Datang ke Kejaksaan, Roy Suryo Minta Silfester Matutina Ditahan dalam Kasus Hina JK

Respons Roy Suryo terhadap Eksekusi Hukuman Silfester Matutina
Roy Suryo, tokoh yang dikenal sebagai pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi), memberikan respons terhadap eksekusi hukuman yang harus dijalani oleh Silfester Matutina. Silfester, yang merupakan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), telah dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara atas kasus pencemaran berita hoaks yang menimpa Jusuf Kalla pada 2019.
Pada Rabu (30/7/2025), Roy Suryo datang ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk meminta agar Silfester segera dieksekusi. Ia menegaskan bahwa Silfester sudah seharusnya menjalani hukumannya sesuai dengan putusan pengadilan.
"Jadi sebenarnya yang bersangkutan itu sudah harus dieksekusi oleh Kejaksaan dan harus masuk ke ruang penahanan atau lembaga pemasyarakatan. Jadi, kami mohon kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk melaksanakan eksekusi," ujar Roy Suryo.
Latar Belakang Kasus Silfester Matutina
Kasus ini bermula dari orasi Silfester Matutina pada 15 Mei 2017, saat ia menyebut Jusuf Kalla sebagai akar permasalahan bangsa. Pernyataan tersebut viral melalui sebuah video. Ia menganggap JK terlalu ambisius secara politik, sehingga ingin menjadi wakil dari Jokowi dalam Pilpres 2019.
Selain itu, Silfester juga menuduh Jusuf Kalla menggunakan isu rasial demi memenangkan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Ia juga mengklaim bahwa JK berkuasa di Indonesia hanya untuk memperkaya keluarganya sendiri.
Setelah laporan tersebut, Silfester dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan nomor laporan LP/554/V/2017/Bareskrim tertanggal 29 Mei 2017. Ia dijerat dengan Pasal 310 dan 311 KUHP atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik.
Proses Hukum dan Vonis yang Diterima
Silfester kemudian disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan divonis bersalah dengan hukuman 1 tahun penjara. Ia mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tetapi permohonannya ditolak. Akhirnya, ia mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan hukumannya diperberat menjadi 1,5 tahun penjara.
Meskipun vonis tersebut telah inkrah, hingga kini Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan belum melakukan eksekusi terhadap Silfester. Hal ini membuat Roy Suryo merasa perlu untuk turut campur dan meminta pihak berwajib segera menindaklanjuti putusan pengadilan.
Klaim Damai dengan Jusuf Kalla
Menanggapi isu tersebut, Silfester Matutina mengklaim bahwa kasusnya dengan Jusuf Kalla telah selesai melalui perdamaian. Ia menyatakan bahwa dirinya telah bertemu beberapa kali dengan JK dan hubungan mereka tetap baik.
"Mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla. Itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla dan hubungan kami sangat baik," kata Silfester.
Ia juga mengklaim bahwa proses hukum telah berjalan dengan baik, meskipun tidak pernah diumumkan secara publik oleh pihak JK.
Penjelasan Kejagung
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengungkapkan bahwa Silfester akan diperiksa oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (4/8/2025). Jika Silfester tidak memenuhi panggilan, maka ia akan ditahan.
"Informasi dari pihak Kejari Jakarta Selatan, diundang yang bersangkutan. Kalau nggak diundang ya silakan (dieksekusi atau ditahan). Harus dieksekusi," ujar Anang.
Anang menegaskan bahwa karena putusan telah inkrah, tidak ada alasan untuk menunda penahanan Silfester. "Harus segera (ditahan) kan sudah inkrah. Kita nggak ada masalah semua," tambahnya.
Polemik Terkait Ijazah Jokowi
Selain kasus hukum ini, Roy Suryo dan Silfester Matutina juga masih terlibat dalam polemik terkait ijazah Presiden Joko Widodo yang dituding palsu. Meski demikian, hingga saat ini, kasus tersebut belum mendapatkan penyelesaian yang jelas.
Sebagai informasi tambahan, Silfester Matutina juga aktif dalam kegiatan memenangkan presiden Jokowi pada masa pemilu yang lalu. Bahkan, ia baru-baru ini diangkat sebagai komisaris ID Food oleh Erick Thohir.
Dengan segala kontroversi yang terjadi, kasus Silfester Matutina tetap menjadi topik yang menarik perhatian publik, terutama terkait bagaimana sistem hukum di Indonesia menangani perkara yang melibatkan tokoh-tokoh penting.