Dukung Sulteng Jadi Penghasil Kakao, Bank Tanah Siapkan Lahan HPL

Sulawesi Tengah Siap Jadi Pusat Hilirisasi Kakao
Sulawesi Tengah, yang dikenal sebagai "lumbung pangan" di timur Indonesia, kini tengah mempersiapkan diri untuk menghadapi era kejayaan baru. Inisiatif strategis yang digagas oleh Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulawesi Tengah, Badan Bank Tanah (BBT), dan Kementerian UMKM berkolaborasi dalam upaya merevitalisasi industri kakao. Tujuan utamanya adalah menjadikan provinsi ini sebagai motor penggerak hilirisasi komoditas unggulan ini.
Kolaborasi ini muncul dari kesadaran bahwa Sulawesi Tengah memiliki peran penting dalam produksi kakao nasional. Data dari BI menunjukkan bahwa Indonesia memproduksi 641.000 ton kakao setiap tahun, dengan 146.000 ton di antaranya berasal dari Sulawesi Tengah. Angka ini menjadikan provinsi ini sebagai penghasil kakao terbesar di Indonesia.
Namun, potensi besar ini menghadapi tantangan serius. Umur pohon kakao yang sudah tua, produktivitas rendah, serta praktik jual beli tanah ilegal menjadi hambatan utama. Untuk mengatasi masalah ini, lembaga-lembaga terkait mulai mengambil langkah-langkah konkret.
Keberadaan Badan Bank Tanah
Dalam acara Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan BI Palu, Sekretaris Badan Bank Tanah, Jarot Wahyu Wibowo, menjelaskan bahwa BBT akan berperan penting dalam memberikan kepastian hukum atas tanah. Ia menyatakan bahwa lembaga ini akan mengelola tanah-tanah telantar, terutama yang berasal dari bekas Hak Guna Usaha (HGU), untuk dialokasikan kembali kepada masyarakat melalui program Reforma Agraria.
Program ini tidak hanya membagikan sertifikat tanah, tetapi juga membina masyarakat agar tanah mereka produktif dan tidak dijual. BBT telah mengamankan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Kabupaten Poso seluas 6.648 hektar. Dari total luasan tersebut, beberapa bagian dialokasikan untuk berbagai kebutuhan, seperti Reforma Agraria, Badan Air, Sempadan Sungai, Perkebunan/Pertanian/Peternakan, Demplot dan Embung, Kawasan Industri, Kawasan Konservasi, Kawasan Pariwisata, Kawasan Untuk Kelompok Tani (Kopi), Kawasan Permukiman dan Perkotaan, serta Kawasan Koridor Jalan.
Proses penetapan penerima tanah dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan pemerintah daerah, kepala desa, hingga bupati yang tergabung dalam Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). Hal ini bertujuan untuk memastikan keadilan dan kepastian dalam pengelolaan lahan.
Membangun Ekosistem Bisnis Kakao Berkelanjutan
Deputi Bidang Usaha Menengah Kemen UMKM, Bagus Rachman, menambahkan bahwa program ini merupakan bagian dari strategi hilirisasi yang diamanatkan Presiden Prabowo Subianto. Ia mengakui bahwa salah satu kendala utama saat ini adalah rendahnya nilai tambah dari produk kakao yang dihasilkan petani.
Untuk itu, Kemen UMKM akan fokus pada pembentukan Kelembagaan Petani, memperkuat koperasi petani kakao agar mampu menjadi agregator dan bertransaksi secara legal. Selain itu, Kemen UMKM akan bekerja sama dengan BPDP dan Kementerian Pertanian untuk memastikan ketersediaan bibit kakao berkualitas dan bersertifikasi.
Langkah lain yang akan dilakukan adalah pembiayaan dan hilirisasi, yang bertujuan untuk mendorong investasi dalam pembangunan pabrik pengolahan lokal, mulai dari fermentasi hingga produksi bubuk atau cokelat batangan.
Masa Depan Sulawesi Tengah
Kolaborasi ini diharapkan menjadi pilot project nasional yang menunjukkan bagaimana sinergi antara lembaga pemerintah, dari pusat hingga daerah, mampu mengorkestrasi program ekonomi yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
Dengan langkah-langkah konkret ini, Sulawesi Tengah tidak hanya akan dikenal sebagai produsen kakao terbesar, tetapi juga sebagai pelopor dalam hilirisasi yang berkeadilan, di mana masyarakat memiliki kendali penuh atas kekayaan alamnya. Proyek ini menawarkan harapan baru bagi para petani dan masyarakat sekitarnya, serta memberikan kontribusi signifikan dalam perekonomian nasional.