Festival Golo Koe 2025: Menyatukan Iman, Budaya, dan Bangsa di Bawah Bunda Maria

Featured Image

Festival Golo Koe 2025: Perayaan Iman dan Budaya yang Menggema di Labuan Bajo

Labuan Bajo, dengan keindahan lautnya dan senyum hangat penduduknya, kembali menjadi pusat perhatian. Tahun ini, masyarakat setempat menyambut Festival Golo Koe, sebuah acara tahunan yang menggabungkan devosi terhadap Bunda Maria dengan kekayaan budaya Manggarai Raya. Acara ini akan berlangsung dari tanggal 10 hingga 15 Agustus 2025.

Festival Golo Koe bukan hanya sekadar agenda rutin. Bagi warga Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur, acara ini adalah momen kebersamaan, doa, dan rasa syukur. Ia menjadi ajang untuk memperkuat persaudaraan melalui berbagai aktivitas budaya dan keramahan.

Fransiskus Sales Sodo, Sekda Manggarai Barat sekaligus Ketua Pelaksana Festival Golo Koe, menjelaskan bahwa gagasan festival ini lahir dari kerinduan akan harmoni dalam kebangsaan bersama Bunda Maria Nusantara. "Syukur, dari tahun ke tahun, festival ini berjalan dengan baik," ujarnya dalam konferensi pers.

Tahun ini, Festival Golo Koe memiliki nuansa istimewa. Pertama kalinya, festival digelar setelah Labuan Bajo resmi menjadi keuskupan, lepas dari Keuskupan Ruteng pada November 2024. Perubahan ini memengaruhi tema dan struktur panitia. Seluruh elemen masyarakat di Keuskupan Labuan Bajo terlibat, sementara Keuskupan Ruteng tetap memberikan dukungan.

Tema utama tahun ini adalah “Keuskupan Labuan Bajo: Merajut Kebangsaan dan Pariwisata Berkelanjutan yang Sinodal dan Inklusif”. Tema ini menegaskan komitmen gereja untuk merangkul kemajemukan budaya dan spiritualitas, serta menjaga alam sebagai anugerah Tuhan.

“Pariwisata di sini bukan sekadar perjalanan untuk melihat keindahan, tapi juga perjumpaan dengan Allah melalui sesama dan alam ciptaan-Nya,” kata Fransiskus.

Festival Golo Koe 2025 mencatat tiga pencapaian khusus. Pertama, acara ini mendapatkan peringkat ke-6 dari 10 destinasi wisata terbaik versi Karisma Event Nusantara (KEN), naik dari posisi tahun lalu yang hanya masuk 100 besar. Pengakuan ini datang bersama dukungan dana dan promosi dari Kementerian Pariwisata, sebuah kebanggaan sekaligus tantangan untuk menyelenggarakan festival dengan lebih meriah dan berkualitas.

Kedua, prosesi lintas paroki akan menjangkau seluruh 26 paroki di Keuskupan Labuan Bajo, bahkan hingga ke stasi-stasi. Jumlah ini melonjak drastis dari tahun lalu yang hanya mencakup 8 paroki. Antusiasme umat pun luar biasa, menyambut Bunda Maria dengan doa dan sukacita.

Ketiga, karnaval budaya yang akan digelar pada 13 Agustus sore bakal menempuh rute 5 kilometer, dimulai dari depan RS Siloam hingga Waterfront City. Ribuan peserta dari berbagai komunitas dan lembaga akan menampilkan kekayaan busana dan tradisi, mengubah jalanan Labuan Bajo menjadi lautan warna.

Panggung pentas seni akan berlangsung di Waterfront Labuan Bajo dan terbuka gratis bagi masyarakat umum. Dari 10–13 Agustus, serta malam penutupan 15 Agustus, panggung ini akan menampilkan nyanyian, tari, dan teater dari paroki-paroki. Puncaknya, artis jebolan Indonesian Idol asal Atambua, Piche Kota, akan memeriahkan malam terakhir.

Selain itu, pameran UMKM juga kembali hadir, dengan 160 tenda yang dihias bambu sebagai simbol kreativitas lokal. Para pelaku usaha dari Labuan Bajo dan seluruh keuskupan akan memamerkan produk-produk unik, dari kuliner hingga kerajinan tangan.

Puncak rohani festival, Perayaan Ekaristi Agung Maria Assumpta, akan digelar di Waterfront City, Jumat 15 Agustus pukul 17.00 WITA, dipimpin Uskup Labuan Bajo Mgr. Maksimus Regus. Misa ini akan sarat unsur inkulturasi: nyanyian dalam bahasa Manggarai, tarian tradisional, dan torok pengantar persembahan.

Festival Golo Koe lebih dari sekadar perayaan. Ia adalah doa yang menari di atas panggung budaya, dan budaya yang berdoa dalam prosesi iman. Festival ini mengajarkan bahwa iman bukan hanya soal hubungan pribadi dengan Tuhan, tapi juga merawat alam, membangun persaudaraan, dan menjaga warisan leluhur.

Di Labuan Bajo, doa Bunda Maria bergema bersama hentakan gendang Manggarai. Dan setiap langkah prosesi adalah ajakan untuk berjalan bersama dalam iman, dalam kebersamaan, dalam cinta untuk tanah air.