Doa dan Usaha, Kunci Kesuksesan

Featured Image

Kehidupan yang Tumbuh dari Hal-Hal Kecil

Sore itu, di kafe kecil yang sering saya kunjungi, ada sesuatu yang berbeda. Udara masih hangat dan langit mulai berubah menjadi senja, ketika seorang karyawan baru menerima sebuah paket besar. Paket tersebut berisi sepeda listrik, dan perempuan muda itu tampak bahagia seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan pertamanya. Matanya bersinar, tapi bukan dengan cahaya yang terlalu mencolok. Lebih seperti cahaya lampu minyak yang menggantung di beranda rumah—tenang dan cukup untuk menerangi apa yang perlu dilihat.

Perempuan itu belum bekerja selama seminggu. Saya belum sempat mengenalnya secara penuh, tetapi wajahnya sudah memberi banyak cerita sebelum ia berkata apa pun. Saya duduk jauh dari meja dan hanya bisa memperhatikan dari balik gelas kopi yang tersisa setengah. Namun, cara ia menyentuh setang sepeda itu—dengan perlahan, penuh ragu, seolah belum percaya bahwa benda itu benar-benar miliknya—membuat saya menunda pulang.

Setelah maghrib, ketika kafe mulai sepi, saya bertanya pada pemilik kafe tentang sepeda itu. Ia menjawab dengan nada datar namun tulus, seolah tidak merasa melakukan hal besar.

“Dia dan suaminya memang tidak memiliki kendaraan,” ujarnya pelan. “Jadi saya pikir, kenapa tidak dibelikan sepeda listrik? Nanti dipotong dari gajinya, dicicil pelan-pelan.”

Saya mengangguk, membiarkan jawaban itu menggema dalam pikiran. Entah kenapa, hal-hal semacam ini sering membuat saya merenung. Bukan karena peristiwanya besar, tetapi karena ia datang dalam bentuk yang sederhana dan hampir tak terlihat: seseorang yang menerima, seseorang yang membantu, dan di antara keduanya, kehidupan yang perlahan membuka jalannya.

Saya kira kita terlalu sering mengira bahwa harapan selalu datang dari luar, dari langit yang jauh, atau dari keberuntungan besar yang belum tentu muncul. Padahal, ada harapan yang tumbuh diam-diam dari hal-hal kecil yang kita lakukan. Dari langkah yang terus dilanjutkan meski lambat. Dari tangan yang tetap bekerja meski lelah. Dari doa yang tidak keras tapi tidak pernah putus.

Saya percaya, selama kita tidak berhenti berusaha, sesuatu akan terbuka. Mungkin tidak langsung terlihat. Mungkin melalui jalan yang melingkar. Tapi ia pasti datang. Setiap usaha, sekecil apa pun, adalah bentuk lain dari doa yang dikerjakan dengan tangan sendiri.

Dan kebahagiaan itu sering kali tidak berbentuk sorak-sorai. Kadang hanya berupa sepeda listrik yang membuat jalan pulang lebih mudah. Kadang hanya rasa tenang karena besok tidak perlu menunggu motor pinjaman. Kadang hanya senyum kecil karena hidup, walaupun pelan, ternyata tidak membiarkan kita sendiri.

Malam itu, saya sempat melihat perempuan itu pulang dengan sepeda listrik barunya. Ia melaju perlahan, menyusuri jalan kecil di depan kafe yang mulai sunyi. Tidak ada yang istimewa dari cara ia mengendarainya, tapi ada sesuatu yang terasa ringan dalam gerak itu—seperti seseorang yang sudah terlalu lama menahan napas, dan akhirnya bisa bernapas utuh tanpa merasa dikejar waktu.

Sebelum pulang, saya menoleh pada pemilik kafe. Ia sedang merapikan meja tanpa banyak bicara. Tak ada lencana di dadanya. Tapi mungkin, diam-diam, kebaikannya telah menjadi salah satu jalan dari doa-doa yang tak pernah disampaikan dengan suara keras.

Dan mungkin memang begitu cara hidup bekerja: antara usaha yang tak lelah dan harapan yang tak putus, akan selalu ada jalan. Sejauh doa. Sedekat usaha.