Hamas Menolak Klaim Kesepakatan Pengurangan Senjata di Gaza

Penolakan Hamas terhadap Klaim Penyerahan Senjata dalam Pembicaraan Gencatan Senjata
Hamas menegaskan bahwa mereka tidak pernah setuju untuk menyerahkan senjata dalam pembicaraan gencatan senjata dengan Israel. Kelompok bersenjata ini menganggap perlawanan terhadap pendudukan Israel sebagai hak yang tidak dapat dikurangi. Mereka menekankan bahwa perjuangan mereka tetap sah hingga seluruh hak nasional Palestina dipulihkan.
Salah satu hak utama yang diperjuangkan oleh Hamas adalah pembentukan negara Palestina yang berdaulat penuh dengan Yerusalem sebagai ibu kota. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap pernyataan dari utusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk Timur Tengah, Steve Witkoff. Dalam sebuah rekaman yang dirilis, Witkoff menyebut bahwa Hamas siap untuk didemiliterisasi. Namun, Israel tetap mempertahankan persyaratan perlucutan senjata Hamas sebagai salah satu prasyarat utama dalam setiap perjanjian damai. Hal ini membuat proses negosiasi menjadi sangat rumit dan memperpanjang ketegangan yang telah berlangsung lama.
Negosiasi Mandek di Tengah Ancaman dan Tuntutan Sandera
Negosiasi tidak langsung antara Hamas dan Israel untuk gencatan senjata selama 60 hari mengalami kebuntuan pekan lalu. Salah satu hambatan utama adalah perbedaan pandangan mengenai penarikan pasukan militer Israel. Kebuntuan ini menyebabkan pembebasan para sandera belum tercapai.
Pada Jumat (1/8/2025), Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Letjen Eyal Zamir, memperingatkan bahwa pertempuran di Gaza akan terus berlanjut jika pembebasan sandera gagal dilakukan. Peringatan ini menunjukkan meningkatnya tekanan terhadap jalannya proses negosiasi. Witkoff juga mengunjungi keluarga para sandera Israel di Tel Aviv dan menyampaikan bahwa upaya damai harus mengutamakan penghentian konflik sekaligus pembebasan seluruh sandera. Keluarga-keluarga tersebut mendesak pemerintah Israel dan AS untuk bertindak cepat demi menyelesaikan krisis tersebut.
Kondisi Darurat di Gaza: Kelaparan dan Kematian Anak-Anak
Serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 menewaskan 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya. Serangan itu memicu kampanye militer besar-besaran oleh Israel ke Gaza. Akibatnya, lebih dari 60 ribu warga Palestina tewas sejak perang dimulai.
Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas melaporkan 169 kematian akibat kelaparan, termasuk 93 anak-anak. Angka ini menyoroti parahnya krisis kemanusiaan yang diperburuk oleh blokade Israel. Warga yang kekurangan pangan dan akses bantuan kini berada dalam situasi sangat kritis.
Pada Jumat (1/8/2025), Witkoff mengunjungi pusat distribusi bantuan di Gaza selatan yang dikelola Gaza Humanitarian Foundation (GHF), lembaga yang didukung AS dan Israel. Hamas menyebut kunjungan itu sebagai pertunjukan yang sudah diatur untuk menutupi bencana kelaparan, sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan lebih dari 1.300 warga Palestina tewas sejak Mei 2025 saat mencoba mendapatkan bantuan dari lokasi GHF, sebagian besar akibat tembakan pasukan Israel.
Dukungan Internasional untuk Palestina Terus Bertambah
Tekanan internasional mendorong negara-negara seperti Prancis dan Kanada untuk menyatakan rencana pengakuan terhadap negara Palestina. Inggris juga mempertimbangkan langkah serupa pada September 2025 jika Israel gagal memenuhi syarat gencatan senjata. Dalam pertemuan PBB, sebanyak 17 negara menyatakan dukungan terhadap sebuah naskah yang berisi seruan agar Hamas mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya kepada Otoritas Palestina, dengan melibatkan dukungan internasional, demi mewujudkan negara Palestina yang berdaulat dan independen.
Qatar dan Mesir pada Selasa (29/7/2025) menyatakan dukungan terhadap deklarasi bersama Prancis dan Arab Saudi yang mengusulkan solusi dua negara. Deklarasi itu menyarankan agar Hamas menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina. Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak gagasan pengakuan negara Palestina karena dianggap mengancam keamanan Israel dan memperumit jalan menuju perdamaian.