Hambatan Pemerintah Perpanjangan Jalur Whoosh ke Surabaya

Featured Image

Kritik terhadap Rencana Perpanjangan Jalur Kereta Cepat Whoosh

Ekonom menilai bahwa rencana pemerintah untuk memperpanjang jalur Kereta Cepat Whoosh dari Jakarta-Bandung ke Surabaya bukanlah langkah yang tepat dalam situasi keuangan negara saat ini. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa proyek ini perlu dikaji ulang secara mendalam karena berbagai kendala pembiayaan dan beban fiskal yang semakin berat.

Menurut Bhima, jika pemerintah memaksa melanjutkan proyek ini, maka akan menghadapi dilema besar dalam skema pembiayaan. Jika dibiayai melalui utang pemerintah, hal ini akan semakin mempersempit ruang gerak APBN mengingat beban biaya utang jatuh tempo yang makin besar dalam beberapa tahun ke depan. Alternatif lain seperti penugasan ke Danantara atau BUMN juga dinilai berpotensi memengaruhi rating utang Indonesia karena tingkat risiko likuiditas yang tinggi.

Lembaga pemeringkat seperti Fitch Ratings telah memperingatkan risiko peningkatan liabilitas bersyarat pada neraca pemerintah jika Danantara terlalu aktif. Oleh karena itu, Bhima menyarankan opsi pertukaran utang (debt swap) dengan China atau melalui hibah sebagai solusi yang lebih realistis. Skema ini dinilai lebih layak mengingat pengalaman Indonesia dengan proyek infrastruktur China sebelumnya.

Visi Pemerintah untuk Mobilitas yang Lebih Baik

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan bahwa saat ini pemerintah tengah mempercepat kajian terkait usulan perluasan jalur Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh ke Surabaya. Tujuan dari rencana ini adalah untuk mempercepat mobilitas yang terintegrasi dan efisien di seluruh Pulau Jawa. Menurut AHY, arahan Presiden Prabowo Subianto tidak hanya sebatas perpanjangan jalur kereta cepat, tetapi juga mencerminkan visi untuk menghubungkan Pulau Jawa melalui mobilitas yang lebih cepat, bersih, dan terintegrasi.

Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mencatat bahwa layanan Kereta Cepat WHOOSH Indonesia telah melayani 10 juta penumpang sejak dioperasikan secara komersial. Selama periode 17 Oktober 2023 hingga 25 Juni 2025, KCIC telah melayani sebanyak 10.014.707 penumpang melalui 29.786 perjalanan Whoosh yang dioperasikan dengan aman dan selamat.

Proyek ini pertama kali dicanangkan pada tahun 2015, kemudian dilanjutkan dengan peletakan batu pertama pada 2016. Setelah melalui masa konstruksi dan serangkaian uji coba operasional, layanan Whoosh akhirnya diresmikan dan mulai beroperasi secara komersial pada Oktober 2023, menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki layanan kereta cepat.

Beban pada BUMN Karya

Di balik pencapaian tersebut, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) membukukan bagian rugi sebesar Rp542,31 miliar pada semester I/2025 dari entitas ventura bersama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia atau konsorsium proyek kereta cepat Whoosh. PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) merupakan perusahaan patungan yang didirikan oleh konsorsium PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR), dan PT Perkebunan Nusantara I (Persero) (PTPN).

PSBI tercatat memiliki 60% saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku pengelola Whoosh. Pada 10 Desember 2024, PSBI menerbitkan saham baru sejumlah 2.697.142 lembar saham sebesar Rp2,69 triliun yang diambil seluruhnya oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero). Setelah transaksi itu, persentase kepemilikan Wijaya Karya di PSBI terdilusi dari 39,12% menjadi 33,36%.

Pada 30 Juni 2025, saldo investasi ventura bersama atau penyertaan modal di PSBI adalah Rp2,38 triliun atau mencerminkan akumulasi penurunan nilai sebesar Rp4,32 triliun dibandingkan dengan total penyetoran modal awal perusahaan ke PSBI. Pada semester I/2025, WIKA mencatat nilai bagian rugi tahun berjalan dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia sebesar Rp542,31 miliar. Jumlah itu melanjutkan kondisi serupa pada semester I/2024. Kala itu, WIKA mencatat nilai bagian rugi tahun berjalan dari PSBI sebesar Rp1,57 triliun.

Namun, WIKA mencatat rugi bersih sebesar Rp1,66 triliun pada semester I/2025. Angka ini berbalik dari kondisi laba bersih senilai Rp401,95 miliar yang diraih pada periode sama tahun lalu.

Langkah Strategis Danantara untuk Menyelesaikan Utang

Danantara Indonesia menyiapkan langkah strategis untuk menyelamatkan fundamental keuangan perusahaan pelat merah, yang terlibat dalam proyek kereta cepat Whoosh. Chief Operating Officer (COO) Danantara Indonesia, Dony Oskaria, mengatakan bahwa PT Danantara Asset Management (Persero) kini sedang mengevaluasi sejumlah opsi penyelesaian atas kewajiban finansial konsorsium KCIC.

“Solusinya masih ada beberapa alternatif yang akan kami sampaikan kepada pemerintah mengenai penyelesaian daripada kereta cepat ini,” ujar Dony saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pekan lalu. Dia mengakui bahwa beban utang PSBI selaku konsorsium cukup besar. Untuk itu, Danantara akan mengevaluasi operasional dari tiap entitas, serta menyiapkan rencana jangka panjang atas penyelesaian beban tersebut.

Salah satu opsi yang mengemuka adalah upaya restrukturisasi. Pasalnya, berdasarkan rencana kerja Danantara Asset Management, proyek kereta cepat masuk dalam klaster restrukturisasi yang dijalankan pada semester II/2025. “Kereta cepat ini kan hasil konsorsium yang di dalamnya ada KAI, WIKA, kemudian Jasa Marga. Nah, ini operasionalnya sedang kami lihat, bagaimana nanti solusi jangka panjang mengenai utang-utang konsorsium ini yang cukup besar dan kami ingin penyelesaian ini berjalan komprehensif,” kata Dony.

Berdasarkan catatan Bisnis, Whoosh telah menelan biaya investasi hingga US$7,2 miliar. Nilai investasi tersebut mengalami pembengkakan biaya sebesar US$1,2 miliar dari target awal proyek sebesar US$6 miliar. Sebanyak 60% dari pembengkakan biaya atau sekitar US$720 juta akan dibayarkan oleh konsorsium dari Indonesia, sedangkan 40% sisanya atau sekitar US$480 juta ditanggung oleh konsorsium China.