Emiten Nikel Tampil Mengkilap, Ini Rekomendasi Analisnya

Featured Image

Kinerja Positif Emiten Nikel di Semester Pertama 2025

Pada semester pertama tahun 2025, sejumlah emiten produsen nikel mencatatkan kinerja keuangan yang positif. Meski harga komoditas ini mengalami pelemahan dalam beberapa waktu terakhir, perusahaan-perusahaan tersebut berhasil menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.

Salah satu contohnya adalah PT PAM Mineral Tbk (NICL), yang membukukan peningkatan penjualan sebesar 152,07% year on year (YoY) menjadi Rp 1,05 triliun pada semester I-2025. Laba bersih NICL juga meningkat drastis sebesar 386,51% YoY menjadi Rp 358,07 miliar. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan volume penjualan nikel sebesar 166,46% YoY menjadi 1.885.433 metrik ton.

Selain NICL, PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) juga meraih pertumbuhan pendapatan hingga 115,3% YoY menjadi Rp 950,7 miliar. Laba bersih DKFT tumbuh sebesar 38,2% YoY menjadi Rp 310,3 miliar. Kenaikan ini dipengaruhi oleh peningkatan volume penjualan bijih nikel DKFT sebesar 158,9% YoY menjadi 1,8 juta metrik ton. Produksi bijih nikel DKFT juga meningkat sebesar 140,3% YoY menjadi 1,7 juta metrik ton.

Di sisi lain, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel mencatat kenaikan pendapatan sebesar 10,16% YoY menjadi Rp 14,10 triliun. Laba bersih NCKL juga naik sebesar 18,77% YoY menjadi Rp 4,05 triliun. Dari sisi operasional, total penjualan bijih nikel NCKL mencapai 12,36 juta wet metric ton (wmt) pada semester I-2025 atau tumbuh 48% YoY secara tahunan. Di segmen hilir, smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) NCKL mencatat penjualan sebesar 84.817 ton kandungan nikel, sedangkan smelter High Pressure Acid Lead (HPAL) mencatat penjualan MHP dan NiSO sebesar 65.310 ton.

Performa Vale Indonesia dan Target Produksi Tahun Ini

Sementara itu, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mengalami penurunan pendapatan sebesar 10,86% YoY menjadi US$ 426,74 juta pada semester I-2025. Laba bersih INCO juga turun sebesar 32,29% YoY menjadi US$ 25,25 juta. Namun, INCO berhasil meningkatkan produksi nikel dalam matte sebesar 2% YoY menjadi 35.584 ton pada semester I-2025. Pengiriman nikel juga meningkat dari 17.096 ton pada kuartal I-2025 menjadi 18.023 ton pada kuartal II-2025.

Manajemen INCO tetap optimistis dengan prospek bisnis pada semester II-2025. Optimisme ini didasarkan pada persetujuan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk 2,2 juta ton bijih saprofit dari Blok Bahodopi serta peningkatan harga baru yang cukup signifikan dengan pelanggan untuk produk nikel matte. INCO menargetkan produksi nikel dalam matte sebesar 71.000 ton pada 2025, sejalan dengan strategi operasional dan komersial yang diperkuat melalui koordinasi lintas proyek di Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa.

Analisis Perkembangan Pasar dan Prospek Emisi Nikel

Meski belum merilis laporan keuangan, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) berhasil memproduksi bijih nikel sebanyak 9,10 juta wmt atau naik 117% YoY pada akhir semester I-2025. Penjualan bijih nikel ANTM juga melesat 144% YoY menjadi 8,20 juta wmt.

Analis Korean Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi menyatakan bahwa mayoritas emiten nikel dengan kinerja keuangan mentereng bahkan hingga pertumbuhan triple digit sangat terbantu oleh lonjakan volume produksi atau penjualan bijih nikel sepanjang paruh pertama 2025. Kenaikan volume penjualan ini berhasil mengompensasi harga nikel yang cenderung melemah pada 2025.

Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menambahkan, peluang bagi emiten nikel untuk kembali meraih kinerja positif masih cukup terbuka pada semester II-2025. Selain didukung oleh target produksi yang meningkat dari masing-masing emiten, tekanan harga nikel global diperkirakan mulai berkurang seiring adanya potensi pembatasan pasokan di dalam negeri. Permintaan dari sektor stainless steel global juga mulai pulih.

Rekomendasi Investasi untuk Saham Nikel

Menurut Ekky, emiten nikel yang berpeluang unggul pada sisa tahun ini adalah mereka yang mampu menjaga volume produksi dan penjualan tinggi namun dengan struktur biaya efisien. NCKL terlihat unggul karena adanya margin penjualan ekspor dan pipeline hilirisasi yang kuat. Emiten lain seperti NICL dan DKFT juga mencatat perbaikan profitabilitas yang signifikan, sehingga menunjukkan tingkat efisiensi yang mumpuni.

ANTM tetap menjadi tolok ukur utama bagi sektor nikel di Indonesia. Sementara itu, INCO cenderung lebih sensitif terhadap fluktuasi harga komoditas, sehingga pemulihan kinerjanya sangat bergantung pada perbaikan harga nikel di pasar global.

Ekky melihat bahwa NCKL dan ANTM layak dikoleksi oleh investor sebagai core holding di sektor nikel. Sementara itu, saham DKFT cocok untuk strategi momentum atau swing trading, sedangkan saham INCO bersifat spekulatif dengan berbasis sentimen harga nikel.

Saham NCKL berpotensi melanjutkan penguatan ke target harga berikutnya di kisaran Rp 1.080—1.100 per saham. Saham ANTM saat ini sedang tertekan, namun jika bisa berbalik arah, maka ada potensi kembali ke atas level Rp 3.000 dengan target harga Rp 3.800—4.000 per saham secara jangka panjang. Adapun saham INCO berpotensi kembali ke level Rp 4.300—4.400 per saham dalam jangka menengah.

Wafi berpendapat, NCKL berpotensi menjadi emiten nikel dengan kinerja paling unggul karena adanya integrasi bisnis yang solid dari hulu ke hilir, diversifikasi produk nikel, dan efisiensi operasional. Saham NCKL layak dicermati investor dengan target harga di level Rp 1.300 per saham.