Google Kalah, Epic Games Siap Luncurkan Toko Sendiri di Play Store

Featured Image

Google Harus Izinkan Epic Games Store di Play Store

Setelah kalah dalam banding kasus antitrust, raksasa teknologi Google dipaksa untuk mengizinkan toko aplikasi Epic Games hadir di Google Play Store. Putusan ini dikeluarkan oleh Pengadilan Banding Amerika Serikat pada 31 Juli 2025, setelah hakim menyatakan bahwa Google terbukti memonopoli distribusi aplikasi dan sistem pembayaran di Android melalui Play Store.

Salah satu perubahan besar yang harus dilakukan Google adalah memperbolehkan Epic Games Store hadir di dalam Play Store. Selain itu, Google juga harus membuka jalan bagi toko aplikasi pesaing lainnya. Tak hanya itu, Google tidak lagi bisa memaksa pengembang menggunakan sistem pembayaran miliknya saja, yang selama ini menarik komisi hingga 30 persen per transaksi.

CEO Epic Games, Tim Sweeney, menyebut hasil ini sebagai "total victory" atau kemenangan penuh. Ia langsung mengumumkan bahwa Epic Games Store akan segera hadir di Google Play Store. Meskipun belum ada kepastian kapan peluncuran resmi akan dilakukan, Epic mengatakan sedang mempersiapkan langkah tersebut.

Sementara itu, Google masih berupaya mengajukan banding ke Mahkamah Agung, meski tidak menutup kemungkinan putusan ini tetap berlaku selama proses banding berlangsung.

Perseteruan Antara Epic dan Google Sejak 2020

Perseteruan antara Epic dan Google sebenarnya sudah berlangsung sejak 2020. Saat itu, Epic menyisipkan kode tersembunyi di dalam Fortnite agar pengguna bisa melakukan pembayaran langsung ke Epic tanpa melewati sistem pembayaran Google. Tindakan ini membuat Google tidak senang, sehingga Fortnite dihapus dari Play Store.

Epic langsung menggugat, dengan tuduhan bahwa Google menyalahgunakan dominasinya atas ekosistem Android, terutama dalam hal distribusi aplikasi dan sistem pembayaran digital. Pada akhir 2023, Epic memenangkan gugatan tersebut. Juri memutuskan bahwa Google terbukti melakukan praktik monopoli yang melanggar hukum persaingan usaha di AS. Namun, eksekusi keputusan ditunda karena Google mengajukan banding.

Kini, Pengadilan Banding menolak permintaan banding Google, sehingga putusan sebelumnya otomatis berlaku penuh. Dengan kekalahan ini, Google harus mengubah sejumlah kebijakan kunci, antara lain:

  • Mengizinkan toko aplikasi pihak ketiga diunduh dari Play Store.
  • Tidak boleh lagi membayar vendor ponsel untuk memprioritaskan Play Store.
  • Memberikan akses kepada pengembang untuk menggunakan sistem pembayaran alternatif.
  • Menghentikan kewajiban agar aplikasi hanya menggunakan Google Play Billing.

Reaksi dari Google dan Kelompok Developer

Menanggapi kekalahan banding ini, Wakil Presiden Urusan Regulasi Google, Lee-Anne Mulholland, menyatakan kekecewaannya. Ia mengatakan bahwa keputusan ini membahayakan keamanan pengguna, membatasi pilihan, dan merusak inovasi yang selama ini menjadi inti ekosistem Android. Ia menambahkan bahwa Google akan terus mengajukan banding ke Mahkamah Agung AS.

Beberapa kelompok developer seperti Developer Alliance mendukung Google. Mereka menilai keputusan ini justru membuka potensi penyebaran aplikasi berbahaya karena tidak semua toko aplikasi memiliki sistem kurasi seketat Google. Namun, kelompok advokasi hak digital seperti Electronic Frontier Foundation (EFF) berpandangan sebaliknya. Mereka menyebut keputusan ini sebagai langkah besar untuk mendorong kompetisi dan menyudahi “keamanan ala kerajaan feodal” yang selama ini diberlakukan oleh raksasa teknologi seperti Google.

Dengan terbukanya Android untuk lebih banyak toko aplikasi, persaingan di pasar distribusi aplikasi akan semakin sengit. Konsumen bisa mendapat lebih banyak pilihan dan potensi harga lebih murah. Namun, tantangan soal keamanan dan kepercayaan terhadap toko aplikasi baru juga akan menjadi sorotan.

Perbedaan Nasib dengan Apple

Epic juga sempat menggugat Apple dengan isu serupa. Namun hasilnya berbeda. Pengadilan menyatakan bahwa Apple tidak melakukan praktik monopoli karena iOS merupakan sistem tertutup. Artinya, Apple tidak menjual lisensi iOS ke produsen lain. Ini berbeda dengan Android yang didistribusikan ke banyak vendor smartphone seperti Samsung dan Motorola.

Dalam kasus Google, hakim menilai bahwa sifat Android yang terbuka justru memperkuat posisi dominan Google karena dapat menekan produsen ponsel agar hanya menggunakan Play Store. Google bahkan diketahui membuat kesepakatan rahasia dengan beberapa vendor untuk menghalangi toko aplikasi pesaing masuk ke perangkat Android.