Ibu di Bengkulu Tengah Restui Putrinya Nikah dengan Kakek 73 Tahun

Ibu di Bengkulu Tengah Restui Putrinya Nikah dengan Kakek 73 Tahun

Cinta yang Tidak Mengenal Usia

Di sebuah desa kecil di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu, terjadi pernikahan yang mengejutkan banyak orang. Bunga Fitri, seorang wanita muda berusia 27 tahun, memilih untuk menikahi Sai’un, seorang pria tua berusia 73 tahun. Perbedaan usia yang mencapai 46 tahun membuat hubungan mereka menjadi sorotan publik, baik dari warga setempat maupun netizen di media sosial.

Pernikahan ini tidak hanya menjadi topik pembicaraan hangat di Desa Padang Tambak Kecamatan Karang Tinggi, tetapi juga viral di berbagai platform media sosial. Banyak orang merasa penasaran, bahkan ada yang memberikan kritik tajam terhadap hubungan yang dianggap tidak biasa ini. Namun, di balik semua komentar tersebut, ada satu suara yang jelas dan tegas: dukungan dari keluarga.

Rosmala Dewi, ibu kandung Bunga Fitri, adalah satu-satunya orang yang secara langsung menyampaikan dukungan penuh atas pilihan putrinya. Ia tidak hanya merestui pernikahan ini, tetapi juga menunjukkan rasa syukur atas keputusan sang anak. “Aku suka, aku senang, aku rela dan ikhlas,” ujarnya dengan mata yang berbinar saat ditemui di rumah sederhananya.

Rosmala membantah segala spekulasi yang menyebut bahwa pernikahan putrinya dilandasi motif ekonomi atau tekanan dari luar. Menurutnya, keputusan itu murni berasal dari hati kedua pasangan yang saling merasa cocok. “Tidak ada karena utang, tidak ada karena dipaksa. Demi Allah, aku rela,” katanya dengan tegas.

Bagi Rosmala, kebahagiaan Fitri adalah prioritas utama. Ia percaya bahwa selama sang anak merasa nyaman dan mendapatkan pasangan yang menerima dirinya sepenuh hati, maka keluarga tidak akan menghalangi. “Yang penting mereka bahagia, tidak ada yang merasa dirugikan atau dipaksa,” ujarnya dengan tenang.

Awal Cinta yang Tak Terduga

Pernikahan antara Bunga Fitri dan Sai’un berawal dari pertemuan singkat yang tak terduga. Di sebuah rumah kayu sederhana di Desa Padang Tambak, dua tangan saling menggenggam buku nikah yang menjadi bukti cinta mereka. Sai’un, seorang petani kopi dan sawit berusia 73 tahun, duduk berdampingan dengan istrinya, Bunga Fitri, yang baru saja resmi menjadi pendamping hidupnya.

Perayaan pernikahan mereka yang digelar pada 2 Juli 2025 menjadi perbincangan hangat di lingkungan sekitar. Tidak karena pesta mewah atau adat yang megah, melainkan karena perbedaan usia yang sangat jauh. “Pertama kali ke rumah ponakan saya, kita langsung dapat perasaan,” ujar Sai’un sambil tersenyum.

Dua minggu kemudian, Sai’un yakin bahwa Fitri adalah jodohnya. Cinta mereka bermula dari percakapan sederhana. Fitri, yang memiliki keterbatasan dalam berbicara dan kondisi fisik, pernah mengeluh kepada sahabatnya bahwa ia ingin segera menikah. Sahabatnya, yang merupakan keponakan Sai’un, menawarkan untuk mengenalkannya kepada sang paman.

Pertemuan pertama terjadi di rumah teman tersebut. Sai’un mengaku langsung merasa nyaman dengan Fitri. Pertemuan itu menjadi awal dari hubungan yang tak terduga. Bagi Fitri, menerima lamaran Sai’un bukanlah soal usia atau harta. Melainkan karena merasa cocok secara pribadi. Ia menilai Sai’un sebagai sosok yang baik hati, bertanggung jawab, dan mau menerima dirinya apa adanya.

Pernikahan mereka berlangsung dalam kesederhanaan, hanya dihadiri oleh keluarga dan tetangga dekat. Tidak ada panggung megah atau dekorasi berlebihan. Hanya doa, restu, dan janji untuk saling menjaga hingga akhir hayat.

Kehidupan yang Sederhana

Latar kehidupan mereka pun jauh dari gemerlap. Rumah kayu yang mulai memudar warnanya dan kebun pisang di belakang rumah menjadi saksi bisu kisah kasih tak biasa ini. Sai’un, yang tinggal di Desa Jambu Kecamatan Taba Penanjung, berencana membawa istrinya ke sana. “Kalau saya ke kebun, Fitri temani. Kalau di rumah juga begitu. Saya butuh teman hidup, karena anak-anak sudah punya rumah sendiri,” tuturnya.

Pernikahan ini memicu beragam reaksi dari masyarakat. Ada yang menganggap hubungan mereka tulus dan layak diapresiasi. Ada pula yang meragukan ketulusannya karena jarak usia yang jauh. Namun bagi pasangan ini, komentar orang tak penting. “Namanya jodoh, tidak ada yang tahu,” ucap Sai’un mantap. “Kalau sudah cocok, usia bukan halangan,” tambahnya.