Hanya Lansia? Gelombang Panas Ancaman bagi Semua Usia

Krisis Iklim dan Dampaknya pada Kaum Muda
Krisis iklim kini memberikan dampak yang sangat serius, salah satunya adalah gelombang panas ekstrem. Dulu, fenomena ini dikaitkan dengan kematian, terutama pada kelompok lansia. Namun, pandangan tersebut perlu ditinjau ulang. Kini, ternyata kaum muda juga berisiko tinggi menghadapi ancaman ini. Ini bukan sekadar asumsi, melainkan fakta yang didukung oleh penelitian.
Risiko yang Meluas
Panas ekstrem tidak hanya menjadi ancaman bagi lansia. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kaum muda juga rentan terhadap risiko ini. Terutama mereka yang bekerja di luar ruangan, seperti di sektor pertanian atau konstruksi. Paparan panas selama berjam-jam meningkatkan risiko heatstroke, yaitu kondisi darurat medis ketika tubuh gagal mendinginkan diri. Suhu inti tubuh bisa mencapai 40 derajat Celsius atau lebih. Tanpa penanganan cepat, kondisi ini bisa merusak organ vital seperti otak, jantung, dan ginjal, bahkan berujung pada kematian.
Data yang Mengejutkan
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances 2024 menemukan fakta mengejutkan. Di Meksiko, 75 persen kematian akibat panas terjadi pada individu berusia di bawah 35 tahun. Ancaman ini tidak hanya terjadi di Meksiko. Di Thailand hingga Mei 2024, telah dilaporkan 61 orang meninggal akibat heatstroke. Mayoritas korban adalah pekerja pertanian.
Perubahan Pola Kerja
Petani di beberapa wilayah dunia, termasuk Vietnam dan Indonesia, kini menghindari panas terik siang hari. Mereka beralih ke kerja malam hari untuk mengurangi paparan panas. Hal ini juga dilaporkan oleh Sidir Ana Menggala di LinkedIn pada 2023. Namun, solusi ini tidak tanpa masalah. Bekerja di malam hari membawa risiko baru, seperti cedera akibat visibilitas rendah.
Korban di Sektor Lain
Sektor konstruksi juga mengalami banyak korban. Contohnya, proyek Piala Dunia 2022 di Qatar. Banyak pekerja migran muda dari Asia Selatan meninggal akibat paparan panas hebat. Akses alat pendingin dan air minum yang minim memperparah situasi ini. Jumlah pasti korban masih menjadi perdebatan, dengan laporan yang menyebut angka ratusan hingga ribuan jiwa. Perbedaan metode estimasi korban menjadi penyebab variasi angka ini.
Masalah Hukum dan Perlindungan
Kondisi ini sering diperparah oleh lemahnya undang-undang ketenagakerjaan dan perlindungan hukum bagi pekerja. Di negara berpenghasilan rendah, banyak pekerja muda tidak memiliki jaminan kesehatan. Termasuk para pekerja migran asing yang tidak mendapatkan perawatan medis yang memadai. Di Indonesia sendiri, sekitar 27,8 persen penduduk belum memiliki jaminan sosial kesehatan.
Respons Cepat dan Solusi
Ancaman kematian akibat panas ekstrem membutuhkan respons cepat dari semua pihak. Pengusaha harus bertanggung jawab melindungi pekerja di sektor luar ruangan. Dengan menyediakan akses ke stasiun pendinginan, menjadwalkan istirahat secara teratur, serta memastikan ketersediaan air minum. Beberapa negara menerapkan kebijakan adaptasi baru. Misalnya, Qatar pada 2021 mengeluarkan peraturan yang membatasi jam kerja berdasarkan suhu dan kelembapan udara.
Edukasi dan Kesadaran
Edukasi kesehatan masyarakat juga memegang peranan penting. Kaum muda harus memahami risiko dari gelombang panas ekstrem serta cara mengenali gejala penyakitnya. Pentingnya menjaga hidrasi tubuh dan mengambil waktu istirahat harus ditekankan. Meskipun fisik mereka lebih bugar, tidak ada kelompok usia yang siap menghadapi gelombang panas yang intens dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Tindakan Bersama
Oleh karena itu, semua pihak terkait, mulai dari pemerintah pusat, pengusaha, hingga setiap individu, harus beradaptasi dengan cepat. Untuk menghadapi realitas iklim yang semakin sulit. Kolaborasi antara berbagai pihak menjadi kunci untuk mengurangi risiko dan melindungi nyawa manusia.