Husein Tak Gentar: Santri Yatim Penjaga Amanah Al-Qur'an

Kisah Inspiratif Remaja Hafiz Quran di Pesantren Tahfidz Green Lido
Di balik dinding Pesantren Tahfidz Green Lido (PTGL) yang terletak di Sukabumi, tersimpan kisah perjalanan seorang remaja bernama Muhammad Fikri Husein Herlambang. Ia akrab disapa Husein dan saat ini berusia 17 tahun. Sebagai santri kelas 3 sekolah e-Tahfidz PTGL, Husein lahir dari keluarga yang tinggal di Tajur, Bogor. Meski hidupnya penuh tantangan, ia tetap menjalani kehidupan dengan penuh semangat dan tanggung jawab.
Perjalanan Husein dalam menuntut ilmu di PTGL bukanlah hal yang mudah. Awalnya, ia menempuh pendidikan di SMART Ekselensia di Parung, Bogor, sebelum akhirnya pindah ke Sukabumi. Perubahan lokasi ini membutuhkan keteguhan hati dan keberanian untuk menghadapi tantangan baru. Bagi Husein, motivasi menghafal Al-Qur’an dimulai dari niat tulus: “mulai saja dulu.” Dari sana, ia belajar arti tanggung jawab dan kesadaran bahwa hafalan Al-Qur’an adalah amanah seumur hidup.
“Kita diembani amanah 30 Juz seumur hidup, jadi bagi saya ini tentang tanggung jawab. Belajar dewasa dari tindakan dan pilihan saya. Saya harus bisa menyelesaikan dan mempertanggung jawabkan apa yang saya mulai,” ujarnya. Ia juga menyampaikan keinginannya untuk memberikan “mahkota” kepada orang tua di akhirat nanti.
Husein adalah anak keenam dari enam bersaudara. Ayahnya meninggal dunia saat ia masih berusia tiga tahun. Kehilangan itu tidak membuatnya putus asa. Justru, ia belajar untuk lebih bersyukur dan percaya pada ketentuan Allah. Meski ingatannya tentang ayahnya tidak banyak, ia masih bisa merasakan kehangatan saat digendong oleh sang ayah.
Minat dan hobinya menggambar juga menjadi bagian dari kehidupannya. Ia terinspirasi dari teman sejawatnya sejak kelas 1 SMP. Namun, ia mengakui bahwa menggambar sering kali mengganggu konsentrasi saat menghafal Al-Qur’an. Meskipun begitu, hobi ini justru mendorongnya untuk lebih rajin belajar agar bisa segera menyelesaikan hafalan.
Sebelum masuk ke PTGL, Husein pernah menempuh pendidikan sebagai santri di Bogor. Ia mengakui bahwa dulu dirinya sangat polos dan jarang bersosialisasi. Namun, di PTGL, ia merasa ada perubahan besar dalam dirinya. Keberadaan jumlah santri yang tidak terlalu banyak membuatnya merasa nyaman dan bisa lebih fokus dalam belajar.
Pesantren ini didirikan di atas tanah wakaf keluarga Benyamin Parwoto sejak 2018 dan mulai dibangun pada 23 Desember 2020. Masjid As-Sa’adah pertama kali difungsikan pada awal 2023. Saat ini, kegiatan pesantren masih terpusat di masjid, sementara asrama santri hanya berupa aula yang menampung hingga 23 orang. Ruangan tersebut juga digunakan sebagai tempat tidur sementara, sehingga kondisinya kurang ideal.
Meski begitu, para santri tetap berjuang dan membuktikan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk mencapai mimpi. Pengalaman di PTGL memberikan banyak kesan bagi Husein. Salah satunya adalah saat ia diberangkatkan ke Pare, Kediri, untuk mengikuti kursus bahasa Arab dan Inggris. Ia juga pernah terlibat dalam persiapan kegiatan perdana Jantara di PTGL Sukabumi.
Yang paling disukainya adalah kebersamaan dengan teman-teman santri. Pergaulan di sini tidak terlalu senioritas, dan semua ramah. Hal ini membuatnya merasa bersyukur bisa berada di PTGL. Meski saat ini ia terbiasa hidup satu ruangan, ia tetap berharap adanya asrama yang lebih privat.
Husein juga menyampaikan harapannya agar sistem pembelajaran di PTGL bisa semakin efektif. Ia ingin bisa kembali menghafal 30 Juz seperti di tahun pertama. Untuk mendukung program pesantren, masyarakat dapat berkontribusi melalui donasi digital.