalam kontak tembak antara TNI dengan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Kampung Mamba, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah.

Luka tembak di dada kanan atas membuat Yahya kehabisan darah dan akhirnya meninggal dunia. Jenazahnya kemudian diterbangkan dari Bandara Internasional Soekarno Hatta ke Bandara Syamsudin Noor Kota Banjarbaru. Pesawat Lion Air JT 326 yang membawanya tiba pada Sabtu (9/8) sekitar pukul 20.30 Wita. Di dalam pesawat terlihat sejumlah penumpang berbaju loreng TNI yang diduga mengawal jenazah Yahya.

Beberapa saat setelah kedatangan jenazah, ambulans dari Rumah Sakit Dr R Soemarsono Banjarmasin keluar dari Terminal Kargo Bandara Syamsudin Noor. Ambulans tersebut dikawal oleh satu mobil Polisi Militer. Jenazah Yahya akan dimakamkan di TPU Jalan Handil Jaya Baya Desa Patih Muhur Baru.

Duka Mendalam di Keluarga dan Warga

Kabar kematian Yahya menyebabkan duka mendalam bagi keluarga dan warga sekitar. Jairullah, kakak Yahya, mengatakan bahwa pihak TNI memberitahu keluarga bahwa Yahya gugur dalam kontak tembak. "Buhan TNI datang mengabarkan Yahya gugur. Dia meninggal dunia Jumat pagi," katanya.

Yahya adalah anak keempat dari lima bersaudara. Ayahnya, Dariansyah, adalah seorang petani. Ia memilih menjadi tentara mengikuti jejak sang kakek. "Kakek kami tentara juga dulu. Kemudian tertular ke cucunya," kata Ihar, sepupu Yahya.

Di rumah duka, suasana tampak dipenuhi oleh keluarga dan tetangga yang bersiap menyambut kedatangan almarhum. Rumah sederhana itu dipasangi papan pengumuman duka. Beberapa orang berbincang di tenda depan rumah, sementara yang lain sibuk mempersiapkan kedatangan jenazah.

Di depan halaman rumah, beberapa papan ucapan belasungkawa dipasang. Di antaranya, ada ucapan dari Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Rudy Saladin, Danrem 101/Antasari Brigjen TNI Ilham Yunus, Bupati Batola H. Bahrul Ilmi, serta Danyonif Raider 500/Sikatan Letkol Inf Danang Rahmayanto. Di papan ucapan tersebut, nama Yahya tidak lagi disebut sebagai Prada, melainkan Prajurit Satu (Pratu). Selain itu, gelar Anumerta juga disematkan di depan namanya.

Kenangan dan Kesedihan yang Tak Terlupakan

Chat terakhir dari Yahya kepada keluarga terjadi pada Kamis. "Dia bilang hari Minggu tidak bisa online," ucap Sela, kakak ipar Yahya. Kepergian Yahya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan warga. Ia selama ini dikenal sebagai sosok yang ramah dan bertanggung jawab.

"Kami mendukungnya ketika dia mengabarkan akan ditugaskan ke Papua," kata Jairullah, kakak Yahya. Meski bertugas jauh, Yahya selalu menyempatkan diri menghubungi orangtua untuk memberi kabar. "Dia sering menghubungi kami. Terakhir chatnya itu hari Kamis," ucap Safiyah, ibu Yahya, sambil terisak.

Setiap kali ada tamu datang menyampaikan belasungkawa, air mata Safiyah kembali mengalir. Ia tak kuasa menahan kesedihan yang begitu dalam. Yahya merupakan kebanggan dan harapan keluarga. Safiyah pun memperlihatkan beberapa foto putranya di dinding papan rumahnya. Tampak Yahya dengan seragam lorengnya, baik sendiri maupun dengan beberapa teman. Ada pula fotonya saat Sekolah Calon Tamtama (Secata) Rindam VI/Mulawarman. Tangan tua Safiyah meraba foto sang putra, mengingat masa lalu yang penuh kebanggaan.